Home / Rumah Tangga / Menikahi Pria Lumpuh / 6. Pernikahan Kontrak

Share

6. Pernikahan Kontrak

Author: Kareniavorg
last update Last Updated: 2024-01-24 09:00:34

Uang itu memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.

Kebahagiaan memang tidak bisa dibeli oleh uang, tapi jika tidak punya uang, maka kamu tidak bisa apa-apa.

Itulah mengapa aku benci dengan fakta bahwa hidup jangan bergantung pada uang.

-Gea Athena

***

"Gimana cara mandinya?" tanya Thena polos

Untuk sejenak, Surti mengerjapkan matanya beberapa kali, merasa sedikit terpana dengan pertanyaan Thena.

"O-Oh... mandinya? I-Ini pake ini," ucap Surti seraya menunjuk ke arah shower. "Puter kerannya yang ini, nanti airnya bakalan keluar." lanjutnya.

"Terus, itu yang kayak bak mandi itu buat apa? apa gak bisa diisi terus mandinya pake gayung?"

"Aduh gusti," seru Surti menepuk keningnya tak habis pikir. "Padahal penampilan Nona teh udah kayak Walanda, tapi kenapa harus hidup susah. Bener kata pak Mandor, selama ini Nona teh hidupnya salah tempat."

Thena tidak menjawab. Ia memilih beranjak masuk ke dalam Shower Enclosure, lalu melirik ke arah Surti, seolah-olah mengatakan 'Aku ingin mandi, tidak bisakah kamu keluar dulu.'

Ditatap seperti itu membuat Surti jadi gugup, ia tidak bodoh untuk sekadar menyadari arti tatapan dari Thena.

"Sepertinya Nona udah mau mandi. Kalo gitu saya permisi dulu, nanti saya siapkan bajunya di atas kasur. Kalo ada perlu apa-apa, Nona tinggal panggil saya– saya nunggu di luar kamar 24 jam nonstop," ujarnya lalu bergegas melenggang pergi keluar dari kamar mandi, dan menutup pintunya rapat-rapat.

Sementara itu, di dalam kamar mandi, Thena tidak benar-benar membersihkan dirinya. Tubuhnya luruh ke lantai, terduduk lemas, sementara air shower itu terus mengguyurnya sampai basah kuyup.

"Emak... Abah... Thena harus gimana? Thena harus lari ke mana lagi?" lirihnya dengan terisak pedih.

Tangisnya pecah. Terdengar begitu pilu.

Thena memeluk erat kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dengan punggung yang gemetar, Thena terus menangis dan terus menyebut nama kedua orangtuanya, juga Tuhan.

Ia berharap kalau dirinya bisa diselamatkan dari nasib buruk ini.

"Nona... kenapa lama sekali mandinya? Nona harus ketemu tuan Briant beberapa menit lagi. Tuan Briant bisa marah besar kalo Nona datang terlambat," kata Surti seraya mengetuk pintu kamar mandi.

Seketika, Thena buru-buru menghentikan tangisnya. Ia menyeka air matanya, dan berdeham sejenak untuk menetralkan suaranya.

"Iya, bi... tunggu sebentar," sahutnya dengan berteriak.

Secepat kilat, ia langsung melepaskan semua pakaiannya dan bergegas membersihkan dirinya.

***

Thena benar-benar seperti seorang dewi. Dia begitu cantik luar biasa dalam balutan gaun panjang sederhana yang berbahan sifon.

Rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan itu sengaja digerai oleh Surti, ditambah dengan polesan makeup tipis, membuat kecantikan Thena semakin terpancar hebat.

"Tangan Nona kenapa kasar?" tanya Surti saat memberikan hand cream di tangan Thena.

"Aku jadi buruh cuci, bi."

"Sayang banget. Padahal kulit Nona teh putih pisan, kayak susu. Kenapa mau-mau aja kerja kasar kayak gitu?"

"Karena kalo aku gak kerja nyuci, aku gak bisa makan, bi."

Seketika, suasana pun menjadi canggung. Surti berdeham beberapa kali, lalu mengerling melirik ke arah jam dinding yang hampir menunjukkan pukul 7 malam.

