Seperti menabur garam di atas lukanya, Naina malah di pertemukan lagi dengan pria yang sangat ingin dihindarinya. Tapi ia tidak kuasa menolak. Suaminya yang meninggal saat ia sedang hamil, serta kebutuhan hidupnya yang mendesak, terutama putrinya yang baru lahir, memaksa Naina untuk menerima tawaran dari Albert, yaitu menjadi ibu susu untuk putrinya yang juga baru lahir. Bagaimana hari-hari Naina menjalankan perannya sebagai ibu susu, sementara dia harus tinggal seatap dengan sang mantan kekasih, yang sebenarnya adalah ayah biologis dari putrinya?
view moreBab 1
"Mohon maaf sekali lagi, Bu. Jika Ibu tidak bisa melunasi biayanya, maka bayi anda harus tinggal di sini sebagai jaminan. Adek bayinya bisa dijemput kembali jika Ibu sudah melunasi biaya persalinan sekaligus biaya perawatan bayi selama ditinggal di sini." Perempuan muda itu menjelaskan dengan sangat hati-hati, tentunya dia pun takut jika perempuan berbaju lusuh yang tengah menggendong bayinya itu akan semakin terpuruk.
Dari penampilannya saja, Naina terlihat sebagai perempuan dengan banyak masalah, sekaligus miskin. Ya, miskin. Buktinya dia tidak mampu membayar tagihan rumah sakit, kan?
"Tapi saya cuma punya uang satu juta dan saya pun akan meninggalkan KTP saya di sini sebagai jaminan." Naina mengangsurkan tumpukan uang yang sebagian lembarannya telah lusuh dan juga KTP miliknya, satu-satunya benda pengenal diri yang ia punya. Naina menatap perempuan yang di tag nama Lisa itu dengan penuh harap.
Tidak tega rasanya meninggalkan bayinya di rumah sakit ini. Naina pun tidak bisa menjamin akan bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat, apalagi ia baru melahirkan. Dia tidak mungkin bekerja dan tidak ada pula orang yang bisa ia mintai bantuan.
"Tapi prosedurnya nggak bisa seperti itu, Bu. Saya mengerti posisi Ibu yang sulit, tapi mohon maaf saya nggak bisa memenuhinya. Kalau memang Ibu ingin meminta keringanan pembayaran, bisa menghubungi direktur rumah sakit ini. Namanya dokter Bobby Wira Kusuma...."
"Benarkah?" Mata Naina tiba-tiba saja berbinar-binar, secercah harapan yang membuat dadanya serasa menghangat.
"Iya Bu, tapi sekarang beliau masih sibuk di ruang operasi. Anda bisa menemui beliau jika jadwal telah kosong. Nanti saya akan bantu untuk menghubungi asisten beliau." Perempuan itu mengambil ponsel miliknya dan menyentuh beberapa tombol.
"Terima kasih banyak, Bu." Naina mengangguk. Dia kembali menyimpan uang dan ktp-nya ke dalam tas kecil yang di bawanya.
"Saya mohon bantuannya, Bu, agar bisa dipertemukan dengan dokter Bobby. Selama menunggu beliau, izinkan saya duduk dulu di sana." Naina menunjuk ke sebuah bangku yang ada di sudut ruangan administrasi ini.
"Oh ya, Bu, silahkan. Semoga saja bisa cepat dipertemukan dengan beliau ya. Dokter Bobby itu orang baik. Mungkin beliau punya kebijakan khusus untuk Ibu, tapi kalau dari pribadi saya, tetap nggak bisa Bu, karena kami cuma karyawan di sini dan hanya menjalankan prosedur," ujar Lisa menegaskan.
Naina menggigit bibirnya sembari undur diri, membiarkan Lisa melayani pengunjung lain yang ingin menyelesaikan pembayaran. Masih dengan menggenggam kertas berisi tagihan biaya persalinannya, ia berjalan perlahan menuju bangku yang ada di sudut ruangan ini.
Sebenarnya ini hanyalah persalinan normal dengan ruangan perawatan kelas 3 pula. Naina tidak punya BPJS dan dia memang diharuskan untuk melahirkan di rumah sakit, bukan di bidan, karena sesuatu dan lain hal. Beruntungnya hal yang ia takutkan tidak terjadi. Dia bisa melahirkan dengan normal tanpa kendala, hanya saja biaya persalinan di bidan dan di dokter kandungan itu pasti beda, dan Naina tidak memiliki uang sebanyak itu. Uang di tangannya cuma satu juta, sementara tagihan biaya persalinannya sebesar 4 juta. Jadi masih kurang 3 juta lagi.
