Bab 1
"Mohon maaf sekali lagi, Bu. Jika Ibu tidak bisa melunasi biayanya, maka bayi anda harus tinggal di sini sebagai jaminan. Adek bayinya bisa dijemput kembali jika Ibu sudah melunasi biaya persalinan sekaligus biaya perawatan bayi selama ditinggal di sini." Perempuan muda itu menjelaskan dengan sangat hati-hati, tentunya dia pun takut jika perempuan berbaju lusuh yang tengah menggendong bayinya itu akan semakin terpuruk.
Dari penampilannya saja, Naina terlihat sebagai perempuan dengan banyak masalah, sekaligus miskin. Ya, miskin. Buktinya dia tidak mampu membayar tagihan rumah sakit, kan?
"Tapi saya cuma punya uang satu juta dan saya pun akan meninggalkan KTP saya di sini sebagai jaminan." Naina mengangsurkan tumpukan uang yang sebagian lembarannya telah lusuh dan juga KTP miliknya, satu-satunya benda pengenal diri yang ia punya. Naina menatap perempuan yang di tag nama Lisa itu dengan penuh harap.
Tidak tega rasanya meninggalkan bayinya di rumah sakit ini. Naina pun tidak bisa menjamin akan bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat, apalagi ia baru melahirkan. Dia tidak mungkin bekerja dan tidak ada pula orang yang bisa ia mintai bantuan.
"Tapi prosedurnya nggak bisa seperti itu, Bu. Saya mengerti posisi Ibu yang sulit, tapi mohon maaf saya nggak bisa memenuhinya. Kalau memang Ibu ingin meminta keringanan pembayaran, bisa menghubungi direktur rumah sakit ini. Namanya dokter Bobby Wira Kusuma...."
"Benarkah?" Mata Naina tiba-tiba saja berbinar-binar, secercah harapan yang membuat dadanya serasa menghangat.
"Iya Bu, tapi sekarang beliau masih sibuk di ruang operasi. Anda bisa menemui beliau jika jadwal telah kosong. Nanti saya akan bantu untuk menghubungi asisten beliau." Perempuan itu mengambil ponsel miliknya dan menyentuh beberapa tombol.
"Terima kasih banyak, Bu." Naina mengangguk. Dia kembali menyimpan uang dan ktp-nya ke dalam tas kecil yang di bawanya.
"Saya mohon bantuannya, Bu, agar bisa dipertemukan dengan dokter Bobby. Selama menunggu beliau, izinkan saya duduk dulu di sana." Naina menunjuk ke sebuah bangku yang ada di sudut ruangan administrasi ini.
"Oh ya, Bu, silahkan. Semoga saja bisa cepat dipertemukan dengan beliau ya. Dokter Bobby itu orang baik. Mungkin beliau punya kebijakan khusus untuk Ibu, tapi kalau dari pribadi saya, tetap nggak bisa Bu, karena kami cuma karyawan di sini dan hanya menjalankan prosedur," ujar Lisa menegaskan.
Naina menggigit bibirnya sembari undur diri, membiarkan Lisa melayani pengunjung lain yang ingin menyelesaikan pembayaran. Masih dengan menggenggam kertas berisi tagihan biaya persalinannya, ia berjalan perlahan menuju bangku yang ada di sudut ruangan ini.
Sebenarnya ini hanyalah persalinan normal dengan ruangan perawatan kelas 3 pula. Naina tidak punya BPJS dan dia memang diharuskan untuk melahirkan di rumah sakit, bukan di bidan, karena sesuatu dan lain hal. Beruntungnya hal yang ia takutkan tidak terjadi. Dia bisa melahirkan dengan normal tanpa kendala, hanya saja biaya persalinan di bidan dan di dokter kandungan itu pasti beda, dan Naina tidak memiliki uang sebanyak itu. Uang di tangannya cuma satu juta, sementara tagihan biaya persalinannya sebesar 4 juta. Jadi masih kurang 3 juta lagi.
Perempuan itu mendesah. Air matanya berguguran, bahkan setetes jatuh di wajah putri kecilnya yang membuat sepasang mata bayi itu mengerjap. Mungkin ia terkejut. Bayi itu menangis sesaat, namun Naina menepuk-nepuk bokong putrinya, sehingga bayi itu bisa tenang kembali.