"Ih! Kita bisa terlambat, ayo Nona, bergegas pergi ke lantai dua, biar saya antar."

Dengan terburu-buru, Surti meraih tangan Thena, dan bergegas mengajaknya pergi ke luar kamar dengan sedikit berlari.

Di railing lantai dua, Ismail sudah beberapa kali mengintip, lalu menggerakkan tangannya meminta agar Surti dan Thena untuk bergerak cepat.

"Tuan sudah menunggu dari tadi, kenapa lama sekali?" desis Ismail marah.

"I-Itu, maaf pak-"

"Sudahlah Surti. Aku gak punya banyak waktu," tukas Ismail menyela ucapan Surti, lalu kemudian ia melirik ke arah Thena. "Ayo, ikut saya, Nona Thena." Lanjutnya.

Bergegas, Thena mengikuti Ismail dari belakang untuk masuk ke dalam kamar Briant, sementara Surti menunggu di luar.

"Tuan... Nona Thena sudah ada di sini," ucap Ismail mengabarkan kedatangan Thena pada Briant dengan bahasa isyarat.

Thena hanya diam lalu mengusap dadanya tidak nyaman karena irama jantungnya yang berdentum-dentum.

Di Sana, Ismail terlihat berbicara dengan pria lumpuh yang Thena yakini adalah Briant.

(Bawa dia ke hadapanku, Ismail), perintahnya.

Ismail mengangguk kecil lalu melirik ke arah Thena, dan melambaikan tangannya meminta Thena untuk mendekat.

Sesaat, Thena hampir mengeluarkan suara terkejutnya. Thena pikir, kecacatan yang dialami oleh Briant tidak separah ini, tapi-

"Aku pernah bilang pada Nona tentang kondisi tuan Briant, kan? Jadi tolong, bicaralah dengan tuanku menggunakan bahasa isyarat supaya tuanku mengerti," papar Ismail yang justru terdengar seperti sebuah perintah dari pada sebuah permintaan.

"Tapi, Pak Mandor... saya gak bisa bahasa isyarat," kata Thena penuh rasa penyesalan.

"Pelajari, secepatnya."

"Kalo saya tidak bisa belajar, gimana pak?" tanya Thena lagi.

"Ada buku panduan di ruang perpustakaan. Nanti baca itu semua sampai hafal," perintah Ismail dengan nada suara tajam dan dingin.

Thena menundukkan kepalanya, merasa malu sekaligus takut dengan reaksi Ismail yang semarah itu padanya.

"Tapi, pak mandor... kemampuan membaca saya itu banyak keterbatasan. Gimana kalo saya minta kertas dan pena saja?"

Mendengar itu, membuat Ismail berdecak sebal lalu dengan berat hati ia pun mengambil sebuah note dan pena dari dalam nakas milik Briant.

"Ini, tulis segera. Perkenalkan diri kamu ke tuan Briant," perintahnya.

Tanpa menunggu lama, Thena pun menulis beberapa kalimat di dalam kertas note itu, lalu kemudian ia pun menunjukannya pada Briant.

Melihat itu, Briant hanya memejamkan matanya beberapa kali dalam waktu singkat, sebagai tanda bahwa ia mengiyakan tulisan Thena yang isinya benar-benar hanya perkenalan diri.

Setelahnya, Briant terlihat melirik ke arah Ismail dan kembali menggerakkan tangannya, untuk berbicara dengan Ismail menggunakan bahasa isyarat.

(Sudah cukup perkenalan dirinya. Katakan padanya Ismail bahwa siap tidak siap dia harus menjadi Istriku, dan tolong buat dia menandatangani kontrak)

"Baik, tuan," sahut Ismail dengan sopan.Kemudian, Ismail pun melirik ke Arah Thena. "Cukup perkenalan dirinya, Nona Thena. Sekarang tolong berpamitan dan ikut saya sebentar. Adav beberapa hal yang perlu Nona tanda tangani." Lanjutnya.

Dengan pasrah, Thena langsung mengekor dari belakang, ke mana saja pun Ismail pergi, termasuk untuk pergi ke sebuah ruangan luas yang masih menyatu dengan kamar Briant.

"Ini sebuah kontrak pernikahan, silakan dibaca sedikit lalu tandatangani."

