"Tolong bawa surat ini ke notaris, ingat jangan sampai bocor," perintah Mila kepada sekretarisnya untuk mengesahkan perjanjian antara dia dengan Agil.
"Baik, aku permisi dulu," katanya cepat pergi tidak mau mengganggi waktu bulan madu bosnya.
Agil terbangun mendengar pintu kamar yang tertutup sedikit keras. Matanya menatap lekat perempuan yang baru saja kehilangan keperawananya.
"Kau bohongi aku?" ucapnya dengan mata yang tak lepas memandangi Mila.
"Bohong apa?" Katanya dengan masuk ke selimutnya lagi.
"Kau selama ini masih perawan kan?" ujar Agil mendesak agar Mila mengakuinya.
"Kau ini bicara apa? Kau sudah merenggutnya malam itu," katanya dengan wajah yang sedikit berpikir mengenai jawaban dari pertanyaan Agil.
Agil membuka selimutnya menunjukan seprai yang terlihat bercak darah. "Kau mau mengelak apa lagi?"
Mila tidak sudah tidak bisa berkilah lagi, "Ya sudahlah, toh kita saat ini juga sudah menikah."
"Jadi benar kamu menjebakku?" kesal Agil, harusnya dia tidak terlibat dengan masalah bosnya.
Mila tersenyum, "Iya, kau jangan banyak bicara lagi. Ini kan juga menguntungkan dirimu," ujar Mila sembari menarik selimut yang menutupi tubuhnya.
Agil hanya bisa mendengus mendengar jawaban Mila, dia tidak bisa apa-apa, melawannya juga akan kalah.
****
Pertunangan mendadak dilakukan oleh Delvin, untuk bahan pertimbangan papanya untuk kedudukan di perusahaanya.
Sebenarnya Mila sendiri tidak ingin menghadiri pertunangan adiknya itu, dia sudah malas berhubungan dengan keluarganya.
Pertunangan Delvin digelar sangat meriah, dengan mengundang seluruh relasinya juga. Bahkan sama megahnya dengan pernikahan Mila dan Agil.
“Kasihan, ya, Bu Mila, suaminya cuma mau menguras uangnya.”
“Ya, dia kan hanya menumpang hidup.”
“Pakai dukun mana? Aku juga mau.”
Gosip tentang anak buah yang menikah dengan atasannya mulai menyebar, dan menjadi bahan pergunjingan di pesta pertunangan Delvin.
Mila hanya bisa menatap satu persatu pegawainya dengan tajam, karena saat dia ingin melabrak mereka, tetapi ditahan oleh Agil.
Mila melipat kedua tangannya. “Memangnya salah, jika saya menikah dengan pegawai sendiri?” tanya Mila mulai kehilangan kesabaran.
“Mila, yang mereka katakan itu benar. Kenapa kamu begitu menyayangi orang yang ingin menusukmu dari belakang?” celoteh Delvin yang tiba-tiba ikut bergabung, sementara calon tunangannya mengobrol dengan teman-temannya.
“Bukan urusanmu,” ketus Mila.
“Aku hanya ingin melindungimu serta harta kita,” kata Delvin sambil duduk di kursi berhadapan dengan Mila.
“Harta kita?” Mila tertawa terbahak-bahak mendengar lontaran kata adik tirinya itu. Delvin bahkan tidak menyumbang apapun untuk perusahaan, tapi dengan begitu percaya diri mengakui bahwa ada hartanya di situ.
“Ya, harta kita.” Delvin heran melihat kakaknya yang menertawakan dirinya. Dia pikir apa yang dikatakanya itu sudah benar, mereka memang satu keluarga sekarang, meskipun tidak sedarah.
“Itu harta orang tuaku, harta ibuku!” tegas Mila. Ia tidak sudi membagi harta yang diusahakan oleh keluarganya sebelum sang ayah menikahi ibu tirinya.
"Aku kira kau yang menginginkannya, tapi ingat aku tidak akan membiarkan sepeserpun hari Mila jatuh ke tangamu!" kata Agil dengan sangat berani.
“Aku sudah mengingatkanmu, Mila,” kecamnya sembari berlalu dari hadapan mereka.
Mila tidak memahami perkataan Delvin, tapi dia merasa ada sesuatu hal yang dia rencanakan.
Mila menegakkan tubuhnya ketika mendengar MC yang sudah memberikan aba-aba agar pemimpin baru naik ke panggung.
Ia sudah siap untuk berpidatodi depan umum, serta membuat Delvin kepanasan tentunya.
"Untuk saudara Delvin, silahkan maju ke depan," kata MC.
Mila yang sudah berdiri langsung terduduk, dadanya bergemuruh. Ingin sekali menonjok wajah Delvin.
