Share

Dia Istriku

Author: Auphi
last update Last Updated: 2024-06-02 16:31:20

Ada senyum tipis di bibir Jhon.

Seharusnya, terlihat indah di wajah maskulinnya yang agung. Akan tetapi, Julia tak bisa menikmati sebab di matanya senyum itu lebih mirip ejekan.

Memutar gelas wine-nya perlahan, Jhon bertanya lagi. "Kenapa tiba-tiba? Bukannya... kau sangat benci padaku?

Memang!

Hampir saja Julia meneriakkan kata ini. Untunglah otaknya lebih cepat bertindak dari pada mulutnya.

"Seperti yang Anda tahu, hati manusia gampang berubah."

"Aku tidak begitu," sambar Jhon

Sebab kau bukan manusia!

Lagi-lagi pikiran Julia mendebat si sombong Westwood.

"Jadi, apa tawaran Anda kemarin masih berlaku?" tanya Julia pasrah. Berdebat dengan Jhon tak akan ada ujungnya, terlebih ketika dia pihak yang kalah.

"Boleh, akan tetapi kontrak yang bisa kutawarkan jauh lebih rendah dari yang seharusnya."

Julia yang sedang memainkan ujung jarinya terkesiap. "Maaf?"

Jhon tak menyahut, melainkan meletakkan sebuah dokumen di depan wanita cantik bergaun biru itu.

Demi memuaskan rasa penasaran, Julia memindai dokumen tersebut. Isinya cukup padat dan jelas, bahwa dia akan mendapat tunjangan sebesar sepuluh ribu dolar perbulan. Jumlah yang jauh lebih besar dibanding gaji pekerja berkerah putih yang menghabiskan hidupnya di depan meja.

Jumlah tersebut diikuti kewajiban : berperan sebagai istri dan ibu yang baik.

Julia bergerak tak nyaman. "Berperan sebagai istri... apakah termasuk ... hal itu?"

"Urusan ranjang maksudmu?" Jhon menatap penuh makna sebelum melanjutkan. "Tentu saja. Pada saat tertentu, aku kekasih yang bergairah."

Pipi Julia memanas, tangannya saling bertaut gugup.

Dan sebelum dia sempat menguasai diri, pria di depannya melanjutkan kalimatnya yang masih menggantung. "Dolar yang tertera di sini hanya lima puluh persen dari jumlah awal. Ini sebagai pelajaran agar kau tak sembarangan menolak tawaranku."

Harga diri Julia terluka, namun tak ada yang bisa dia lakukan. Untuk menyambung sewa gedung serta bertahan hidup di kota sebesar Manhattan, dia butuh uang lebih dari apapun.

"Baiklah. Aku sepakat," lirihnya dengan suara seperti cicit nyamuk.

Jhon menatapnya penuh minat, lalu mengangkat gelas wine-nya. "Untuk awal yang baru."

"Untuk awal yang baru."

Setelah bersulang untuk kesepakatan yang menyesakkan itu, barulah mereka meninggalkan ruangan.

"Kau pulang naik apa?" tanya Jhon ketika mereka sudah di luar.

"Sepertinya naik taksi."

"Kalau begitu tidak perlu. Aku akan mengantarmu."

Setelahnya Jhon bergegas menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya tepat ke depan restoran.

"Masuklah," ujarnya sambil melongokkan kepala dari jendela mobil yang terbuka sedikit.

Julia yang sekejap tadi ragu, akhirnya masuk. Mobil yang ini jauh lebih mewah dari yang menjemputnya tadi. Hanya dalam tempo tiga jam, dirinya sudah menaiki dua mobil mewah yang berbeda, benar-benar seperti bangsawan modern.

"Apa yang bikin kau betah tinggal di tempat kumuh ini?" Jhon tiba-tiba menukas ketika mereka sudah di depan gerai Delicacy Forest.

Pernyataan ini bikin Julia sakit hati bukan main. Tempat yang dengan sembrono disebut kumuh ini dia dapat dengan susah payah, bahkan sampai menghabiskan seluruh sisa warisannya dari hasil penjualan rumah dan peternakan sang ayah.