"Apa boleh tuan sebutkan intinya saja? kemampuan membaca saya benar-benar sangat terbatas," ungkap Thena untuk yang kedua kalinya.

Sedangkan – Ismail– sang mandor itu hanya bisa menghembuskan napas kasar lalu bergegas mengeluarkan selembar kertas itu ke hadapan Thena, lalu melirik perempuan itu dengan sorot mata kosong.

"Intinya, pernikahannya hanya berlangsung selama tuan Briant masih menginginkan status pernikahan. Artinya cuma tuan Briant yag berhak memutuskan kontraknya, sementara Nona Thena hanya perlu menuruti saja. Dituliskan bahwa pernikahan ini walaupun didasari kontrak, tapi pernikahannya tetap pernikahan asli yang legal dimata hukum dan agama. Jadi,Nona Thena boleh meminta apapun untuk mahar Nona, akan tuan Briant wujudkan. Selanjutnya, walaupun ini pernikahan asli, tapi tuan Briant tidak ingin tidur satu ranjang yang sama. Diharapkan Nona tidur di sofa dan tuan Briant tetap di ranjang," papar Ismail panjang lebar.

Thena bahkan ragu otaknya mampu menampung itu semua.

"Dan juga, ini bukan termasuk yang tertulis di dalam kontrak, tapi ini cuma tambahan dariku– tolong rawat tuan Briant dengan baik."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pria Lumpuh   113. Balas dendam pertama

    Hari Senin pagi, Athena begitu semangat melangkahkan kakinya memasuki lift VIP khusus para eksekutif perusahaan.Hari ini sangat menyenangkan bagi Athena karena ia berangkat bekerja diantar oleh Reza. Pria itu bahkan datang pagi-pagi sekali untuk sekadar menjemput Athena. Bahkan,Reza begitu telaten menyuapi Valerie, membuat Athena merasa benar-benar punya pasangan yang cocok untuk dirinya dan ayah yang baik untuk anaknya."Morning, Bu Aleah. Anda sepertinya sangat ceria hari ini, tidak seperti biasanya." Suara Brian menyapa.Sontak, saat itu Athena menoleh ke belakang, untuk sekadar mendapati Brian yang tersenyum tipis ke arahnya.Ah, sial memang. Saking larutnya dalam rasa senang, Athena bahkan sampai tidak melihat keberadaan Brian.“O-Oh… morning pak Brian,” sahut Athena sedikit terbata. Ia berdeham sejenak sebelum akhirnya ia menetralkan raut wajahnya kembali menjadi terlihat tanpa ekspresi."Diantar oleh suami, bu?" ta

  • Menikahi Pria Lumpuh   112. Kencan pertama

    You Hate When People See You Cry Because You Want To Be That Strong Girl. At The Same Time, Though, You Hate How Nobody Notices How Torn Apart And Broken You Are.(Anonymous)***“Baba, pon unyi.” (Papa, handponenya bunyi.) Suara menggemaskan itu terdengar, disusul dengan langkah kecil Valerie yang datang menghampiri Andreas dengan sebuah ponsel yang digenggam erat oleh tangan mungilnya.Andreas dan Athena yang saat itu sedang duduk di ruang tamu membicarakan soal bisnis pun akhirnya menoleh ke arah Valerie yang berjalan sedikit limbung ke arah mereka.“Oh, iya beneran bunyi. Makasih ya?” Andreas menyahut senang seraya meraih tubuh mungil Valerie untuk duduk dipangkuannya.Ia mengambil ponselnya dan menerima panggilan itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya padangdan matanya tertuju ke arah Athena.“Ada apa?” tanya Athena.Andreas tak langsung menjawab. Ia menutup lubang spiker

  • Menikahi Pria Lumpuh   111. Penerimaan

    "Kak Andre," panggil Athena ragu. Ia bersandar pada daun pintu ruang praktek Andreas di klinik pria itu.“Ada apa?” sahut Andreas bertanya, setelah ia selesai membungkus semua obat-obatan racikannya.“Eng… itu… aku mau tanya… apa dokter Reza… suka ngerayain ulang tahun?” tanya Athena dengan suara yang sedikit terbata-bata.Mendengar itu, Andreas pun seketika mengulum senyumnya dan berbalik menatap Athena dengan kedua alis yang sengaja naikkan sebelah, berniat menggoda Athena.“Apa ini artinya kamu mau memberikan lampu hijau pada penantian Reza selama ini?”Athena menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tiba-tiba saja merasa malu dan canggung kalau harus mengakui niatannya.“Eng.. iya, aku pikir kata-kata kakak juga ada benernya. Mulai dari hari ini aku mau buka hati aku buat dokter Reza. Apa kakak tahu di mana dokter Reza biasanya ngerayain ulang tahun?”

