Share

Keputusan Sabil

Sabil berbaring di ranjangnya dan menatap langit-langit kamarnya, ia terus terbayang wajah Gavin. Entah mengapa wajah itu terus menganggunya.

"Orang udah lost contact lebih dari sepuluh tahun pakai ditanya masih ada rasa ngga? Aneh banget Gavin," ujar Sabil berbicara sendiri.

Lagi-lagi Sabil terdiam menatap ke atas, ia benar-benar dibuat tidak tenang karena Gavin. Ia bingung harus menerima tawaran Gavin atau tidak, karena baginya pernikahan bukan untuk dipermainkan.

Namun di satu sisi, hanya Gavin yang bisa membantunya saat ini. Jika ia tidak menerima tawaran Gavin maka ia tidak tahu harus bagaimana melanjutkan karirnya.

"Seorang cowok dijodohin sama cewek secantik Mikhaila Permadi ngga mau, ada yang ngga beres sama Gavin."

Saat ribut dengan pikirannya sendiri, Sabil dikejutkan dengan dering ponselnya yang sangat nyaring. Masih dengan berbaring, Sabil mengambil ponselnya.

"Amy? Mau ngajak ribut malam-malam nih orang." Sabil menerima panggilan itu walaupun sangat malas dengan Amy.

"Halo," ujarnya setelah menerima panggilan.

"Heh lo beneran pacaransama Gavin?" tanya Amy tak santai.

"Iya lah udah jelas kan tadi," jawab Sabil tak kalah nge-gas.

"Sejak kapan?" tanya Amy yang mulai merendahkan suaranya.

"Kenapa sih kepo banget." Sabil tertawa sendiri karena ia yakin pasti Amy sedang kesal disana.

"Gue tahu akhir-akhir ini lo dekat sama Randy, mana mungkin tiba-tiba pacaran sama Gavin? Lo sengaja mau rebut cowok yang disuka adik gue ya?"

Sabil tertawa terbahak-bahak, sengaja untuk membuat Amy semakin kesal padanya.

"My lo aneh banget deh, ngarang lo. Mana gue tahu kalau adik lo mau dijodohin sama pacar gue," ucap Sabil setelah berhenti tertawa.

"Gue heran aja kok bisa kebetulan gini, gue yakin lo sengaja dekatin Gavin buat gagalin rencana baik keluarga gue kan?" ujar Amy yang lagi-lagi ditertawakan oleh Sabil.

"Setiap ketemu Mikha, Gavin bersikap wajar ngga kelihatan dia ngga suka sama Mikha. Dia juga ngga pernah bilang punya pacar, dia bersedia nemuin Mikha itu artinya dia lagi ngga dekat sama siapapun. Lo jujur aja, baru beberapa hari kan lo kenal sama Gavin?" tuduh Amy lagi semakin tidak masuk akal.

"Astaga My, makin ngelantur aja lo. Kalau gue baru dekat beberapa hari sama Gavin, ngga mungkin juga dia langsung suka sama gue dan bilang ke keluarganya mau nikahin gue. Gini deh gue kasih tahu, gue sama Gavin udah kenal dari kita SMA. Puas lo?"

Amy diam beberapa detik mencoba mencerna ucapan Sabil.

"Lo mepet Gavin karena dendam sama keluarga gue ya?" tanya Amy tak berhenti menuduh.

"Astagfirullah My, udah lah capek gue ngladenin lo. Bye." Sabil mengakhiri panggilan lalu meletakkan ponselnya dikasur dengan kasar.

"Gue nikah sama Gavin beneran bisa menggila kali ya tu keluarga," ucap Sabil pada dirinya sendiri.

.

.

"Vinn," panggil Fendy yang kedatangannya tak Gavin sadari.

"Eh pa," balas Gavin singkat.

"Kamu serius sama perempuan yang kemarin?" tanya Fendy to the point.

Saat ini Gavin sedang memandikan kucingnya di halaman depan, namun dengan cepat ia selesaikan setelah kedatangan papanya.

"Kenapa? Papa juga ngga setuju?" tanya Gavin yang kini menyusul Fendy duduk di tangga depan rumahnya.

"Bukan ngga setuju, tapi menurut papa lebih baik kamu ikutin pilihan oma. Oma kalau udah ngga suka itu susah dibujuk. Papa malah kasihan nanti sama istri kamu, pasti ngga akan tenang kalau oma udah ngga merestui gini."

"Kaya mama dulu ya pa?" tanya Gavin menyindir Fendy.

"Yaa kalau dipikir-pikir, ceritanya saat ini sama persis dengan kisah papa mama dulu. Waktu itu papa juga nekat nikahin mama kamu walaupun oma ngga merestui, tapi akhirnya juga ngga baik kamu bisa lihat sendiri. Malah akhirnya papa nikah sama perempuan yang dulunya mau dijodohkan sama papa dan bertahan sampai sekarang."

"Papa sadar ngga sih rusaknya rumah tangga papa sama mama itu karena papa ngga tegas, papa selalu diam setiap mama disudutkan oma. Papa bahkan selalu percaya tuduhan oma yang belum tentu kebenarannya, aku cuma mau bilang aku ngga akan jadi laki-laki kaya papa yang ngga bisa jagain istrinya sendiri." Gavin menggendong kucingnya dan membawanya masuk meninggalkan Fendy yang masih terdiam karena ucapannya.

Setelah meletakkan Jeno, kucing kesayangannya di taman belakang Gavin kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap ke kantor.

Baru saja masuk ke kamar, Gavin sudah disambut dengan suara nyaring yang berasal dari ponselnya. Ia buru-buru mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur.

