Share

Chapter 04 | Keanehan Lauren

Azriya baru saja pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Beruntung masih ada penjaga yang membukakan pagar untuknya. Kemudian ia lantas masuk ke dalam mansion mewah tersebut. Saat hendak menuju kamar, lagi-lagi dirinya melihat sosok yang berjalan cepat ke arah pintu dan langsung keluar begitu saja.

Azriya langsung bersemedi di balik vas bunga besar yang berada pojok tangga. Untungnya semua lampu utama sudah padam.

"Siapa, sih?" gumamnya.

Sepersekian detik kemudian nampak seorang maid berjalan sendirian di kegelapan mansion itu, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Azriya untuk menanyakan sesuatu kepada maid tersebut.

"Nona ... maaf, saya kaget. Saya pikir siapa," ucap maid tersebut saat Azriya tiba-tiba muncul di depannya.

"Maaf, ya," jawabnya dengan cengiran polos.

"Tidak apa-apa, Nona. Oh, iya, pasti Nona baru saja pulang 'kan? Mau saya siapkan makanan?"

"Nggak usah. Aku cuma mau tanya, kamu tadi lihat nggak ada orang keluar?"

Maid tersebut diam beberapa saat, mungkin saja ia tengah berpikir sesuatu. Pasalnya Azriya juga tidak dapat melihat ekspresi wanita muda di depannya tersebut.

"Oh, maksudnya yang baru saja keluar, Nona? Itu Nyonya Besar."

"Nyonya Besar?" tanya Azriya.

"Iya, Nona. Nyonya Lauren, Mommy Mertuanya Nona."

Azriya sontak membelalakkan mata, ternyata wanita penuh misteri itu bernama Lauren. Namun, ia juga menjadi semakin penasaran.

"Memangnya apa yang di lakukannya di tengah malam seperti ini? Beliau sering keluar malam-malam memangnya?"

"Setiap malam Nyonya selalu keluar dan menuju paviliun yang terletak di sebelah selatan mansion ini, Nona. Hal itu sudah dilakukan Nyonya sejak dulu, kalau untuk tujuannya ... saya kurang tahu."

Azriya lantas mengangguk, setidaknya rasa penasarannya kemarin malam sudah terjawab.

"Oh, iya ... aku boleh tanya lagi satu hal?"

"Silakan kalau mau bertanya, Nona."

"Apa kamu mengenal Kartika?"

Hening! Cukup lama maid tersebut tidak bersuara, dari siluetnya Azriya bisa tahu kalau wanita di depannya ini tengah terkejut.

"Eum, maaf ... tapi saya belum cukup mengenalnya, Nona. Kalau begitu saya mohon izin permisi, Nona."

Maid tersebut langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban Azriya. Jelas saja wanita cantik itu merasa aneh, bagiamana bisa tidak ada yang mengenal Kartika di mansion ini? Pikirnya.

"Penghuni mansion ini semuanya aneh," gumamnya dan lantas melangkahkan kaki menuju kamar.

***

Pagi hari.

Azriya melangkahkan kaki menuju kamar Austin dan Adolf, tidak mungkin jika dirinya mengunjungi kamar Gavriel pagi ini. Wanita cantik itu menikah adalah untuk menjaga kedua anak mendiang sahabatnya, jadi janji itulah yang harus ia utamakan.

"Aunty Riya hari ini mau nemenin aku main?" tanya Austin dengan raut wajah menggemaskan.

"Tentu saja, Sayang. Kebetulan hari ini Aunty tidak ada jadwal ke rumah sakit, jadi kita bisa bermain seharian."

"Benarkah? Dulu Mommy selalu mengajakku bermain, tapi sekarang ...."

Austin menundukkan kepala, bibirnya mulai bergetar, dan sepertinya anak kecil itu hendak menangis. Azriya yang melihatnya sontak memeluk erat tubuh kecil tersebut, tangannya mengusap pelan kepala Austin hingga anak laki-laki itu perlahan bisa kembali tenang.

"Aunty janji nggak akan ninggalin aku 'kan?"

"Nggak, dong. Aunty akan selalu ada di sini."

"Mommy ninggalin aku, Aunty ...," ucapnya terdengar sendu.

"Mommy nggak ninggalin kamu, Sayang. Mommy akan selalu ada di hati kamu, di hati Adolf, di hati Daddy, dan di hati semuanya. Raganya mungkin tidak bisa kita lihat, tapi hati Mommy tetap berada dalam dekapan kita."

"Benarkah, Aunty?" tanyanya dengan mata berbinar.