"Maaf Mr, Westwood. Walau di mata Anda tempat ini kumuh, tapi bagiku ini mirip surga."

Mengabaikan sopan santun, Julia beranjak sambil membanting pintu mobil.

Begitu tiba di kamarnya yang terletak di lantai dua, Julia langsung menghempaskan diri di kasurnya yang kusam dan keras.

"Persetan Jhon. Kau dan uang sialanmu!" Julia berteriak seraya mengacungkan jari tengah ke arah tembok yang dingin.

Saat ini, dia benar-benar merasa hidupnya tragis, padahal waktu tinggal di desanya dulu, keluarga Hernandez termasuk berkecukupan. Kalau bukan karena kejadian buruk itu, dia tak akan melarikan diri ke tempat keras dan dingin macam Manhattan.

Paginya, Julia kembali membuka gerai roti seperti biasa walau perasaannya tak lagi sama ketika memandang wajah si kembar.

"Bagaimana? Aunty menerima lamaran ayahku yang tampan?" Jill menyeringai memamerkan gigi depannya yang ompong.

Jim menatap adiknya sebal. "Tampan apanya? Aku adalah definisi tampan yang sesungguhnya."

Serta-merta Jill menyikut kakaknya sebelum menoleh pada Julia. "Jadi bagaimana, Aunty? Apa Anda akan jadi mama kami? Aku sudah tak sabar mengejek teman sekelasku yang punya mama gembrot seperti babi."

Julia hampir mengelus dada. Entah didikan macam apa yang didapat kedua bocah Westwood. Baik perempuan atau laki-laki, sama-sama lancang.

"Ehem, Jill tak ada manusia seperti babi. Kita dari spesies berbeda. Kuharap tak mendengarkan hal semacam ini lain kali."

Meski air mukanya tak begitu setuju, Jill menyahut juga. "Baiklah. Sekarang Aunty harus menjawab pertanyaanku."

"Sebaiknya tanya saja papa kalian. Aunty tak berani bicara sembarangan."

Kali ini Jim yang menyela ucapannya. "Bagaimana kami mau bertanya? Si bodoh Jhon selalu pulang larut malam."

Julia tak bisa lagi berkata-kata. Sepertinya tugas jadi ibu tiri akan sangat berat di rumah keluarga Westwood. Memijit kepalanya yang mendadak pening, Julia akhirnya menunduk, menatap kedua bocah itu bergantian.

"Aunty bakal senang kalau kalian bicara yang sopan. Menghargai orang lain itu perlu."

Keduanya mengangguk namun tak berkomentar lebih jauh. Dan karena melihat raut muka Julia tidak begitu baik, mereka tak berani lagi bertanya perihal hubungan asmara sang ayah.

Setelah kedua bocah tadi pergi, Julia terduduk lemas di belakang counter. Membayangkan dirinya akan berhadapan dengan dua bocah tersebut sepaket dengan ayah yang sombong, membuat semangatnya yang berapi-api mendadak lenyap.

'Itu lebih baik daripada berurusan dengan Jose.'

Julia membatin berulang-ulang agar dirinya tidak mundur dari kesepakatan.

Pukul lima sore, dia akhirnya menutup gerai lalu berjalan kaki ke toko kelontong langganannya yang cuma berjarak beberapa blok. Setelah membeli semua keperluan dagangannya besok, dia berjalan pulang.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di sisinya. Dan dengan gaya dramatis, Jose turun dari sana.

Dan, "Brukkk!"

Sontak belanjaan yang dipegang Julia terlepas hingga isinya berhamburan.

"Ke--kenapa lagi kau kemari?" gumamnya sambil beringsut mundur. Tubuhnya mendadak gemetar oleh rasa takut yang menjalar dari ujung kaki hingga tulang belakangnya.

"Mau apa lagi? Tentu saja menemuimu, Mi Amor. Aku sangat merindukan kehangatan tubuhmu. Bagaimana kalau kita ke tempatku sekarang, hmm?"

"Tidak, aku sudah menikah Jose. Tolong menjauhlah... ."