"Pagiii ma," sapa Gavin setelah menerima panggilan dari mamanya.

"Pagi gantengnya mama, sumringah banget yang habis kencan," goda Rania yang membuat Gavin kebingungan.

"Habis kencan?"

Gavin bertanya-tanya siapa yang Rania maksud.

"Pacar kamu artis ya? Kenapa ngga pernah cerita ke mama?" ucap Rania semakin membuat Gavin kebingungan.

"Artis siapa deh ma?" tanya Gavin memastikan.

"Udah ramai di sosial media, mama juga dikirimin teman-teman mama soal berita kamu pacaran sama Mikhaila Permadi. Mama agak kesal ya karena tahu berita sepenting ini dari orang lain, bukan dari kamu langsung." Rania berbicara dengan nada yang terdengar sedang sangat bahagia.

"Ma seriusan udah ramai di sosmed?" tanya Gavin mulai panik.

"Iya, kalian serasi banget mama lihat-lihat."

"Ma sebenarnya itu ngga benar," ucap Gavin pelan takut mengecewakan mamanya.

"Hah? Ngga benar gimana?" tanya Rania.

"Nanti ya ma aku ceritain, udah siang aku mau siap-siap ke kantor."

"Oke deh nanti telepon mama ya kalau dah sempat."

Gavin tak menjawab kalimat terakhir dari Rania, ia buru-buru memutus panggilan dan saat itu juga ia menyadari bahwa banyak pesan masuk untuknya. Banyak pesan yang mengirim capture berita kencannya dengan Mikhaila.

"Apaan sih ini?" gumam Gavin sangat frustasi.

.

.

"Gimana Bil soal sponsornya? Udah selesai urusan-urusannya?" tanya seorang pria paruh baya yang merupakan pelatihnya di klub.

"Belum selesai mas, saya belum tanda tangan kontrak. Kemarin baru Nadhira," jawab Sabil sambil garuk-garuk kepala.

"Loh kok ngga sekalian?" tanya pelatihnya heran.

"Iya kemarin saya ada urusan lain," jawab Sabil berbohong.

"Buruan di selesaiin, biar bisa latihan dengan tenang." Wahyu berjalan pergi meninggalkan Sabil.

"Siap mas." Sabil mengacak-acak rambutnya saat ingat perjanjian yang ditawarkan oleh Gavin kemarin.

Sabil menarik nafas berkali-kali untuk menenangkan diri, setelah merasa tenang ia berdiri dan menyusul teman-temannya yang sedang melakukan pemanasan dengan jogging dari ujung ke ujung lapangan.

Setelah melakukan pemanasan, semua atlet bersiap di lapangan masing-masing untuk latihan utama. Sabil bertekad bahwa ia akan kembali ke puncak performanya, dan selama latihan tekad Sabil benar-benar terlihat, sergapan di depan net, adu drive, defense, placing, bahkan smash pun dapat ia lakukan dengan baik. Hal ini tentu berbeda dengan penampilannya beberapa bulan terakhir yang seperti kurang percaya diri hingga skill hebatnya sama sekali tidak keluar.

"Gila atlet level dunia mah beda ya semangatnya," celetuk Rafa memuji Sabil dan Nadhira saat menyelesaikan latihan.

"Lo punya potensi tahu Fa, placing lo ajaib banget deh," balas Sabil balik memberi pujian.

"Aduh malu banget dipuji sama WR 1," ucap Rafa malu-malu membuat semua yang sedang berkumpul kompak tertawa.

"Bil Bil, berita apaan ini." Nadhira menyodorkan ponselnya kepada Sabil.

Sabil memiliki firasat buruk saat mulai membaca sebuah artikel yang berjudul 'Alasan Utama Sabila Ayu Nathania di depak dari Pelatnas' lalu ia menemukan bagian yang sangat membuatnya marah, yaitu pada bagian Teo, pelatihnya mengatakan "alasan utama Sabila di degra adalah karena dia sudah tidak menghargai pelatihnya lagi, terutama dengan Satya selaku asisten pelatih ganda putri. Attitudenya sudah sangat buruk, di beberapa turnamen terakhir kemarin bisa dilihat saya tidak mau mendampingi dia karena saya sudah tidak bisa menoleransi sifatnya, namun masih bagus Coach Satya bersedia mendampingi namun Sabil malah sama sekali tidak mendengarkan arahan-arahan yang diberikan dan sering membuat keributan dengan saya maupun dengan Satya."

Belum selesai membaca artikel, Sabil membanting botol minumnya dan bergegas meninggalkan arena latihan.

"Bil mau kemana?" teriak Nadhira.

Sabil tak menjawab dan melanjutkan larinya, hingga di depan pintu ia berpapasan dengan pelatihnya ia berhenti sebentar dan mengatakan, "Mas saya izin keluar sebentar ya,"

Wahyu yang juga sudah melihat artikel mengenai Sabil pun memasang wajah khawatir.

"Bil kamu mau kemana? Jangan memperburuk keadaan," ucap Wahyu mencoba menenangkan Sabil.

"Mas Wahyu tenang aja, aku ngga akan cari masalah kok." Sabil melanjutkan langkahnya meninggalkan Wahyu.

Sabil tak sanggup membendung air matanya lagi saat sampai di mobilnya, ia benar-benar sakit hati dengan pernyataan pelatihnya. Hal itu jelas akan merusak nama baiknya.

"Mau bertindak sejauh apa lo My?" Sabil memancarkan kemarahan di matanya.

Saat ini Sabil terburu-buru bukan untuk menemui Amy, namun ia akan menemui Gavin. Ia tidak akan membiarkan keluarga Amy mendapat keinginannya, ia akan mengambil keputusan penting.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status