Azriya mengangguk. Wanita cantik itu tengah menahan kesedihannya, ia khawatir kalau berbicara akan ketahuan suaranya bergetar.

"Kita harus mendoakan Mommy, ya, Nak."

"Tentu, Aunty. Aku dan Adolf selalu mendoakan Mommy setiap hari," jawabnya.

Azriya membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Hingga beberapa menit kemudian seorang anak laki-laki yang berusia lebih kecil turut masuk ke dalam kamar itu. Dia adalah Adolf, putra bungsu Kartika.

"Adolf, ayo kita main sama Aunty Riya!" pekik Austin yang tak ayal membuat Azriya tersenyum.

"Aku nggak mau," jawabnya yang lantas membuat senyuman manis Azriya sontak memudar.

"Kenapa?" tanya Austin.

"Kamu pasti sudah tahu jawabannya, Austin. Dan selamanya aku nggak akan mau dekat-dekat dengan Aunty Riya."

"Adolf, Aunty ini temannya Mommy."

"Yang aku tahu Aunty Riya adalah pembunuh Mommy kita, Austin!"

Deg!

Azriya menganga lebar. Ya Tuhan ... bagaimana mungkin ada orang yang tega meracuni pikiran anak sepolos Adolf?

"Jaga bicaramu, Adolf!" sentak Austin.

Azriya yang panik lantas segera melerai keduanya. Wanita cantik itu segera bangkit dan menenangkan Austin yang wajahnya sudah memerah dengan mata melotot, sementara Adolf masih mempertahankan raut tanpa ekspresinya.

"Semoga kamu nggak bernasib sama kayak Mommy karena dekat-dekat dengannya, Austin!"

"Adolf! Aku ini Kakakmu! Jaga bicaramu!"

Azriya semakin memegangi tubuh Austin dan meminta anak laki-laki itu untuk menahan amarahnya. Hingga kemudian Lauren masuk ke dalam kamar tersebut lantaran mendengar kegaduhan.

"Kamu baru beberapa hari di mansion ini sudah membuat perpecahan antar Austin dan Adolf, Riya! Apa aku masih harus mempertahankan mu sebagai menantuku?!"

Deg!

Azriya hanya bisa menggeleng, sesekali matanya akan memandang kepada Adolf yang sama sekali tidak ada perubahan ekspresi pada wajahnya. Anak ini benar-benar mirip dengan Gavriel.

"Austin Sayang, kamu mau ikut sama Grandma dan Adolf?" tanya Lauren sembari melemparkan senyuman manis kepada Austin.

Namun, anak laki-laki itu menggeleng, "tidak, Grandma. Aku di sini saja sama Aunty Riya," jawabnya yang tak ayal membuat Lauren mendengus.

Wanita paruh baya itu kembali mengalihkan pandangan membunuhnya kepada Azriya.

"Awas saja kalau kamu sampai mempengaruhi Austin yang macam-macam!"

Azriya masih tidak bergeming. Pikirannya malah membayangkan bagaimana menderitanya Kartika harus mendapat mertua seperti Lauren.

"Kamu di rumah ini itu orang baru, jadi sebaiknya kamu jaga adab! Jangan sembarangan! Karena kamu adalah istri yang diambil anakku karena kasihan," ucap Lauren yang langsung berlalu pergi sembari menggandeng tangan Adolf untuk ikut bersamanya.

Azriya terus menatap punggung wanita paruh baya itu hingga bayangannya sudah hilang dari pelupuk mata. Wanita cantik itu lantas mengalihkan pandangannya kepada Austin yang masih memandangnya dengan tatapan nanar.

"Aunty nggak papa? Maafin Grandama, ya, Aunty," ucapnya lembut.

"Aunty nggak papa, Sayang. Tapi, apa boleh Aunty tanya?"

Austin mengangguk gemas.

"Apa Grandma juga pernah memarahi Mommy?"

"Tidak, Aunty. Grandma selalu baik kepada Mommy. Bahkan Grandma nggak pernah marah-marah selama ini, tapi nggak tahu kenapa sekarang jadi marah sama Aunty," jawabnya.

Azriya memeluk tubuh mungil Austin dengan erat. Pikirannya kembali berkecamuk, ia terus memikirkan tentang sikap Lauren barusan.

'Apa yang sudah menghasut Adolf itu Mommynya Gavriel? Tapi, apa tujuannya? Lalu dia nggak pernah marah sama Kartika? Ah, rasanya nggak mungkin!' batinnya menebak-nebak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status