Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Hidup yang Menyedihkan

Share

Hidup yang Menyedihkan

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-02-07 23:34:19

Nadya menarik napas panjang, mencoba menenangkan debar jantungnya yang tak beraturan.

Ia menatap Kalen dengan tatapan tak tergoyahkan, lalu berkata dengan nada yang jernih namun sarat makna,

“Aku ingin dibayar setiap bulan,” ulang Nadya kembali.

Alis Kalen sedikit terangkat, matanya yang tajam menyipit. “Untuk apa?”

Nadya tersenyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip tamparan halus daripada ekspresi kebahagiaan.

“Agar aku bisa membeli rumah. Aku tidak akan selamanya di sini. Dua tahun lagi, aku harus pergi, dan aku butuh tempat untuk melanjutkan hidupku.”

Sejenak, hanya keheningan yang menjawab.

Kalen tetap diam, matanya mengunci pada wajah Nadya seolah mencari celah di balik kata-kata yang baru saja keluar dari bibirnya.

Hatinya menggeram pelan, tapi ia tak mengerti mengapa ada sesuatu yang menusuk dadanya ketika mendengar wanita itu berbicara tentang kepergian.

Nadya menatapnya dengan sorot penuh tantangan. “Kenapa diam?” suaranya lirih, namun menggema bagai gemuruh di kepala Kalen.

“Bukankah aku hanya seorang perawat Melvin di rumah ini? Setahuku, bayaran perawat itu diberikan setiap bulan.”

Kata-katanya tajam, menusuk tepat di tempat yang seharusnya tak bisa disentuh.

Kalen mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, amarah yang berusaha ia kendalikan justru semakin bergejolak.

Ia mengira telah merendahkan Nadya cukup dalam di hadapan Nala agar mamanya percaya bahwa ia tidak akan pernah kembali pada wanita itu. Namun, Nadya justru melawan. Ia tidak menyerah begitu saja.

Bukannya tersudut, wanita itu malah semakin menunjukkan betapa ia bisa berdiri tegak di tengah badai penghinaan yang Kalen lemparkan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Kalen mengangguk tegas. “Baiklah,” ucapnya datar, lalu berbalik, melangkah pergi dengan langkah panjang dan berat.

Nadya hanya berdiri diam, melihat sosok lelaki itu menghilang ke dalam kamarnya. Di dadanya, ada sesuatu yang menggumpal—perasaan yang tak bisa ia definisikan, antara kepuasan, luka, dan kehampaan yang menyusup perlahan.

Melvin menggeliat pelan di gendongannya, seakan merasakan kegelisahan yang bergulung-gulung di antara kedua orang tuanya.

Dan untuk kesekian kalinya, Nadya sadar… Rumah ini tidak pernah menjadi tempatnya.

Rumahnya adalah di suatu tempat lain.

Tempat di mana Kalen bukanlah bagian darinya.

“Aneh sekali pria itu.”

Nadya menggerutu dalam hati, kedua alisnya bertaut ketika mengingat tatapan tajam Kalen yang dipenuhi tanda tanya.

“Kenapa dia harus bertanya untuk apa uang itu? Seakan-akan dia tidak ingin aku memiliki kehidupan sendiri setelah semua ini berakhir. Seakan-akan aku harus tetap terikat pada rumah ini, pada takdir yang tak pernah aku pilih.”

Kalen memang selalu aneh—penuh kontradiksi yang tak tertebak.

Namun, di balik kekesalan yang memenuhi dadanya, ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih sunyi, lebih menyakitkan.

Kesedihan.

Nadya menghela napas panjang, menunduk menatap Melvin yang tengah terlelap dalam dekapannya.

Jari-jarinya yang kecil bergerak perlahan, wajah mungilnya begitu damai, tidak tahu bahwa di sekelilingnya ada perang diam yang tak berkesudahan.

Ia seolah berbicara pada bayi itu, meski yang sebenarnya ia ajak bicara adalah hatinya sendiri.

"Apakah ayahmu benar-benar tersakiti, Melvin?" bisiknya lirih.

Pertanyaan itu menggantung di udara, seperti angin yang berbisik di sela-sela keheningan.

Nadya tahu betapa Kalen membencinya, betapa pria itu menolak untuk mendengarkan satu kata pun darinya.

“Tetapi bagaimana caranya agar aku bisa menjelaskan semuanya?” gumamnya lirih.

“Bagaimana caranya agar Kalen mau percaya bahwa semua ini hanyalah salah paham? Bahwa aku tidak pernah mengkhianatinya? Bahwa aku adalah korban dari permainan licik seseorang yang bahkan hingga kini wajahnya pun tak pernah aku lihat?”