Perempuan itu mendesah. Air matanya berguguran, bahkan setetes jatuh di wajah putri kecilnya yang membuat sepasang mata bayi itu mengerjap. Mungkin ia terkejut. Bayi itu menangis sesaat, namun Naina menepuk-nepuk bokong putrinya, sehingga bayi itu bisa tenang kembali.
Tanpa merasa malu, dia mengeluarkan aset pribadinya supaya bayinya benar-benar tenang. Putrinya yang ia beri nama Bilqis itu menyusu perlahan. Beruntung pengunjung rumah sakit kali ini tidak banyak dan didominasi kaum wanita sehingga aset pribadinya ini tidak banyak yang melihat.
"Kita pasti akan baik-baik saja. Jangan khawatir, Bilqis. Ada Mama sama kamu. Mama sedang cari cara agar kita berdua bisa keluar dari rumah sakit ini berbarengan," bisik Naina.
Seburuk apapun caranya ia mendapatkan Bilqis, dia tetap menyayanginya. Bilqis adalah putrinya, yang lahir dari rahimnya dengan melewati persalinan, proses antara hidup dan mati. Setidaknya dia memiliki seseorang yang patut ia perjuangkan di saat semua orang menganggap dirinya bukan apa-apa, bukan seseorang yang berharga.
Di usianya yang baru 20 tahun, Naina sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Orang tuanya sudah meninggal, ibu mertua dan keluarga suaminya pun mengusirnya setelah sang suami meninggal dunia di saat kehamilannya baru menginjak usia 16 Minggu.
"Kenapa kamu harus pergi, Revan? Kenapa malaikat penolongku begitu cepat pergi, sementara aku begitu bergantung sama kamu," keluh Naina dalam hati. Lagi-lagi ia teringat mendiang suaminya.
Semula ia berpikir Revan adalah suami yang ditakdirkan Tuhan untuknya. Revan akan menjadi malaikat seumur hidupnya, menjadi ayah dari putrinya, tapi ternyata dia harus menjalani semua ini kembali sendirian.
Revan yang menemukan dirinya dalam keadaan hampir mati karena dia memang mengiris urat nadinya. Percobaan bunuh diri yang akhirnya gagal. Revan yang membawanya ke Rumah Sakit. Revan yang menguatkan dirinya untuk bisa tetap tegar dan menerima semua hal buruk yang didapatnya dari kekasihnya.
Seharusnya Albert, kekasihnya itu menghabiskan malam pertama dengan istrinya yang baru tadi siang ia nikahi, tapi nyatanya Albert justru mendatanginya di kos-kosan, lalu memaksanya untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh pasangan pengantin baru itu.
Luka yang ditorehkan oleh Albert atas pengkhianatan cinta mereka seharusnya sudah cukup, tapi kenapa Albert menambah lagi dengan merenggut kehormatannya, bahkan menanamkan benih di rahimnya?
Bahkan setelah menodainya, pria itu pergi begitu saja, bahkan tak pernah muncul kembali. Tidak ada kata maaf, apalagi dibarengi tindakan untuk bertanggung jawab.
Kenapa pria itu bisa begitu kejam?
Di awal, Albert begitu manis. Dia tidak melakukan pernah melakukan hal yang aneh-aneh selama mereka berpacaran, dan itu yang membuat Naina begitu mencintai pria itu, meskipun sadar status sosial mereka ibarat bumi dengan langit.
Namun di malam itu, dia seperti tidak mengenal Albert. Albert seperti singa yang buas dan dirinya adalah mangsa yang harus dimakan oleh pria itu.
Meminta pertanggungjawaban dari Albert atas kehamilannya juga tidak mungkin. Albert sudah menikah dengan Cherry, seorang artis terkenal sekaligus cucu seorang konglomerat di negeri ini. Tidak mungkin Albert mau bertanggung jawab, bahkan mungkin bisa-bisa dia dan calon bayinya disingkirkan. Naina belajar dari beberapa kasus yang sempat viral di negeri ini. Beberapa perempuan yang menjalin hubungan dengan pria yang berasal dari status sosial yang tinggi berakhir dengan kematian tatkala dimintai pertanggungjawaban dari hubungan yang mereka jalani.
Naina takut kejadian, meskipun awalnya pernah melakukan percobaan bunuh diri lantaran putus asa.
Ternyata jalan menuju kematian itu sangat menyakitkan.
Naina kapok. Apalagi setelah mendengar nasehat dari Revan jika bunuh diri itu dosa besar.
