Bab 2
"Mana lembar tagihanku?" Perempuan itu seketika menjadi panik sendiri.
Naina baru menyadari jika lembaran tagihan rumah sakitnya tidak ada lagi di tangannya setelah ia selesai merapikan pakaiannya. Kepalanya menunduk, mencari-cari. Dia berpikir mungkin saja kertas tagihan itu jatuh ke lantai tanpa ia sadari.
Namun, ternyata apa yang ia cari tidak ditemukan. Naina pun berdiri, bermaksud akan mencari ke area yang lebih jauh dari tempat duduknya tadi.
"Naina...."
Perempuan muda itu menoleh. Seorang perempuan setengah baya yang terlihat sangat cantik di usianya berdiri tak jauh dari tempatnya duduk tadi. Naina segera memutar tubuh, dan menghadap perempuan itu.
"Nyonya memanggil saya?" Suaranya pelan sekali. Naina memang sedikit ragu karena merasa tidak pernah bertemu atau berkenalan dengan perempuan itu sebelumnya.
"Ini bukti pembayaran dari biaya persalinan kamu. Ambillah. Saya sudah melunasinya." Perempuan itu memberikan sebuah amplop.
"Nyonya yang membayar tagihan persalinan saya?!" Bibir perempuan itu bergerak-gerak, suaranya bergetar.
"Betul, Naina. Tapi sekarang kamu harus ikut saya, karena ada yang ingin saya bicarakan sama kamu. Bisa ya?" pintanya dengan nada lembut, meski Naina merasa kelembutan itu seperti dibuat-buat. Entahlah, atau mungkin itu hanya perasaannya sendiri.
Naina tidak punya pilihan. Dia mengikuti perempuan paruh baya itu, meski sebenarnya dia belum begitu percaya. Tapi Naina tidak bisa menolak, lantaran perempuan itu sudah berbaik hati membayar biaya persalinannya.
Naina menggendong Bilqis sekaligus membawa tas besar perlengkapan dirinya dengan Bilqis. Tidak ada yang membantu. Naina hanya sendirian. Beruntung dia melahirkan secara normal sehingga tidak ada drama angkat barang berat, meskipun sebenarnya untuk ibu yang baru selesai melahirkan tidak dibenarkan mengangkat barang yang berat, tak peduli metode persalinannya caesar atau normal.
"Masuklah Naina, kita bicara di mobil," pinta perempuan setengah tua itu. Dia masuk ke mobil lebih dulu setelah sopirnya membukakan pintu mobil.
Naina masuk mobil perlahan dan penuh rasa ragu, karena merasa sayang. Belum pernah dia masuk ke mobil semewah ini dan duduk di samping perempuan paruh baya yang jelas saja secara penampilan menunjukkan kelasnya.
Naina dengan perempuan itu ibarat bumi dengan langit.
"Nama saya Gayatri. Saya memiliki seorang cucu yang masih bayi dan butuh ibu susu. Dari hasil pengamatan kami pada ibu-ibu yang tengah bersalin di rumah sakit ini, kamu yang terbaik. ASI kamu melimpah ruah, bahkan pakaian kamu sampai basah pula." Dia menunjuk dada Naina yang membuat Naina seketika menunduk, menyadari jika dadanya memang basah, padahal Bilqis baru saja menyusu.
Khusus untuk satu hal yang satu ini, Naina memang merasa sangat bersyukur.
"Nyonya meminta saya untuk menjadi ibu susu dari cucu nyonya?" ulang Naina.
"Benar sekali, Naina. Saya berharap kamu menerimanya. Jangan khawatir soal gaji. Saya pasti akan memberikan gaji yang tinggi sama kamu..."
"Tetapi... Bukankah Nyonya adalah orang kaya dan bisa membelikan susu formula dengan merek termahal?"
"Saya nggak mau ambil resiko, Naina. Lebih baik mencari ibu susu, ketimbang mempertaruhkan kesehatan cucu saya dengan gonta ganti susu formula, karena tidak semua susu formula itu cocok untuk bayi, kan?" Gayatri menjelaskan.
