Home / Romansa / Menikahi Penguasa / Bab 6: Keysha dan Bayang-Bayangnya

Share

Bab 6: Keysha dan Bayang-Bayangnya

Author: Jerry
last update Last Updated: 2025-07-14 18:17:38

Malam harinya di balkon rumah Arka.

Malam turun dengan lembut, membawa angin sejuk yang menari-nari di antara tirai balkon kamar utama. Di sanalah Keysha berdiri, bersandar pada pagar besi tempa, menatap lampu-lampu kota dari kejauhan. Pikirannya masih berkecamuk—tentang Bryan, tentang Arka, dan tentu saja tentang Alena.

Sejak melihat nama Bryan di map kerja Arka, sesuatu di dalam dirinya berubah. Luka lama terbuka. Ia ingat malam terakhir bersama Alena, malam sebelum kakaknya menghilang. Wajah kakaknya terlihat pucat saat itu. Tapi Keysha mengira itu hanya karena sedang gugup menjelang pernikahan. Siapa sangka... di balik semua itu, ada rencana besar untuk kabur.

Langkah kaki terdengar dari belakang. Arka mendekat, mengenakan piyama tipis yang memperlihatkan sedikit lekukan tubuhnya yang sempurna, dengan segala otot yang menghiasi badannya dan sembari memegang dua cangkir teh. Ia menyodorkan salah satunya ke arah Keysha.

“Masih belum tidur?”

Keysha mengambil cangkir itu dan mengangguk.

"Aku sedang memikirkan banyak hal.”

“ Tentang kakakmu, Alena?”

Keysha menoleh, menatapnya dalam. “Bukan hanya dia. Tapi juga kamu. Dan aku sendiri.”

Arka menyesap tehnya. “Kita semua terjebak dalam labirin yang dibuat oleh Alena. Kamu karena terpaksa menggantikan posisinya. Aku karena cinta yang salah arah. Dan sekarang… kita saling menatap, tapi tak saling tahu.”

Keysha menghela napas. “Aku mulai bertanya-tanya… siapa sebenarnya kakakku. Dia selalu terlihat sempurna. Cerdas, cantik, punya masa depan yang cerah. Tapi kalau dia benar-benar mencintai Bryan, kenapa dia berpura-pura mencintaimu selama ini?”

Arka menatap langit malam. “Mungkin karena tekanan. Atau karena dia ingin segalanya dari ku. Uang dan cinta. Tapi pada akhirnya, dia memilih pergi dengan yang benar-benar membuatnya hidup.”

“Dan kamu masih terus berusaha mencarinya, kan?”

Arka tak langsung menjawab. “Aku hanya ingin jawaban. Itu saja. Aku ingin tahu kenapa aku tidak cukup baginya.”

Keysha bisa merasakan pedih itu. Bukan karena Arka masih membahas Alena, tapi karena ia tahu, ia berada di tengah antara dua sisi yang sama-sama hancur.

“Aku bukan dia, Arka.”

Arka menoleh. “Aku tahu. Kamu bahkan lebih jujur darinya.”

Keysha tersenyum tipis. “Tapi tetap saja, setiap kali kamu melihatku, kamu teringat padanya, bukan?”

Arka terdiam. Lalu perlahan, ia berkata, “Iya. Tapi kamu tahu apa yang aneh?”

Keysha mengangkat alis. “Apa?”

“Akhir-akhir ini… saat aku melihatmu lebih lama… aku mulai lupa wajahnya.”

Hening. Angin berhenti. Jantung Keysha berdetak lebih cepat. Kalimat itu… sederhana, tapi berhasil menyentuh titik rapuhnya.

“Arka… jangan beri aku harapan kalau kamu belum siap. Aku tidak ingin menjadi pelarianmu.”

Arka mendekat. Ia berdiri sangat dekat, hampir menyentuh.

“Aku tidak tahu apa ini. Tapi aku tahu satu hal. Saat kamu ada di dekatku… aku tidak merasa sendirian lagi.”