Akhirnya ia memilih menerima tawaran dari Revan, kakak dari sahabatnya. Mereka menikah dan dan sepakat merahasiakan kehamilan ini sehingga semua orang mengira jika dia hamil anak Revan. Sampai akhirnya saat ia tengah berbicara dengan Revan, dia keceplosan dan pembicaraan mereka terdengar oleh Revi.
Maka sejak itulah perlakuan keluarga Revan berubah total, bahkan ibu mertuanya yang di awal menyayanginya berbalik 180 derajat. Naina bahkan sempat dicekoki jamu-jamuan agar janin segera gugur, tapi beruntungnya Naina sempat menepis cangkir berisi jamu sehingga akhirnya benda yang terbuat dari kaca itu jatuh ke lantai.
Perempuan itu lagi-lagi mendesah, lalu mengusap air matanya.
Menangis pun percuma. Dia harus fokus hidup hanya berdua dengan Bilqis. Bagaimana, anak perempuannya ini adalah secercah harapan yang harus ia jaga dengan baik.
Dari Revan ia belajar untuk menerima semua keadaan, meski itu buruk.
"Kamu kuat, Naina. Kamu kuat. Ada Bilqis yang butuh kamu. Kamu perempuan berharga, dan kamu bisa melewati semua hal." Satu sisi dalam dirinya berusaha memberi semangat.
Naina menarik nafas panjang. Air matanya sudah berhenti mengalir, meski pipinya masih basah. Bayinya menggeliat sesaat, namun mulutnya terbuka. Dia melepaskan puting payudara dengan matanya yang terpejam. Naina buru-buru memasukkan payudaranya ke dalam baju, kemudian mengancingkan bajunya kembali.
Seorang perempuan mendekat tanpa ia sadari lantaran dia tengah sibuk memancingkan bajunya. Perempuan itu mengambil kertas yang berisi tagihan rumah sakit yang berada di tangan kanan Naina, lalu segera melangkah menuju meja administrasi.
Bab 13"Itu gajiku dibayar di muka, Mbak. Makanya barusan aku dari ruang kerjanya Tuan Albert, mau menanyakan hal ini."Akhirnya Naina berhasil mengambil ponselnya kembali setelah pandangan perempuan itu teralihkan kepadanya. Pegangan Kinara pada ponsel itu mengendur, sehingga Naina dengan gampang mengambil ponsel itu dari tangan Kinara."Kamu pikir aku percaya? Kamu begitu lama berada di ruangan itu. Pasti kamu sudah menggoda Tuan Albert!""Terserah Mbak Kinara mau percaya apa nggak, tapi yang jelas aku di kamar itu cuma menanyakan soal gaji. Beliau hanya menjelaskan bahwa itu adalah pembayaran di muka, jadi selama 6 bulan saya nggak menerima gaji lagi. Mungkin beliau merasa kasihan...." Naina menelan saliva. Kata kasihan membuat dadanya terasa nyes, sesak sekali.Apa hidupnya begitu menyedihkan, sehingga harus mendapatkan belas kasihan dari mantan kekasih?"Awas aja kalau kamu bohong. Saya bisa laporkan kamu sama Nyonya Cherry kalau kamu mencoba menggoda Tuan Albert!""Apa untungnya
Bab 12"Tapi saya tidak bisa menerimanya, Tuan. Ini terlalu banyak untuk gaji seorang baby sister, jadi lebih baik Anda tarik saja." Naina mengambil ponselnya dan menyerahkan kepada Albert."Saya tidak mengerti cara mentransfer. Sebaiknya Anda sendiri yang mentransfer untuk mengembalikan uang yang Anda kirim barusan.""Kamu ini kenapa sih, dikasih gaji banyak kok nggak mau?!" Pria itu mengerutkan kening, pura-pura tidak paham. Tentu saja dia sebagai mantan kekasih Naina tahu betul sifat wanita itu. Naina tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pewaris grup perusahaan retail Indo Mars. Naina menjadi dirinya apa adanya, lebih memilih berpakaian sederhana, meskipun terkadang itu menampar harga diri Albert sebagai seorang laki-laki. Albert yang memiliki ego yang tinggi pastinya merasa terganggu dengan tatapan yang dialamatkan orang kepada mereka. Cowoknya memakai pakaian yang mahal, sementara ceweknya berdandan sangat sederhana. Pernah Albert memaksa Naina ke mall, dan mencoba membel