"Saya, di sini akan menunjukan sesuatu yang pasti akan membuat semua terkejut. Terutama papa," kata Delvin.
Mila mendadak cemas dengan ucapan Delvi, dia pasti merencanakan sesuatu yang jahat kepadanya.
"Sebenarnya kakaku itu, menikah kontrak demi harta!" Delvin mengangkat berkas perjanjian antara Mila dan Agil.
"Dia mendapatkan berkas itu dari mana?" lirih Mita panik.
Wajah Danu merah padam, matanya membesar dengan kedua alis nyaris menyatu. Amarahnya sudah tidak terbendung mengetahui berkas yang berisikan surat perjanjian pernikahan antara dirinya dengan Agil.
“Kamu mempermainkan papamu ini?” teriak Danu sembari memberikan tamparan keras ke pipi Mila.
Ruangan pertunangan yang ramai menjadi hening, setelah itu mereka pelan-pelan berbisik tentang keributan keluarga Mahendra. Senyum merekah di bibir Delvin dan sang mama karena rencananya berjalan sangat lancar.
Mila memegangi pipi kirinya. “Bukannya semua ini gara-gara Papa?”
“Mila, jangan menyalahkan orang lain, ini kesalahanmu sendiri, karena berani membohongi papamu,” sahut Sarah prihatin.
“Bohong masalah apa?” sanggah Mila.
Gadis itu mengatakan dirinya tidak bersalah, sang ayah hanya mengatakan dia harus menikah tanpa menjelaskan pernikahan seperti apa dan dengan siapa dia menikah. Jadi, saat ini dia sah memimpin perusahaan dan memiliki wewenang untuk memecat pegawainya, meskipun itu saudaranya sendiri.
“Sayang, menikah itu harus dari hati. Jangan sembarangan, semua ini demi masa depan kamu, Nak.” Sarah mendekati Mila, berpura-pura menasihati Mila. Dia terus berpura-pura untuk mengambil hati suaminya dan simpati dari tamu undangan.
Dalam hatinya, tidak peduli Mila mau bahagia atau tidak di masa depannya nanti. Saat ini, yang dia mau hanyalah mengusir Mila dari perusahaan.
“Masa depanku adalah urusanku, jadi jangan sok baik.” Mila melirik ke arah ibu tirinya.
“Yang sopan kamu, Mila! Dia itu mamamu, minta maaf cepat!” bentak Danu, dia tidak suka melihat putrinya kasar kepada sang ibu di depan tamu undangan.
“Mama Mila itu sudah berpulang, bukan dia,” tegas Mila, dia tidak mau mengakui jika Sarah sebagai ibunya lagi.
Danu merasa malu dengan anak perempuannya yang telah mempermalukan keluarganya di tempat umum. Selama ini ia bersabar terhadapnya, tetapi gadis itu malah semakin bertingkah.
Dengan suara keras ia berseru kepada anak dan menantunya itu, “Pergi dari sini! Kau bukan anakku lagi!”
Mila dan Agil datang untuk mengambil rumah yang baru saja dibelinya."Kalian silakan keluar dari rumah ini," usir Mila."Mila, maafkan mama. Jangan usur mama dari rumah ini," kata Sarah sembari bersimpuh.Mila berusaha melepaskan kakinya, "Memangnya anda siapa?" "Mila jangan keterlaluan kau, ini mama kita." Delvin membantu mamanya berdiri."Mama kita?" Kata Mila lalu tertawa terbahak-bahak. "Aku bukan anak dari perempuan ini, mamaku sudah di surga," tegas Mila."Kalian cepat angkat kaki dari rumah suamiku!" titah Mila."Bawa semua barang kalian, jangan sampai ada yang tertinggal," imbuh Agil."Pa, bagaimana ini? Kamu harus melakukan sesuatu," pinta Sarah.Danu mengangguk, "Kamu benar, aku tidak bisa berdiam diri saja." Wajah Sarah dan Delvin mulai berubah senang mendengar ucapan Danu. Mereka berdua berpikir dengan Danu bertidak sesuatu maka mereka tidak jadi miskin."Sarah, mulai hari ini kita aku ceraikanmu. Kita bukan suami istri lagi," kata Danu."Pa, kamu bercanda?" sahutnya sam