Hatinya mencengkeram kepedihan yang lama tertanam. Seperti akar yang tumbuh di tanah kering, menggeliat, berusaha mencari celah untuk bertahan.

Namun, di hadapan Kalen, tidak ada celah. Yang ada hanya dinding tinggi yang tak bisa ia daki.

Dan entah sampai kapan Kalen akan terus mengurung dirinya dalam kebencian yang mungkin lebih menyakitkan daripada kebenaran yang belum sempat terungkap.

“Semoga ayahmu segera memberiku maaf, Nak. Aku tidak bisa terus menerus hidup dalam bayang-bayang kesalahpahaman yang membuat ayahmu membenciku selamanya. Aku harap suatu saat nanti Kalen mau mendengarkan semua penjelasan dariku.”

Nadya berpikir jika ini adalah kesempatannya untuk memberitahu semuanya pada Kalen setelah lima tahun lamanya tak pernah sekali pun ia bertemu dengan Kalen.

Namun, rupanya Kalen masih menutup diri, tak ingin membuka pintu maaf untuknya.

“Menyedihkan sekali nasibku ini. Sampai kapan semua ini akan berakhir, Ya Tuhan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
udahhlahh Nadya gak usah kau terus pikirkan c kalen. lebih baik kau pikirkan masa depanmu sendiri biarkan c kalen menyesal nantinya.
goodnovel comment avatar
Kania Putri
aneh juga kalen ini kamu hanya perlu Nadya sebatas keperluan anakmu kenapa kalo Nadya minta gaji buat bekal dia pergi rasanya kamu berat
goodnovel comment avatar
Kania Putri
gak lama lagi takbir mulai terungkap Nadya kamu perlu sedikit bersabar lagi ini aq yakin dalang semuanya akan terungkap dan kalen pasti akan menyesal telah membenci Nadya sedalam ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Ending Chapter~

    “Apa yang kau lakukan di sini? Jangan bunuh diri. Apa kau gila?” suara tegas itu terdengar diiringi genggaman kuat pada pergelangan tangannya. Wanita itu tersentak, lalu menoleh dengan wajah basah air mata. Seorang pria muda dengan jas dokter dan wajah cemas menatapnya tajam. Davian langsung menaruh kacamatanya di saku jas, lalu menarik wanita itu turun dari pagar dengan cermat dan cepat. Napasnya memburu. Ia menatap wanita yang kini terduduk di trotoar, menangis sesenggukan tanpa bisa menyembunyikan rasa hancurnya. “Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang,” tanya Davian lembut, menekuk lutut di hadapan wanita itu. Namun, wanita itu menggeleng pelan. Ia menarik tangannya dari genggaman Davian dan menunduk. “Tidak perlu mengurusku. Bahkan orang tuaku saja ingin menjualku pada mucikari. Apa gunanya aku hidup di dunia ini jika orang tuaku saja membuangku begitu hinanya?” Kalimat itu menggema di telinga Davian, menusuk hatinya. Ia terdiam sejenak, tak menemukan kata. Matanya m

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Perkenalan Menyebalkan

    Ruang rapat utama di lantai tertinggi gedung KL’s Group hari itu penuh dengan petinggi perusahaan dan kepala divisi yang mengenakan setelan terbaik mereka.Mata-mata tertuju pada satu sosok muda yang berdiri di samping Kalen, CEO yang sudah memimpin selama lebih dari dua dekade. Kini, estafet itu akan diberikan kepada darah dagingnya sendiri.“Perkenalkan, Melvin,” ujar Kalen lantang, suaranya memenuhi ruang rapat dengan wibawa yang masih kuat meskipun usianya tak lagi muda.“Putra pertamaku yang akan menjabat sebagai CEO di kantor ini mulai hari ini. Aku akan tetap memantaunya selama beberapa bulan ke depan untuk melihat potensinya dengan baik.”Beberapa orang bertepuk tangan pelan, sementara sebagian lainnya saling pandang, mencoba menebak bagaimana kepemimpinan Melvin akan berjalan.Sebagian besar dari mereka tahu reputasi Melvin—brilian, tapi keras kepala. Pintar, tapi sering kali terlalu tajam dalam bicara. Sifat yang mewarisi Kalen, namun dengan ketidaksabaran khas anak muda.Ha

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Debat Ayah dan Anak

    Dua puluh dua tahun kemudian…Suasana ruang keluarga itu masih sama seperti bertahun-tahun lalu—hangat, luas, dan penuh kenangan.Namun kini, aroma kopi dan dokumen kantor menggantikan bau susu bayi dan tawa anak-anak. Waktu telah berjalan jauh, dan generasi baru telah tumbuh dewasa.“Melvin. Mulai besok kau masuk kantor dan bekerja seperti saat kau magang enam bulan yang lalu. Tidak ada penolakan apa pun kecuali kau mengalami diare,” kata Kalen tegas, tanpa basa-basi.Ia berdiri di depan rak buku dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, memperlihatkan gurat-gurat usia dan ketegasan yang kian menguat.Melvin, yang kini berusia dua puluh lima tahun dengan tubuh tinggi tegap dan wajah tampan mirip ayahnya, hanya memutar bola matanya.Dengan malas ia mengempaskan tubuhnya ke sofa empuk berwarna krem dan menatap ayahnya dengan tatapan datar dan penuh protes.“Apa tidak bisa lusa saja? Besok aku masih harus bertemu dengan teman-temanku, Pa,” ucapnya beralasan, nada suaranya

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Davian Arlangga Reandra

    Kalen perlahan membuka matanya. Ia sempat kebingungan beberapa detik sebelum kesadarannya pulih sepenuhnya.Begitu melihat Nadya yang tengah menyusui, ia segera bangkit dan menghampiri dengan langkah pelan, khawatir mengganggu.Ia duduk di kursi dekat ranjang dan tersenyum melihat pemandangan indah di depannya. "Pemandangan paling indah di dunia," gumamnya.Nadya tersenyum kecil menatap suaminya. "Sudah kenyang tidurnya?"Kalen terkekeh pelan sambil mengusap wajahnya. "Sepertinya begitu. Tapi sepertinya aku melewatkan sesuatu?""Ya, sepertinya kau tidur terlalu pulas. Tadi Mama dan Papa datang menjenguk," jawab Nadya sambil memandangi bayi mereka.Kalen membelalakkan mata, lalu menatap Nadya dengan raut bersalah. "Apa? Serius? Aku bahkan tidak mendengar apa-apa… Maaf ya, Sayang. Aku benar-benar kelelahan."Nadya menggeleng pelan, wajahnya tetap lembut. "Tak apa, Kalen. Mama mengerti. Dia tahu kau begadang semalaman menemaniku."Kalen menghela napas lega dan mengangguk. Ia memandangi b

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Ada Pada Diri Kalen

    "Nadya..." pintu ruangan terbuka pelan. Eliza dan Ferdy melangkah masuk dengan langkah hati-hati. Mata Eliza langsung berkaca-kaca begitu melihat putrinya terbaring di ranjang rumah sakit.Eliza menghampiri dan memeluk anaknya dengan lembut. Ia mencium kening Nadya dengan penuh kasih. "Apa kau baik-baik saja, Sayang? Kata Kalen, kau terus menangis sepanjang persalinan."Nadya tersenyum lemah dan menoleh ke arah sofa, melihat Kalen yang tertidur dengan kepala bersandar ke sisi tangan sofa. "Apa Kalen yang menghubungi Mama dan Papa?" tanyanya pelan.Eliza mengangguk, wajahnya masih diliputi rasa khawatir. "Ya. Dia menangis saat menelepon kami... suaranya gemetar saat bilang kau terus menangis. Dia sangat mengkhawatirkanmu, Nadya. Ada apa sebenarnya?"Nadya terdiam sejenak, menatap kosong ke arah jendela. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, seolah mencoba meredakan gejolak di dadanya."Aku hanya... teringat kejadian tiga tahun lalu," ucapnya akhirnya, suaranya berge

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Rintihan Tangis Haru Nadya

    Suara detak mesin monitor rumah sakit berdentang pelan di ruangan bersalin yang terasa dingin, meski udara di dalamnya cukup hangat.Malam itu langit mendung, hujan rintik-rintik turun membasahi jendela besar di sisi ruangan. Di atas ranjang bersalin, Nadya menggenggam erat seprai putih di bawah tubuhnya.Napasnya berat, bibirnya kering, dan wajahnya tampak pucat karena menahan rasa sakit luar biasa dari kontraksi yang terus datang bergelombang.Sembilan bulan sudah ia mengandung, dan kini saat itu telah tiba—waktu untuk melahirkan anak kedua.Rasa sakit itu begitu nyata, begitu kuat, mengingatkannya pada tiga tahun silam. Saat ia berjuang melahirkan bayinya yang telah tiada… seorang diri.Tak ada seorang pun dari keluarga mantan suaminya, Jonathan, yang menemani atau peduli. Ia merasa seperti bertarung sendirian antara hidup dan mati.Namun, kali ini berbeda. Di sisinya ada Kalen—pria yang kini menjadi suaminya, yang mencintainya dengan tulus, dan yang tak pernah lelah menemaninya se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status