Jose mendekat dengan agresif, matanya liar seperti predator.

"Jangan membuatku marah, Julia. Menurutlah ketika aku masih bersikap sopan."

Julia menggeleng, air matanya mulai berjatuhan tanpa kendali. Matanya nanar menatap sekeliling, mencari bantuan, tetapi nihil. Semesta seperti berkomplot hingga tak satu pun manusia lewat. Hanya beberapa kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi.

"Jose, apa yang harus kulakukan agar kau menjauh? Tolonglah, jangan mengganggu hidupku lagi... ."

Julia mengiba, menangkupkan kedua tangan dan bersimpuh di depan mantan kekasihnya. Akan tetapi, pria bengis itu bergeming. Sekuat tenaga dia menjambak rambut Julia sampai terdengar erangan kesakitan.

"Kau pikir aku monster, hah? Dasar pelacur! Beraninya menolakku. Kau mau mati?"

Rasa sakit bercampur takut, membuat tangis Julia makin pecah. Terlebih saat Jose hendak menyeretnya ke mobil.

Tetapi pada saat ini pula seseorang muncul tiba-tiba.

"Lepaskan tanganmu dari istriku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Penutup

    Lima tahun kemudianJulia duduk santai di tepi danau. Matanya tak luput memandang suami dan kedua anaknya yang sedang naik perahu di tengah sana. Cahaya mentari memantul indah, membuat permukaan air seperti permata yang berkilauan. "Mom, lihat! Aku bisa mengayuh."Seruan si bungsu Jill membuat senyum lebar terbit di wajahnya. Ya, beberapa tahun terakhir, si kembar memutuskan untuk memanggilnya Mommy, sementara Vivienne mereka panggil Mother. Hal ini bikin hidup Julia terasa lengkap. Dia bisa saja kehilangan dua anak, tetapi dia mendapat dua anak juga sebagai gantinya. "Mom, aku jauh lebih kuat dari pada Jim." Seruan si bungsu terdengar lagi.Julia balas melambai sembari meneriakkan kata-kata penyemangat. Saat perahu makin jauh berlayar, barulah dia melirik pesan yang sudah sejak tadi singgah di gawainya. Pengirim pesan ini adalah Luke. [Dear July, aku bangga dengan pencapaianmu. Kulihat beberapa bukumu mas

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Bintang yang Bersinar Terang

    Besok paginya, setelah memutuskan dengan penuh pertimbangan, Julia berangkat bersama Jhon. Saat akan naik ke mobil, Olivia tak hentinya menangis seraya berpesan. "Kalau suatu saat nanti hidupmu tak baik-baik saja, kembalilah kemari. Bibi akan selalu menerima."Tak ada yang bisa diucapkannya selain memeluk Olivia lebih erat. Setelah keduanya selesai melepas haru, Jhon pun pamit pada Olivia. "Kami pergi dulu. Di masa mendatang, kami akan berkunjung lagi."Usai berpamitan, mobil pun menderu, meninggalkan rumah pertanian semakin jauh. Julia terus menoleh ke belakang, hingga rumah tempatnya lahir dan menghabiskan masa muda, lenyap dari pandangan. "Kau sedih, Sayang?" tukas Jhon. "Sedikit. Bagaimana pun, aku sudah sebulan tinggal di sana.""Kapan-kapan kita kemari lagi."Jauh dalam hatinya, Julia tahu bahwa janji ini sulit ditepati. Begitu kembali ke Manhattan, sudah pasti Jhon akan kembali jadi robot gila kerja.