Kau kenapa di sini?" tanya Delvin dengan kedua bola matanya yang hampir lepas.Dia kaget melihat kakak tirinya ada di perusahaannya, orang yang sudah beberapa tahun ini pergi kini datang kembali. Kedudukannya kembali terancam, ditambah lagi ayahnya yang sudah tidak percaya kepada dirinya. Mila melipat kedua tangannya di dada, "Kenapa aku tidak boleh berada di kantorku sendiri?" ujarnya dengan senyuman yang sinis."Perusahaanmu?" katanya dengan tertawa. "Sejak kapan perusahaan ini menjadi milikmu?" katanya sembari menarik paksa Mila untuk turun dari kursinya."Pergi kau di sini!kau tak pantas duduk di kursiku ini!" katanya dengan mendorong Mila setelah berhasil ditariknya.Mila menepukkan tangan sebanyak dua kali, Siska dan dua orang bertubuh besar masuk ke ruangannya."Apa-apaan ini?" tanya Delvin."Pak Delvin yang terhormat, saat ini perusahaan sudah dijual. Dan yang membeli adalah Nona Mila," katanya dengan sangat formal."Dijual, tidak mungkin. Bagaimana orang miskin sepertimu bis
Sembilan bulan sudah berlaku, Mila sudah melahirkan bayi perempuan yang sangat cantik.Dia merasa pantas jika dulu selama hamil sangat melow dan manja. Ternyata bawaan anak perempuan di dalam perutnya.Kehidupan Agil dan Mila sangat membaik, pabrik yang belum berjalan satu tahun sudah maju pesat. "Aku tidak akan membiarkan semua ini baik-baik saja, kalian harus merasakan menjadi aku!" ketus Sari melihat kebahagiaan sahabatnya itu.Semenjak penolakan Agil terhadapnya membuat Sari sakit hati. Dia stres, dan sering mengurung diri di kamarnya.Dia keluar dari kamar saat mendengar Mila sudah melahirkan, dia akan menghancurkan wanita perebut gebetanya itu sekali lagi.Kali ini dia ingin melakukannya sendiri tanpa bantuan dari anak buah yang bodoh. Karena menjaga perempuan hamil saja tidak becus.Sari menyusup ke rumah Pramono yang sedang sibuk untuk acara syukuran kelahiran bayi. Sari masuk ke kamar Mila dan Agil.Ia melihat bayi manis yang sangat menggemaskan. Rasa terpesonanya langsung m
"Ada orang pingsan!" teriak petani. Di pagi buta ini petani tua yang sedang mengecek sawah terkejut melihat perempuan hamil tergeletak di jalan kecil. Para petani lain langsung berkumpul melihat yang ditemukan oleh petani pertama. "Apa dia masih hidup?" tanyanya hendak dicek tapi ditahan. "Tunggu, kalau kita cek terus dia mati apa kita akan dituduh sebagai pelakunya?" tanyanya was-was. Pemahaman orang desa masih sangat sedikit tentang hukum. Mereka takut melakukan tindakan. "Kau ini, bagaimana kalau dia hanya pingsan? Lalu kita telat memberikan pertolongan. Apa jadinya?" kata petani pertama lalu mengecek nadi Mila. "Jadi kuntilanak, yang akan bergentayangan," celetuknya. "Kau ini, syukurlah dia masih hidup. Ayo bantu aku mengkatnya," titahnya. Mereka membawa Mila ke puskesmas terdekat agar Mila mendapatkan perawatan. Wanita hamil ini tubuhnya sudah sangat dingin. "Tunggu, bukan kah ini cucu mantu Kakek Pramono," ujar salah satu perawat. Dia ingat sekali wajah Mila, karena b
Malam ini Agil tidak bisa tidur, dia memikirkan istri dan calon bayinya. Mereka pasti sangat ketakutan."Agil, sudah malam harusnya kamu tidur," kata Sari.Sari memanfaatkan moment hilangnya Mila untuk melayani Agil. Meskipun, dia selalu menolak makan dan minum apa yang dia sediakan.Agil tidak bisa makan, sedangkan istrinya di luar sana tidak tahu sudah makan atau belum."Mas, makan ya. Nanti kalau sakit malah tidak bisa cari Nona Mila," Tono menasihati Agil. "Benar kata Tono, aku siapkan makan ya," ujar Sari.Meskipun tidak ada respon Dari Agil dia tetap menyiapkan makanan. Agil memilih pergi ke kamarnya memikirkan cara mencari sang istri.Agil menoleh ke arah pintu saat terdengar suara ketukan pelan lalu terbuka."Agil, aku bawa teh hangat untumu. Minum ya," Sari menaruh cangkir berisikan teh hangat."Sari, lebih baik kamu keluar kamar. Tidak baik berduaan di kamar," titah Agil."Baiklah, tapi setelah kamu meminum teh buatanku," ujarnya.Agil mengangguk, tapi anggukan Agil tidak