Keysha menatap matanya. Lama. Dan untuk pertama kalinya, tanpa sadar, ia memejamkan mata. Tak ada ciuman. Tak ada pelukan. Tapi di antara mereka, malam itu… sesuatu telah berubah.

------

Hari berikutnya di sebuah taman kota.

Keysha duduk di bangku taman, mengenakan topi dan kacamata hitam. Ia menunggu. Arka memberinya alamat dan menyuruhnya datang sendiri. “Percayalah,” katanya tadi pagi. Tapi sejauh ini, hanya kecemasan yang datang.

Beberapa menit kemudian, seorang pria muda dengan jas hitam mendekat dan duduk di sampingnya.

“Keysha, ya?”

Keysha menoleh. “Iya. Kamu Bryan?”

Pria itu tersenyum. Tapi senyumnya tidak sehangat yang Keysha harapkan. “Aku tidak menyangka kamu akan menemui aku.”

“Aku juga tidak menyangka kamu masih bisa tersenyum setelah menghancurkan pernikahan kakakku.”

Bryan menunduk. “Aku dan Alena tidak berniat menghancurkan siapa pun. Kami hanya ingin hidup sesuai pilihan kami.”

“Pilihan yang kamu buat telah meninggalkan luka di hati banyak orang.”

Bryan menghela napas. “Aku tahu. Tapi Alena tidak bahagia dengan pernikahan itu. Dia dipaksa. Bahkan oleh keluargamu sendiri.”

Keysha menegang. “Apa maksudmu?”

Bryan menatapnya. “Pernahkah kamu benar-benar melihat kakakmu? Di balik senyumnya, dia menangis. Dia menyembunyikan banyak hal. Termasuk tentang tekanan dari ibumu sendiri agar dia menikah dengan Arka.”

Keysha menggeleng. “Aku tidak percaya. Mama sangat menyayangi kami.”

“Sampai memaksa anaknya menikah demi kerja sama bisnis?” Bryan mengangkat alis.

Keysha menunduk. Ia tak bisa membantah. Bahkan dirinya pun tak luput dari paksaan itu.

“Lalu kenapa kamu tidak datang dan bicara baik-baik?”

“Karena kami tahu, tidak akan ada yang mendengarkan. Jadi, Kami pikir semuanya akan berlalu dan kembali seperti semula. Tapi ternyata… tidak.”

Keysha menatapnya dalam. “Dimana Alena sekarang?”

Bryan terdiam. Lama. Lalu ia berkata, “Aku tidak bisa mengatakan nya. Tapi aku bisa janji satu hal—dia hidup, dan dia menyesal telah melibatkanmu di dalam pernikahan terpaksa itu.”

Air mata Keysha menggenang. “Dia meninggalkanku tanpa penjelasan. Membuatku terpaksa harus menggantikan dia di pelaminan. Apa dia tahu rasanya?”

Bryan memalingkan wajah. “Dia tahu. Dan dia juga menderita karena itu. Tapi dia tidak berani kembali. Karena dia tahu, semua orang kecewa padanya.”

“Termasuk Arka.”

Lagi-lagi terjadi keheningan di antara mereka. Burung-burung berkicau di kejauhan.

“Kalau kamu benar-benar mencintai kakakku, kenapa kamu biarkan dia menderita sendirian?”

Bryan menunduk. “Karena aku hanya seorang pengecut.”

Keysha berdiri. “Aku akan mengatakan ini semua pada Arka. Dia pantas tahu kebenarannya, bagaimana pun juga, dia adalah korban dari perbuatan kalian berdua.”

Bryan bangkit juga. “Katakan saja semua padanya. Tapi jangan pernah benci Alena. Dia sangat menyayangi mu sebagai adiknya. Dia hanya... terlalu takut untuk jujur.”

Dan saat Keysha berjalan pergi, dadanya berat. Tapi langkahnya mantap. Untuk pertama kalinya, ia membawa sesuatu yang nyata untuk dikatakan kepada Arka.

Bukan cinta dari Alena.