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Pulang ke Rumah

    Sudah lewat waktunya makan siang saat mereka sampai di sana. Suasana agak gelap karena tempat yang mereka datangi tertutup pepohonan besar. "Jadi, tempat ini yang kau maksud?" tanya Jhon seraya memandang sekelilingnya takjub. "Tentu saja. Waktu kecil, aku sering bersembunyi di sini agar tak disuruh mencuci piring."Dengan gesit, Julia masuk ke dalam celah bebatuan tersembunyi, lalu duduk pada ceruk yang dalam. Tak butuh waktu lama bagi Jhon menyusul sang istri. Pria itu langsung duduk di sisi Julia dan melanjutkan asmara yang sempat terjeda. Api kerinduan membuat keduanya terbakar gairah. Beberapa saat berselang, ketika mereka terbaring bersimbah peluh, barulah hasrat yang menggelora itu padam. "Terima kasih, Sayang." Jhon berbisik lembut seraya mengecup kening istrinya. Perlakuan yang begitu manis membuat Julia makin larut dalam dekapan Jhon. Hari ini, dia mempertaruhkan segenap keyakinan demi bisa mereg

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Kencan di Tengah Hutan

    Kata-kata bibinya tempo hari masih terngiang di benak Julia. Meski demikian, hatinya masih dilema, antara kembali ke Manhattan atau menetap di tanah kelahiran. Saat ini, dia sedang serius menekuni laptopnya, namun jumlah kata yang diketik pada jendela aplikasi, tak bertambah satu huruf pun. Alih-alih berpikir, dia malah sibuk berandai-andai, bagaimana jadinya jika dia tak bersama Jhon lagi untuk selamanya. Dia menarik nafas kesekian kali, dalam upaya sia-sia untuk mengumpulkan niat menulis. Tetapi, belum sempat terlaksana, deru halus mobil terdengar di pekarangan rumah, diikuti Ketukan pada daun pintu sejurus kemudian. "Siapa?!" serunya seraya beranjak dari duduknya. Orang asing yang berdiri di balik sana tidak menyahut. Hal ini bikin Julia was-was, sebab bukan cuma sekali dia nyaris mati dalam percobaan pembunuhan. "Siapa di sana?" ujarnya lagi. Kali ini lebih keras dari yang tadi. Ketika tamu tak diundang ini bu

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Mencintai Lebih Dalam

    "Papa, aku datang hari ini... ."Tangis Julia tak bisa dibendung saat berkunjung ke pusara laki-laki yang sangat dia kasihi. Pada nisan yang usang, tertulis nama Sebastian Hernandez beserta tahun kelahiran dan kematian. Sedangkan di baris paling akhir tertera kutipan ayat kitab suci : Segala jalan Tuhan adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjianNya dan peringatan-peringatanNyaJulia tersenyum getir. Menjelang kematiannya, Sebastian memang kerap menyendiri di kamar, mengerjakan entah apa. Dan saat ajalnya tiba, Julia hanya menemukan tubuh yang terbujur beserta ayat yang ditandai dengan stabilo kuning pada kitab yang terbuka di sebelah tubuh kaku sang ayah. Apakah ayahnya tidak berpegang pada perintahNya sehingga Dia tidak menunjukkan belas kasihan? Pertanyaan ini berputar-putar di benak Julia untuk waktu yang lama, tetapi hingga detik ini dia belum menemukan jawaban. "Ah, Papa." Dia be

  • Menjadi Ibu Pengganti Anak Kembar Milyuner Tampan   Mati Rasa

    Dua pasang mata saling tatap, mencoba menyelami pikiran masing-masing. Sudah sepuluh menit berlalu, namun belum ada yang mulai bicara. Saat keheningan makin canggung, Jhon akhirnya menyerah. "July... kau sudah makan?"Dari begitu banyak kalimat yang mau diucapkan, yang keluar justru yang paling garing. Jhon langsung menyesal begitu mengatakannya. "Sudah."Hatinya melonjak girang saat Julia menyahut. Walau bukan jawaban paling ramah, setidaknya sudah mau bicara. Harap-harap cemas, Jhon melanjutkan lagi. "Kau mau keluar? Udara segar bisa bikin kesehatanmu cepat pulih."Julia tak mengangguk, tetapi bahasa tubuhnya menunjukkan bila dia tak keberatan. Jhon bergegas melepas selang dari kantung cairan infus, lalu memapah Julia ke atas kursi roda. Hatinya sakit saat menyadari betapa ringkih badan istrinya. Sudah memasuki musim gugur, namun udara di luar masih agak dingin. Jhon melepas coat panjangnya, lal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status