Bab 11Mengingat itu, Naina jadi teringat kejadian malam di mana ia memerkoki Albert dan Roy berbicara begitu santai di halaman rumah ini.Namun untuk menanyakannya langsung kepada Roy, tentu saja tidak mungkin. Ini tidak etis. Dia harus waspada dan bersiap-siap dengan segala kemungkinan.Roy memang tinggal di rumah ini, karena ia sopir pribadi yang harus stand by satu kali 24 jam untuk mengantar majikannya bepergian. Tapi bukan berarti itu lantas membuat pria itu tidak mungkin memiliki keluarga di luar sana."Tapi aku harap kita bisa menjaga batasan, karena aku perhatikan kamu sudah terlalu baik. Aku hanya nggak enak, hampir setiap malam kamu kasih aku makanan, bahkan kamu menolak saat aku memberimu uang untuk membeli obat buat Bilqis. Aku hanya tidak ingin digosipkan punya hubungan pribadi dengan sesama pekerja. Aku juga tidak mau memiliki hutang budi sama kamu." Naina menelan ludahnya. Tenggorokannya tiba-tiba saja merasa kering.Bahkan hawa sejuk di ruangan ini tiba-tiba saja beru
Bab 10 "Iya, Dok. Anak saya, Bilqis badannya panas. Saya sudah memberinya obat penurun panas, tapi tidak mempan. Sementara saya tidak mungkin membawanya ke klinik, karena dokter sendiri tahu jika nona Queen tidak bisa sembarangan keluar rumah." "Oh iya, saya mengerti. Baik, saya yang akan ke sana. Tunggu 30 menit lagi ya, Bu." "Terima kasih banyak, Dok." Naina merasa lega karena ternyata dokter keluarga ini bersedia membantu. Dan benar saja, 30 menit kemudian dokter Ratri datang. Perempuan itu mulai melakukan pemeriksaan standar, lalu menjelaskan beberapa hal kepada Naina. "Sayang sekali, saya tidak bawa obat, Bu. Tapi sudah saya tuliskan resep. Nanti Ibu bisa titip kepada sopir atau siapapun di rumah ini untuk membelinya di apotek. Beli obat di apotek online juga bisa, jangan lupa ibu upload resep dari saya ya, saat mau check out." Perempuan itu memberikan secarik kertas bertuliskan nama-nama obat kepada Naina. "Terima kasih banyak, Dok." Mata perempuan itu berbinar. Dia m
Bab 9 Kinara menelan ludahnya. Bukan ini yang ia inginkan. Dia sengaja memprovokasi Cherry agar perempuan itu selalu curiga pada Naina. Kinara ingin sekali menyingkirkan Naina. Dia sudah punya feeling yang tidak enak dengan perempuan yang menjadi ibu susu itu, seolah kehadiran Naina di rumah ini bukanlah kebetulan, tetapi sudah direncanakan sejak jauh hari. Tapi siapa sebenarnya yang merencanakan? Tidak mungkin Gayatri, walaupun kenyataannya Gayatri lah yang membawa perempuan itu untuk menjadi ibu susu cucunya. Kalaupun Gayatri, lalu apa tujuan perempuan setengah baya itu? Apa tidak ada lagi perempuan lain yang bisa menjadi ibu susu Queen? Kenapa dari sekian banyak perempuan yang sedang menyusui, justru Naina yang terpilih? Bahkan terlihat begitu mudahnya Naina terpilih sebagai ibu susunya Queen. Padahal Gayatri orangnya sangat selektif. Tidak sembarangan orang bisa bekerja dan dekat dengan Gayatri. Gayatri sangat peduli dengan latar belakang seseorang, apalagi orang itu akan menj
Bab 8 Naina pikir Kinara ke kamar ini hanya sendirian, tetapi ternyata ada perempuan lain yang mengiring di belakangnya. Perempuan itu melangkah anggun mendekati dirinya. Wajahnya cantik dan sangat familiar karena sering wara-wiri di layar kaca, hanya saja baru kali ini Naina melihat Cherry secara langsung. "Naina. Ini Nyonya Cherry, ibu kandungnya non Queen." Kinara memberitahu, nadanya sedikit menekankan. Namun Naina hanya tersenyum tipis, kemudian mengangguk. "Selamat pagi, Nyonya. Saya Naina, ibu susunya non Queen." Jujur Naina merasa risih karena Cherry memandanginya seperti itu. Penampilan Naina saat ini memang sedikit berantakan. Dia bahkan belum mandi, dan hanya mengenakan baju panjang tanpa kerudung, karena dia sudah hapal betul, Albert jarang masuk ke kamar ini. Sebenarnya Naina juga tidak mengerti kenapa Albert seperti tidak peduli dengan putrinya sendiri, tetapi Naina tidak berani menanyakan soal itu. Itu bukan urusannya. Naina tetap meneguhkan hati bahwa menjadi ibu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments