"Sudah, sudah. Tolong hentikan tangisanmu itu Nona Thena. Hidup dengan tuanku gak seburuk itu," desis Ismail jengkel. "Nona nangis karena fisik tuan Briant yang cacat, iya? Itu gak usah dipikirin. Nona cuma jadi istri tuan Briant sampe tuan Briant selesai sama tujuannya, toh selama pernikahan juga tuan Briant gak akan nyentuh Nona."
Thena tak menjawab. Ia tetap terisak-isak pedih di atas tempat tidurnya.
"Buat apa menangis seperti itu? Seharusnya malah Nona bahagia karena dengan menikahi tuanku, Nona bakal hidup bagaikan ratu selagi Nona jadi seorang penurut. Nona mau apa? uang banyak? Mobil? baju bagus? Atau sebidang tanah? tuan Briant bisa ngasih itu semua buat Nona kalo Nona mau."
Namun, Thena masih saja diam, membuat Ismail jadi gemas sendiri.
"Seharusnya Nona tahu betul, kalo gak menjawab ucapan orang yang usianya lebih tua itu sama dengan gak sopan," sarkasmenya.
Seketika, Thena pun menghentikan isak tangisnya.
"Maaf, pak mandor," sesalnya. Beberapa kali, ia menyeka air matanya lalu kemudian memberanikan dirinya untuk menatap lurus ke arah Ismail.
Memangnya apa yang harus dikatakan oleh Thena? kecacatan Briant hanyalah salah satu alasan kenapa Thena merasa menderita atas kenyataan bahwa dirinya sudah dijual belikan, karena penderitaan sejatinya adalah berasal dari Bimo.
Pria yang sangat dicintai Thena itu dengan teganya membuang Thena layaknya sampah.
"Kenapa melamun? Masih menyesali segalanya? Masih sedih karena harus menikahi pria cacat?" brondong Ismail.
"Tidak, pak. Bukan begitu, s-saya cuma masih sedikit syok," ungkapnya.
"Terima saja takdirmu, Nona. Coba belapang dada dan lihatlah sekeliling, supaya Nona sadar kalo harusnya Nona bersyukur karena dipilih oleh tuan Briant. Sekarang, silakan tanda tangan di atas materai."
Ismail menyerahkan 4 lembar kertas HVS yang disampul hijau pada Thena. Itu adalah kontrak y pernikahan yang harus Thena tandatangani.
"Baik, pak mandor." Suara Thena menyahut setuju.
Dengan tangan yang gemetar, Thena mengambil pena yang diulurkan oleh Ismail, dan segera membubuhkan tanda tangannya di atas materai yang ditempel di lembar terakhir kontrak itu.
***
"Bangun pagi, mandi, pake baju bagus terus harus merias wajah dan wangi. Setelah itu, harus nganterin sarapan ke kamar tuan Briant dan harus sarapan berdua dalam rangka saling mengenal," papar Surti menjelaskan pelan-pelan tentang rutinitas yang harus dilakukan Thena.
"Tapi, Bi. Gimana mungkin aku makan berdua sama tuan Briant, kalo aku saja belum bercerai?" tanya Thena pada Surti.
Sementara itu, Surti hanya tersenyum tipis. "Pak Mandor bilang kalo urusan perceraian Nona sedang diajukan ke pengadilan. Jadi, Nona Thena gak perlu risau. Nona cuma perlu melakukan rutinitas seperti sebagaimana semestinya," ungkap Surti.
Helaan napas berat itu terdengar dari bibir Thena. Bukan lega, karena Thena sudah kehilangan perasaan lega-nya saat ia dijual ke rumah ini. Setelah dijual, yang Thena rasakan adalah keresahan yang tidak ada ujungnya.
"Baik, bi Surti," sahut Thena patuh.
Surti tersenyum hangat. "Kalo gitu, Nona Thena mandi dulu gih. Sebentar lagi waktu makan siang, jadi Nona harus kelihatan seger dan cantik buat nemenin tuan Briant makan di kamarnya."
Thena tidak ada menjawab. Ia hanya melamun dengan tatapan matanya yang menyorot kosong ke arah jendela kamar yang masih tertutup tirai sekalipun matahari sudah naik ke singgasananya.
Surti yang merasa sadar situasi pun bergegas pamit pada Thena lalu melenggang pergi dari kamar itu meninggalkan Thena dengan lamunannya.
***
Daging sapi yang dulu hanya terwujud dalam bentuk mimpi di siang bolong, kini bisa Thena lihat tersaji di piring yang khusus untuknya.
Thena menatap takjub beef steak di hadapannya lalu mengangkat wajahnya, lalu menatap Ismail dan Briant secara bergantian.
"Ini beneran daging sapi?" tanya Thena dengan suara serak. Kentara sekali kalau dia hampir menangis.
"Iya, Nona Thena, itu olahan daging sapi Wagyu premium. Apa Nona pikir itu daging babi?" tanya Ismail seraya memicingkan matanya.
Thena menggeleng lemah. "Bukan, pak. Saya cuma baru pertama kali bisa lihat daging sapi," ungkap Thena.
Sejenak, Ismail dan Briant mematung. Mereka terlihat saling berpandangan lalu seolah baru saja berkomunikasi lewat pikiran, Ismail tiba-tiba mengangguk pada Briant lalu menatap Thena dengan senyuman.
"Kalo begitu, nanti biar aku katakan pada Surti untuk sering membuat menu dari bahan daging sapi, khusus buat Nona," katanya.
Dengan mata berbinar, Thena menatap Ismail dengan senang. "Beneran pak? Makasih banyak!" serunya ceria.
"Berterimakasihnya pada tuan Briant saja, Nona. Aku ini bukan siapa-siapa. Tuan Briant yang memberikan aku perintah," ungkapnya.
Mendengar itu, secepat kilat Thena meraih bolpoin dan buku note berukuran pas di saku, lalu menuliskan sesuatu di sana. Hanya kalimat 'Terima kasih, tuan.' yang Thena tulis dengan huruf kapital agar terbaca oleh Briant.
Sedangkan Briant, ia hanya menjawab ucapan terima kasih itu dengan gerakan kelopak matanya yang terpejam sejenak.
Melihat interaksi Thena dan Briant, membuat Ismail mengulas senyum tipis lalu kemudian ia pun pamit pergi dan membiarkan Thena dan Briant berduaan saja.
Hening seketika melingkupi keduanya. Briant sibuk menusuk beef steak yang sudah dipotong dadu oleh Ismail itu dengan menggunakan garpu, lalu memadukannya ke dalam mulutnya. Ia terlihat kesusahan mengunyah dengan rahang yang bengkok, sehingga Thena lebih memilih fokus pada Beefsteak di piringnya daripada harus menatap ke arah Briant.
Ia takut Briant tersinggung dengan tatapan matanya.
"Apa Mak sama Abah udah makan? Apa mereka sedih pas denger aku dijual?" gumam Thena pelan, bertanya pada dirinya sendiri.
Ditatapnya Beefsteak yang sudah dipotong dadu oleh Surti itu dengan tatapan nanar, lalu Thena meletakkan garpunya disamping piring.
Selera makannya mendadak hilang.
"Aku makan daging sapi di sini, tapi Mak sama Abah makan apa di rumah? Apa bahkan mereka gak makan lagi hari ini?" suara Thena kembali bermonolog.
Susan dan Abimanyu yang merupakan orang tua kandungnya Thena hanyalah buruh pemetik daun teh. Bayaran yang diberikan pun tidak seberapa dibandingkan dengan perjuangan mereka yang harus rela, ketika telinga mereka jadi setengah tuli karena harus mendengar deru mesin setiap kali mengantarkan hasil petikan daun teh-nya ke pabrik pengolahan.
Kadang gaji hariannya hanya 15-20 ribu saja, tidak cukup untuk bayar kontrakan ataupun makan sehari-hari.
Tak lama kemudian, Thena tersadar dari lamunannya, ketika secarik kertas note digeser ke arahnya.
'Apa kamu menemaniku makan hanya untuk melamun?'
Begitulah kira-kira kalimat yang tertulis di note, terasa menunjukkan emosi marah, ketika dibaca, membuat Thena bergegas menulis permintaan maafnya di kertas note yang sama, lalu mengembalikannya pada Briant.
'Maaf tuan. Tiba-tiba saja kepala saya pusing,' tulis Thena berbohong.
Karena takut Briant marah karena merasa tersinggung dengan sikapnya yang tidak memakan makanannya, Thena pun segera menyuapkan sepotong daging sapi itu ke dalam mulutnya dan segera menikmati makanannya dengan tenang.
Hari Senin pagi, Athena begitu semangat melangkahkan kakinya memasuki lift VIP khusus para eksekutif perusahaan.Hari ini sangat menyenangkan bagi Athena karena ia berangkat bekerja diantar oleh Reza. Pria itu bahkan datang pagi-pagi sekali untuk sekadar menjemput Athena. Bahkan,Reza begitu telaten menyuapi Valerie, membuat Athena merasa benar-benar punya pasangan yang cocok untuk dirinya dan ayah yang baik untuk anaknya."Morning, Bu Aleah. Anda sepertinya sangat ceria hari ini, tidak seperti biasanya." Suara Brian menyapa.Sontak, saat itu Athena menoleh ke belakang, untuk sekadar mendapati Brian yang tersenyum tipis ke arahnya.Ah, sial memang. Saking larutnya dalam rasa senang, Athena bahkan sampai tidak melihat keberadaan Brian.“O-Oh… morning pak Brian,” sahut Athena sedikit terbata. Ia berdeham sejenak sebelum akhirnya ia menetralkan raut wajahnya kembali menjadi terlihat tanpa ekspresi."Diantar oleh suami, bu?" ta
You Hate When People See You Cry Because You Want To Be That Strong Girl. At The Same Time, Though, You Hate How Nobody Notices How Torn Apart And Broken You Are.(Anonymous)***“Baba, pon unyi.” (Papa, handponenya bunyi.) Suara menggemaskan itu terdengar, disusul dengan langkah kecil Valerie yang datang menghampiri Andreas dengan sebuah ponsel yang digenggam erat oleh tangan mungilnya.Andreas dan Athena yang saat itu sedang duduk di ruang tamu membicarakan soal bisnis pun akhirnya menoleh ke arah Valerie yang berjalan sedikit limbung ke arah mereka.“Oh, iya beneran bunyi. Makasih ya?” Andreas menyahut senang seraya meraih tubuh mungil Valerie untuk duduk dipangkuannya.Ia mengambil ponselnya dan menerima panggilan itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya padangdan matanya tertuju ke arah Athena.“Ada apa?” tanya Athena.Andreas tak langsung menjawab. Ia menutup lubang spiker
"Kak Andre," panggil Athena ragu. Ia bersandar pada daun pintu ruang praktek Andreas di klinik pria itu.“Ada apa?” sahut Andreas bertanya, setelah ia selesai membungkus semua obat-obatan racikannya.“Eng… itu… aku mau tanya… apa dokter Reza… suka ngerayain ulang tahun?” tanya Athena dengan suara yang sedikit terbata-bata.Mendengar itu, Andreas pun seketika mengulum senyumnya dan berbalik menatap Athena dengan kedua alis yang sengaja naikkan sebelah, berniat menggoda Athena.“Apa ini artinya kamu mau memberikan lampu hijau pada penantian Reza selama ini?”Athena menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tiba-tiba saja merasa malu dan canggung kalau harus mengakui niatannya.“Eng.. iya, aku pikir kata-kata kakak juga ada benernya. Mulai dari hari ini aku mau buka hati aku buat dokter Reza. Apa kakak tahu di mana dokter Reza biasanya ngerayain ulang tahun?”
“Minum obat anda, tuan.” Suara Ismail menegur Brian yang masih saja keras kepala tak mau meminum obatnya sama sekali.Brian masih tetap memilih terus berbaring lemah di atas tempat tidurnya, sambil terus mendiamkan demam menggorogoti tubuhnya lebih lama lagi.“Berhenti mengoceh, Ismail. Suaramu membuat kepalaku makin sakit,” protes Brian seraya menarik selimutnya sampai menutupi seluruh kepalanya.“Tuan, kan, harus mengurus perusahaan. Belum lagi proyek bersama perusahaan Hilton. Kalau anda masih terbaring lemah seperti ini, bu Aleah Dominique pasti akan marah besar. Anda tahu sendiri bagaimana murkanya beliau seperti apa?"Brian diam. Ia enggan menjawab ucapan Ismail dan memilih tetap memejamkan matanya.Pada akhirnya Ismail hanya bisa menghela napas berat dan mengembalikan botol pil obat anti depresan juga obat demam Brian itu ke dalam laci nakas."Ah, ternyata tuan sudah tak punya semangan hidup. Padahal saya
"Brian Atmaja bercerai," ucap Andreas membaca headline dari berita online yang ia baca di ponselnya. “Ckckck... jaman sekarang berita perceraian orang-orang kaya lebih banyak dimuat di media berita, darpada informasi saham atau apapun yang lebih pending,”lanjutnya berkomentar.Sementara Athena tampak termenung mendengar kabar itu. Entah ia harus bereaksi seperti apa. Sebab, untuk sekadar bergembira pun ia tak mampu. Hatinya sudah terlanjur kosong untuk sekadar memberikan reaksi soal Brian.“Kamu gak mau ketawa gitu?” tanya Andreas seraya menoleh ke arah Athena.Athena menggeleng cepat.“Gak deh makasih. Gak peduli juga hidup mereka berantakan atau apa pun juga, kecuali kalo mereka sengsara karena perbuatanku, barulah aku senang." Sudut bibir Athena berkedut, menyunggungkan senyum miring untuk beberapa saat.Andreas terbahak, lalu mengulurkan tangannya untuk sekadar mengusap gemas puncak kepala Athena.&ldq
Tak ada banyak yang aku harapkan.Cukup dengan melihatmu setiap pagi menyajikan senyum dan ucapan selamat pagi tiap kali aku bangun tidur pun, aku sudah bahagia.Ah, andai semua harap tentangmu bisa jadi nyata, Aleah.(Reza Zanuardi)***"Atas nama ibu Aleah Dominique?" suara seorang kurir langsung menyapa begitu Athena membuka pintu mansion Andreas.Bukannya langsung menjawab, Athena justru mengerutkan keningnya bingung dengan segala tanya di kepala-Dia tahu alamat ini dari mana? batin Athena.“Ya, saya sendiri. Ada keperluan apa?”tanya Athena akhirnya, alih-alih menanyakan pertanyaan yang sebelumnya sempat terlintas di kepalanya.“Oh, ini ada kiriman bunga dan kotak hadiah untuk ibu Aleah Dominique atas nama pengirim Reza Zanuardi,” jawabnya ringan seraya mengulurkan rangkaian bungan mawar-bunga baby birth dan tulip ungu itu kepada Athena.Sedangkan Athena sudah