  • Menikahi Pria Lumpuh   110. Quarter life crisis

    “Minum obat anda, tuan.” Suara Ismail menegur Brian yang masih saja keras kepala tak mau meminum obatnya sama sekali.Brian masih tetap memilih terus berbaring lemah di atas tempat tidurnya, sambil terus mendiamkan demam menggorogoti tubuhnya lebih lama lagi.“Berhenti mengoceh, Ismail. Suaramu membuat kepalaku makin sakit,” protes Brian seraya menarik selimutnya sampai menutupi seluruh kepalanya.“Tuan, kan, harus mengurus perusahaan. Belum lagi proyek bersama perusahaan Hilton. Kalau anda masih terbaring lemah seperti ini, bu Aleah Dominique pasti akan marah besar. Anda tahu sendiri bagaimana murkanya beliau seperti apa?"Brian diam. Ia enggan menjawab ucapan Ismail dan memilih tetap memejamkan matanya.Pada akhirnya Ismail hanya bisa menghela napas berat dan mengembalikan botol pil obat anti depresan juga obat demam Brian itu ke dalam laci nakas."Ah, ternyata tuan sudah tak punya semangan hidup. Padahal saya

  • Menikahi Pria Lumpuh   109. Kakak laki-laki

    "Brian Atmaja bercerai," ucap Andreas membaca headline dari berita online yang ia baca di ponselnya. “Ckckck... jaman sekarang berita perceraian orang-orang kaya lebih banyak dimuat di media berita, darpada informasi saham atau apapun yang lebih pending,”lanjutnya berkomentar.Sementara Athena tampak termenung mendengar kabar itu. Entah ia harus bereaksi seperti apa. Sebab, untuk sekadar bergembira pun ia tak mampu. Hatinya sudah terlanjur kosong untuk sekadar memberikan reaksi soal Brian.“Kamu gak mau ketawa gitu?” tanya Andreas seraya menoleh ke arah Athena.Athena menggeleng cepat.“Gak deh makasih. Gak peduli juga hidup mereka berantakan atau apa pun juga, kecuali kalo mereka sengsara karena perbuatanku, barulah aku senang." Sudut bibir Athena berkedut, menyunggungkan senyum miring untuk beberapa saat.Andreas terbahak, lalu mengulurkan tangannya untuk sekadar mengusap gemas puncak kepala Athena.&ldq

  • Menikahi Pria Lumpuh   108. Biarkan aku mengetuk hatimu

    Tak ada banyak yang aku harapkan.Cukup dengan melihatmu setiap pagi menyajikan senyum dan ucapan selamat pagi tiap kali aku bangun tidur pun, aku sudah bahagia.Ah, andai semua harap tentangmu bisa jadi nyata, Aleah.(Reza Zanuardi)***"Atas nama ibu Aleah Dominique?" suara seorang kurir langsung menyapa begitu Athena membuka pintu mansion Andreas.Bukannya langsung menjawab, Athena justru mengerutkan keningnya bingung dengan segala tanya di kepala-Dia tahu alamat ini dari mana? batin Athena.“Ya, saya sendiri. Ada keperluan apa?”tanya Athena akhirnya, alih-alih menanyakan pertanyaan yang sebelumnya sempat terlintas di kepalanya.“Oh, ini ada kiriman bunga dan kotak hadiah untuk ibu Aleah Dominique atas nama pengirim Reza Zanuardi,” jawabnya ringan seraya mengulurkan rangkaian bungan mawar-bunga baby birth dan tulip ungu itu kepada Athena.Sedangkan Athena sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status