"Siapa kalian?" tanya Mila dengan ketus saat melihat dua orang laki-laki bertubuh kekar dengan wajah seram."Tak perlu tahu, menurut saja jika kau ingin selamat," jawabnya dengan mengepulkan rokok.Mila mendengus, "Kalian mau apa? Uang?" tanya Mila enteng. Dia berusaha untuk tenang dan tidak takut, agar mereka tidak mudah diancam.Orang-orang itu mengerutkan keningnya, kali ini mendapatkan tawanan yang unik. Dia bukanya takut justru menawarkan uang kepadanya."Berapa uang yang diberikan tuanmu itu, aku bayar dua kali lipat," tawar Mila dengan ringan. Dia berpikir orang yang mencuri uang itu hanya memberikan uang beberapa juta saja. Karena orang desa tidak akan memberikan tawaran yang besar."Jangan sesumbar, kau ini hanya orang kaya miskin. Bagaimana mau membayar kita," jawabnya ringan juga mengimbangi omongan Mila.Mereka ingat tuannya mengatakan jika Mila itu adalah orang kaya miskin. Dan juga pekerjaannya sebagai wanita penghibur.Sehingga mereka boleh melakukan apa-apa termasuk
Delvin pulang dengan keadaan mabuk, ia mengoceh sembarangan di depan rumahnya. Sarah yang mengetahui keadaan anaknya langsung menghampiri sebelum suaminya mengetahui dan mengusirnya dari rumah. “Delvin, apa yang kau lakukan?” ucap Sarah. Ia meminta satpam memapah Delvin sampai ke dalam kamarnya. Setelah itu Sarah mengganti semua pakaian anak laki-lakinya yang masih terus mengoceh. “Itu semua gara-gara si tua bangka!” makinya. Dia terus mengomel kalau ayah tirinya itu terus memarahinya, jelas semua ini bukan kesalahannya. Melainkan anak buahnya yang tidak becus dalam bekerja. “Diam Delvin, cepatlah sadar atau kau akan menyesalinya besok,” kata mamanya sembari menyelimuti Delvin. Sarah sangat kecewa dengan anaknya itu yang tidak bisa menggunakan kesempatan yang sudah ia berikan. Menjelang pagi, Delvin mulai sadar. Ia menepuk pelipisnya yang terasa pusing. Kepalanya masih berat karena efek dari alkohol yang di tegaknya terlalu banyak. Pemuda itu bergegas mandi, sebelum telat masuk
“Pak, ini laporan perusahaan bulan ini,” Riska memberikan laporan perusahaan setelah di pegang oleh Delvin.“Terima kasih, kamu boleh keluar,” ucapnya sembari menerima berkas dari Riska.Riska menundukan kepala, lalu meninggalkan ruangan Danu.Danu sudah lama tidak mengecek perusahaan setelah di percayakan kepada Delvin. Sama halnya dulu waktu masih dipegang oleh Mila. Danu menelpon Riska agar Delvin datang ke ruangannya sekarang juga. Tapi, sangat mengejutkan Delvin belum ada di kantor padahal jam sudah siang.Riska mengatakan jika tidak ada yang jadwal bertemu klien hari ini. Akhirnya Danu memanggil Riska kembali ke ruangannya.“Riska di mana Delvin?” tanya Danu, seingat dia Delvin berangkat pagi sekali.“Saya tidak tahu Pak, tapi hampir setiap hari Pak Delvin datang telat. Bahkan sering tidak di kantor. Meeting seting digagalkan,” ucapnya.Delvin sering membatalkan meeting ketika dia tidak mood, dia menjalankan perushaan seenaknya.Danu menanyakan penjualan beberapa bulan terakhir
"Villa ini sangat bagus, ya," kata Mila sembari melihat pemandangan sore di sekeliling Villa."Kamu suka?" Agil menaruh cangkir berisikan teh hangat di samping Mila.Mila mengangguk, siapa yang tidak suka dengan Villa bagus? Pemandangan yang indah dan strategis. Pasti akan menguntungkan jika dijadikan bisnis."Tentu saja aku sangat suka dengan tempat sebagus ini," katanya sembari menoleh sebentar ke arah Agil. Agil menyesap teh hangatnya. "Kalau suka aku kasih kamu," kata Agil enteng.Mila tertawa mendengar ucapan Agil, dia menganggap Agil bercanda. Dari mana Agil memiliki uang untuk membeli Villa semahal itu?Kamu kenapa tertawa?" Agil menaruh cangkirnya. Dia memiringkan kakinya untuk menghadap ke arah Mila."Tidak apa," ucapnya sembari menggelengkan kepala."Kamu tidak percaya?" Ujar Agil.Mila mengusap punggung tangan Agil, "Diajak jalan-jalan ke sini saja aku sudah senang. Jadi kamu tidak perlu memberikan ini." Mila sadar diri, dia tidak mau memaksakan Agil memberikan barang-ba