Tapi sebuah kebenaran.

---------------

[ Bersambung.......]

"See you in the next chapter"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Penguasa   Bab 14: Luka yang Tak Pernah Pergi

    Pagi ini, langit tampak redup, seolah bersiap menjadi saksi dari pertemuan yang tidak pernah ingin dijalani. Arka menyetir dalam diam, wajahnya fokus tapi tegang. Di sampingnya, Keysha menatap ke luar jendela, memikirkan banyak hal—terutama tentang seseorang yang tak disangka kembali mengusik hidup mereka: Bryan.“Arka… kamu yakin mau ketemu sama dia?” tanya Keysha hati-hati.Arka mengangguk pelan. “Kita tidak bisa biarkan dia terus bermain di belakang. Aku harus tahu apa maunya. Kamu nggak harus ikut kalau nggak mau.”Keysha menggeleng. “Aku mau ikut. Dia pernah bersikap baik padaku… aku ingin tahu siapa dia sebenarnya, dan apa maunya Sampai harus mengirim pesan seperti itu.”Mereka berhenti di kafe kecil, tempat yang dipilih Bryan. Tempat itu tenang, hampir tak ada pengunjung lain. Begitu melangkah masuk, mereka langsung melihat Bryan yang sudah duduk di pojok ruangan, menyesap espresso sambil menatap ke arah luar jendela.Keysha menarik napas. Ia ingat pertemuan pertama mereka—Brya

  • Menikahi Penguasa   Bab 13: Pesan Tak Dikenal

    Keysha seketika mematung di depan meja, menatap layar ponselnya tanpa berkedip.Pesan itu masih tertera dengan jelas: “Jangan terlalu percaya pada cinta yang datang setelah luka. Karena tak semua luka mudah untuk sembuh sepenuhnya.”Jari-jarinya menggenggam ponsel lebih erat. Sekilas ia menoleh ke jendela—seolah berharap itu hanya angin iseng yang melemparkan ketakutan. Tapi tidak. Ini nyata. Dan seseorang mengirim pesan itu untuknya, dengan maksud tertentu.Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mungkin itu hanya pesan anonim, atau pesan salah kirim. Mungkin hanya orang iseng. Tapi mengapa terasa begitu pribadi? Seolah si pengirim tahu apa yang sedang ia dan Arka jalani. Bahkan tahu luka apa yang sedang mereka coba sembuhkan.Keysha menelan ludah, lalu mengetik balasan.“Siapa kamu?”Belum sampai satu menit, muncul lagi pesan balasan.“Seseorang yang tahu siapa cinta pertama Arka. Dan tahu luka apa yang masih dia sembunyikan.”Keysha terdiam.Degup jantungnya mulai kacau. Tangannya

  • Menikahi Penguasa   Bab 12: Malam, Sebelum Segalanya Berubah

    Suasana kamar terasa begitu hening, hanya suara pendingin ruangan dan detak jarum jam di dinding yang terdengar. Keysha duduk di sisi tempat tidur, mengenakan piyama berbahan katun lembut berwarna biru pucat. Ia menatap cermin kecil di hadapannya sambil menyisir rambut perlahan. Di balik pantulan kaca, ia bisa melihat Arka berdiri di ambang pintu kamar, memandangi dirinya tanpa kata.“Aku belum bisa tidur,” kata Keysha pelan.Arka melangkah masuk, menyandarkan tubuhnya ke dinding di dekat meja rias. “Aku juga.”Hening sejenak. Hanya tatapan mereka yang saling bertaut. Tak ada lagi pembicaraan tentang Alena malam ini, tak ada luka lama yang dibongkar kembali. Tapi ada sesuatu yang berubah di antara mereka—entah lebih dekat atau lebih rapuh, mereka berdua belum tahu pasti.“Kamu masih memikirkan apa yang dikatakan Alena?” tanya Keysha hati-hati, menatap bayangannya sendiri di cermin.Arka berjalan pelan, duduk di ujung ranjang. “Sedikit. Tapi bukan tentang dia. Aku lebih memikirkan soal