Tanpa merasa malu, dia mengeluarkan aset pribadinya supaya bayinya benar-benar tenang. Putrinya yang ia beri nama Bilqis itu menyusu perlahan. Beruntung pengunjung rumah sakit kali ini tidak banyak dan didominasi kaum wanita sehingga aset pribadinya ini tidak banyak yang melihat.
"Kita pasti akan baik-baik saja. Jangan khawatir, Bilqis. Ada Mama sama kamu. Mama sedang cari cara agar kita berdua bisa keluar dari rumah sakit ini berbarengan," bisik Naina.
Seburuk apapun caranya ia mendapatkan Bilqis, dia tetap menyayanginya. Bilqis adalah putrinya, yang lahir dari rahimnya dengan melewati persalinan, proses antara hidup dan mati. Setidaknya dia memiliki seseorang yang patut ia perjuangkan di saat semua orang menganggap dirinya bukan apa-apa, bukan seseorang yang berharga.
Di usianya yang baru 20 tahun, Naina sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Orang tuanya sudah meninggal, ibu mertua dan keluarga suaminya pun mengusirnya setelah sang suami meninggal dunia di saat kehamilannya baru menginjak usia 16 Minggu.
"Kenapa kamu harus pergi, Revan? Kenapa malaikat penolongku begitu cepat pergi, sementara aku begitu bergantung sama kamu," keluh Naina dalam hati. Lagi-lagi ia teringat mendiang suaminya.
Semula ia berpikir Revan adalah suami yang ditakdirkan Tuhan untuknya. Revan akan menjadi malaikat seumur hidupnya, menjadi ayah dari putrinya, tapi ternyata dia harus menjalani semua ini kembali sendirian.
Revan yang menemukan dirinya dalam keadaan hampir mati karena dia memang mengiris urat nadinya. Percobaan bunuh diri yang akhirnya gagal. Revan yang membawanya ke Rumah Sakit. Revan yang menguatkan dirinya untuk bisa tetap tegar dan menerima semua hal buruk yang didapatnya dari kekasihnya.
Seharusnya Albert, kekasihnya itu menghabiskan malam pertama dengan istrinya yang baru tadi siang ia nikahi, tapi nyatanya Albert justru mendatanginya di kos-kosan, lalu memaksanya untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh pasangan pengantin baru itu.
Luka yang ditorehkan oleh Albert atas pengkhianatan cinta mereka seharusnya sudah cukup, tapi kenapa Albert menambah lagi dengan merenggut kehormatannya, bahkan menanamkan benih di rahimnya?
Bahkan setelah menodainya, pria itu pergi begitu saja, bahkan tak pernah muncul kembali. Tidak ada kata maaf, apalagi dibarengi tindakan untuk bertanggung jawab.
Kenapa pria itu bisa begitu kejam?
Di awal, Albert begitu manis. Dia tidak melakukan pernah melakukan hal yang aneh-aneh selama mereka berpacaran, dan itu yang membuat Naina begitu mencintai pria itu, meskipun sadar status sosial mereka ibarat bumi dengan langit.
Namun di malam itu, dia seperti tidak mengenal Albert. Albert seperti singa yang buas dan dirinya adalah mangsa yang harus dimakan oleh pria itu.
Meminta pertanggungjawaban dari Albert atas kehamilannya juga tidak mungkin. Albert sudah menikah dengan Cherry, seorang artis terkenal sekaligus cucu seorang konglomerat di negeri ini. Tidak mungkin Albert mau bertanggung jawab, bahkan mungkin bisa-bisa dia dan calon bayinya disingkirkan. Naina belajar dari beberapa kasus yang sempat viral di negeri ini. Beberapa perempuan yang menjalin hubungan dengan pria yang berasal dari status sosial yang tinggi berakhir dengan kematian tatkala dimintai pertanggungjawaban dari hubungan yang mereka jalani.
Naina takut kejadian, meskipun awalnya pernah melakukan percobaan bunuh diri lantaran putus asa.
Ternyata jalan menuju kematian itu sangat menyakitkan.
Naina kapok. Apalagi setelah mendengar nasehat dari Revan jika bunuh diri itu dosa besar.
Akhirnya ia memilih menerima tawaran dari Revan, kakak dari sahabatnya. Mereka menikah dan dan sepakat merahasiakan kehamilan ini sehingga semua orang mengira jika dia hamil anak Revan. Sampai akhirnya saat ia tengah berbicara dengan Revan, dia keceplosan dan pembicaraan mereka terdengar oleh Revi.
Maka sejak itulah perlakuan keluarga Revan berubah total, bahkan ibu mertuanya yang di awal menyayanginya berbalik 180 derajat. Naina bahkan sempat dicekoki jamu-jamuan agar janin segera gugur, tapi beruntungnya Naina sempat menepis cangkir berisi jamu sehingga akhirnya benda yang terbuat dari kaca itu jatuh ke lantai.
Perempuan itu lagi-lagi mendesah, lalu mengusap air matanya.
Menangis pun percuma. Dia harus fokus hidup hanya berdua dengan Bilqis. Bagaimana, anak perempuannya ini adalah secercah harapan yang harus ia jaga dengan baik.
Dari Revan ia belajar untuk menerima semua keadaan, meski itu buruk.
"Kamu kuat, Naina. Kamu kuat. Ada Bilqis yang butuh kamu. Kamu perempuan berharga, dan kamu bisa melewati semua hal." Satu sisi dalam dirinya berusaha memberi semangat.
Naina menarik nafas panjang. Air matanya sudah berhenti mengalir, meski pipinya masih basah. Bayinya menggeliat sesaat, namun mulutnya terbuka. Dia melepaskan puting payudara dengan matanya yang terpejam. Naina buru-buru memasukkan payudaranya ke dalam baju, kemudian mengancingkan bajunya kembali.
Seorang perempuan mendekat tanpa ia sadari lantaran dia tengah sibuk memancingkan bajunya. Perempuan itu mengambil kertas yang berisi tagihan rumah sakit yang berada di tangan kanan Naina, lalu segera melangkah menuju meja administrasi.
Bab 76Gayatri terdiam untuk sesaat. Perasaannya sulit untuk ia jabarkan. Dia hanya bisa menatap bayi yang baru saja bisa duduk itu. Memang, Bilqis terlihat sangat cantik. Wajahnya pun sangat mirip dengan Albert. Tak diragukan lagi jika Bilqis memang darah daging Albert, putra mereka. Namun, entah kenapa rasanya dia tidak bisa menerima kenyataan, kenapa putranya harus menanamkan benih di dalam rahim seorang wanita rendahan seperti ini?Bagaimana tanggapan keluarga besarnya kelak jika dia mengangkat seorang menantu dari kalangan rendahan, dari rakyat jelata, kasta terendah. Gayatri yang memiliki nama lengkap Dewi Ajeng Gayatri adalah wanita berdarah bangsawan. Silsilah keluarganya tersambung dengan keluarga kerajaan di masa lalu. Adat dan tradisi masih melekat dalam keluarganya, sehingga dia tidak bisa memilih orang sembarangan sebagai menantu.Seperti halnya dia sendiri yang akhirnya menikah dengan pria yang masih kerabat kerajaan Inggris, namun memilih menjadi mualaf dan tinggal di
Bab 75"Akhirnya Mama sudah tahu, kan, gimana menantu kesayangan Mama itu? Makanya, Ma. Jangan memandang sesuatu itu hanya dari bebet, bibit dan bobot saja. Keturunan yang baik tidak menjamin, contohnya Cherry. Mungkin Mama menganggap jika dia itu anak sahabat mama, cucunya orang terkenal di negeri ini, artis terkenal. Tapi kenyataannya?""Iya, Mama mengerti. Mama akan pikirkan semuanya," sahut Gayatri. Sebenarnya dia sudah muak dengan bujukan suaminya. Namun sepertinya kali ini Edward pantang menyerah, dan Gayatri terpaksa meladeni.Entah apa yang dilihat Edward dari Naina. Perempuan itu cuma perempuan kampung yang tidak punya keluarga dan hidupnya pun pas-pasan. Bahkan untuk bertahan hidup saja, harus menjadi ibu susu anak dari mantan kekasihnya sendiri. Betapa mirisnya."Jangan cuma dipikirkan, Ma, tetapi dilakukan. Papa ingin sekali menjemput cucu papa agar tinggal di sini. Rumahnya di sini, di rumah utama keluarga kita.""Tapi Mama nggak suka dengan ibunya.""Nyatanya cucu kita
Bab 74"Aku pikir kamu bisa diajak kerjasama, Cher, mengingat di antara kita tidak ada hubungan apapun. Pernikahan kita murni karena bisnis. Aku bisa menerimamu sebagai wanita pilihan Mama, tapi sayangnya kamu tidak bisa menjaga harga dirimu sendiri. Bukan aku yang mempermalukan keluargamu, tetapi justru kalian mempermalukan diri kalian sendiri. Kalian yang tidak bisa menjaga diri dan nama baik." Dadanya turun naik. Namun tangannya tanpa sadar menggenggam tangan Naina. Tidak ada penolakan dari perempuan itu. Rasa hangat menjalari tubuh Albert. Tangan lembut dan rapuh yang sudah lama tidak ia sentuh. Genggaman yang selanjutnya ia tarik perlahan. Albert mencium tangan itu dengan lembut dan penuh perasaan cinta di hadapan semua yang ada di sini. Seketika Cherry dan Jelita membuang muka."Aku pastikan tidak akan mundur sedikitpun, walaupun kamu dan kedua orang tuamu melakukan segala cara untuk menggagalkan perceraian kita. Aku tidak akan pernah mau rujuk kepadamu!""Dan ingat...." Alber
Bab 73Namun Albert tidak terlihat terkejut, berbeda dengan Naina dan Novia. Bahkan keduanya saling bertukar pandangan dalam durasi beberapa menit."Kurasa itu tidak masalah buatku. Setelah perceraian kita, kamu bisa minta tanggung jawab kepada bapak biologisnya," ujar Albert santai."Al!" pekik Cherry tertahan. Dia menatap semua orang di sini secara bergantian. Malunya luar biasa. Dia yang membuat pengakuan, tapi dia sendiri yang malu. Dia tidak menyangka reaksi Albert begini."Tidak usah sok bikin drama, Cher. Aku nggak kuat buat bayar kamu menjadi tokoh utama di dalam sinetron. Kamu cukup hubungi para produser atau sutradara, lakukan cara yang biasa kamu lakukan agar kamu menjadi bintang utama sinetron yang akan mereka buat." Albert kembali berujar sinis. Dari Yolanda dia berhasil mengetahui semua seluk beluk tentang perempuan itu. Ini bukan cuma soal Erka, bahkan Albert jadi ragu siapa sebenarnya ayah biologis Queen. Bagaimana kalau dia bukan anak Erka, tetapi anak dari seseorang
Bab 72Novia merasa ragu, takut, dan sedikit cemas. Namun, perempuan muda yang tengah berdiri tepat berada di depan pintu itu masih tampak sabar menunggu. Dia memencet tombol berkali-kali dan suara denting lonceng berbunyi berulang-ulang, memecah keheningan suasana rumah ini.Akhirnya Novia memutuskan untuk berani. Dia memutar kunci, lalu kenop pintu. Pintu pun terbuka. Dan, sosok perempuan itu kini terlihat jelas berdiri di depannya."Halo Mbak, selamat siang. Apa benar ini rumah Naina?" tanyanya sopan.Novia seketika mematung. Ternyata benar, perempuan ini memang mencari Naina. Lalu apa hubungannya perempuan yang tak ia kenal ini mencari Naina? Tidak mungkin perempuan ini adalah Revi. Soalnya Naina pernah bilang, jika Revi dalam keadaan hamil. Sementara perempuan di hadapannya ini tampak langsing. Tapi apakah Revi sudah melahirkan? Tanpa sadar Novia langsung menunjukkan pandangannya pada perut perempuan itu, perut yang rata, langsing dan kencang. Tidak ada tanda-tanda perempuan i
Bab 71Tanpa menunggu jawaban Naina, Albert langsung memindahkan Bilqis dan Queen ke dalam stroller."Ayo kita piknik, anak-anak!" serunya antusias seraya mendorong stroller menuju ke halaman belakang.Melihat Albert yang begitu antusias, akhirnya Naina terpaksa berjalan mengiringi mereka, walaupun hatinya merasa tak nyaman. Dia sangat takut melihat pria itu begitu bersemangat. Lalu apa yang bisa ia lakukan untuk meredam semua ini?Diam-diam dia kembali merenungkan ucapan Novia. Tidak ada yang mudah dari sebuah pilihan yang diambil. Mau pergi jauh ataupun menghadapi semua ini, semuanya sama saja. Pergi jauh pun, Albert akan selalu bisa mendeteksi di mana keberadaannya. Jadi percuma saja. Naina sudah membuktikan itu. Walaupun Roy begitu rapat menyembunyikannya, tetap saja Albert akan mencari cara agar bisa bertemu dengannya dan keluar dari syarat yang diajukan oleh Roy.Tidak ada gunanya main petak umpet. Berujung Naina yang kalah.Pria itu sangat cerdik, bahkan mungkin setengah licik