  • Menikahi Penguasa   Bab 11: Kebenaran yang Melegakan

    Langit sore tampak kelabu, ketika Arka tiba di kafe tempat yang sudah dijanjikan dengan Alena. Tempat itu terlalu penuh kenangan—dulu mereka sering duduk di meja paling ujung, dekat jendela besar yang menghadap ke jalan. Tapi hari ini, kenangan itu bukan lagi alasan untuk tinggal—melainkan untuk ditutup selama nya.Arka duduk lebih dulu. Tak lama, Alena datang. Rambutnya diikat sederhana, wajahnya pucat namun tenang."Terima kasih sudah mau datang, Arka," ucap Alena, dengan suara pelan.Arka mengangguk singkat. "Langsung ke intinya saja, kamu bilang ada yang ingin dijelaskan."Alena duduk, tangannya gemetar saat menyentuh cangkir di depannya. Hening beberapa detik sebelum ia berbicara."Kamu marah padaku, dan kamu punya hak penuh untuk melakukan itu," katanya pelan. "Tapi aku ingin kamu tahu... aku tidak meninggalkanmu karena aku tidak mencintaimu."Arka menahan napas. Matanya tajam menatap Alena. "Lalu kenapa kamu tinggalkan aku di hari pernikahan kita? Tanpa penjelasan, tanpa pesan.

  • Menikahi Penguasa   Bab 10: Janji di Ujung Keraguan

    Keysha seketika terdiam. Kata-kata Arka menggantung di udara seperti kabut pekat yang sulit ditembus. Malam yang semula terasa begitu hangat seketika berubah menjadi dingin. Hujan di luar masih turun, tapi kini, yang lebih deras justru suara degup jantungnya sendiri."Alena... mengirim pesan padamu? tapi kenapa?" suaranya nyaris tak terdengar.Arka meletakkan ponsel nya di atas meja. "Baru saja. Aku juga sangat terkejut.""Apa... kamu sudah membaca semua pesannya?" Keysha menelan ludah.Arka mengangguk dengan pelan. "Hanya sebagian."Keysha menatap Arka, mencoba membaca ekspresi wajahnya, mencari sisa-sisa rindu atau luka yang mungkin masih tertinggal."Apa kamu masih terganggu dengan kehadirannya?"Arka menghela napas. "Aku tidak tahu, Keysha. Ini bukan karena aku masih menyimpan rasa pada Alena. Tapi karena aku tidak menyangka dia akan muncul... saat aku baru saja mulai merapikan hidupku lagi, bersamamu."Keysha menunduk, jari-jarinya memainkan ujung bantal di sampingnya. "Apa dia

  • Menikahi Penguasa   Bab 9: Bukan Sekedar Pelarian

    Aroma kopi menyebar perlahan dari dapur yang biasanya sunyi. Keysha berdiri di depan mesin pembuat kopi, memakai apron putih dengan rambut yang diikat asal-asalan. Wajahnya masih menampakkan bekas kantuk, tapi juga ketenangan baru setelah melalui malam yang menguras emosi. Matanya memandangi tetesan kopi yang jatuh perlahan, sembari memikirkan ulang semua percakapan semalam.Arka masuk ke dapur tanpa suara, mengenakan kaus abu-abu polos dan celana panjang. Tak seperti sosok CEO dingin dengan setelan hitam seperti biasa. Kali ini, ia tampak seperti pria biasa—yang mungkin sedang belajar menjadi suami.“Pagi,” ucapnya lirih.Keysha menoleh sambil menyodorkan secangkir kopi. “Pagi. Kamu suka kopi hitam kan?”Arka mengangguk dan duduk di kursi bar dapur. “Iya. Tapi biasanya pahit.”Keysha menyeringai kecil. “Kadang, rasa pahit justru bikin kita sadar kalau yang manis itu bukan segalanya.”Mereka tertawa kecil. Hening setelahnya terasa berbeda. Tidak canggung, tapi nyaman. Seperti dua oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status