Naina mengangguk-angguk. Tawaran Gayatri cukup menggiurkan, demikian pula dengan gajinya. Naina akan bisa melanjutkan hidup, karena bagaimanapun ia tidak punya siapa-siapa di sini.
Setelah keluar dari rumah sakit pun Naina tidak tahu harus ke mana. Tidak mungkin dia kembali ke kamar kosnya yang kecil, karena sudah habis masa sewanya. Dia pun juga tidak punya uang, kecuali uang satu juta itu yang mungkin akan cepat habis karena dia tidak mungkin akan langsung bisa bekerja setelah melahirkan.
"Saya mau, Nyonya, asalkan cucunya mau menyusu kepada saya."
"Iya, semoga saja dia mau. Selama di rumah sakit dia diberi susu formula. Udah coba beberapa merek dan nggak ada yang cocok. Akhirnya saya pilih cari ibu susu saja. Kalau ASI kan biasanya cocok untuk bayi. Kita nggak pernah dengar kan, ada bayi yang alergi ASI?"
"Iya, Nyonya benar. Memang lebih baik ASI daripada susu formula. Mohon maaf, Nyonya, memangnya kenapa dengan ibunya? Apakah ibunya sedang sakit sehingga tidak bisa menyusui bayinya?"
"Ibunya terikat pekerjaan dengan kontrak yang panjang, jadi tidak bisa menyusui bayi. Dia melahirkan 3 hari yang lalu dan langsung dijemput oleh asistennya untuk kembali melanjutkan jadwal kontrak," sahut Gayatri. Raut wajahnya terlihat mulai masam. Mungkin dia tidak suka dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
Naina yang segera tahu diri hanya mengangguk, meskipun dia sebenarnya masih sangat ingin tahu. Rasanya tidak masuk akal jika ibunya masih ada, tetapi bayinya malah disusukan kepada orang lain.
Kan aneh.
"Tapi sudahlah. Itu bukan urusanku. Yang penting aku punya penghasilan dan mungkin tempat tinggal." Perempuan itu membatin.
Tidak mungkin kan seorang ibu susu tinggal berpisah dengan anak susunya?
Ini sebuah keberuntungan.
Setidaknya selama 2 tahun ke depan Naina memiliki tempat tinggal dan selama 2 tahun pula ia bisa mengumpulkan uang agar kedepannya memiliki tempat tinggal sendiri dan usaha agar dia bisa mandiri.
Meski ia tidak tahu, apakah Gayatri bisa dipercaya atau tidak. Namun Naina berharap semuanya baik-baik saja.
Siapa tahu ini memang jalan agar dia bisa hidup lebih baik kedepannya.
Perempuan itu memejamkan matanya untuk sesaat sebelum akhirnya menghela nafas.
Akhirnya mereka tiba di depan sebuah bangunan yang sangat besar, seperti istana saja layaknya. Naina keluar dari mobil dan terpaku menatap bangunan besar di hadapannya.
"Mari, akan saya perkenalkan dengan cucu saya dan juga papanya." Perempuan paruh baya itu berjalan di depan tanpa memandang Naina sama sekali.
Naina mengiringi Gayatri dengan perasaan tak menentu. Dia melangkah dengan sangat hati-hati karena merasa tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini. Lantai rumah ini sangat bersih berbeda dengan dirinya yang hanya mengenakan sandal jepit, itu pun dilepas saat akan menapak di lantai teras rumah ini.
Sosok laki-laki tengah duduk di sofa. Dia menunduk sembari memainkan ponsel. Tampaknya memang sudah menunggu kedatangan mereka.
Keduanya terus berjalan semakin mendekat, menghampiri pria itu.
"Al, Mama sudah bawa calon ibu susu yang kamu rekomendasikan untuk baby Queen," ujar Gayatri.
Suara ibunya membuat pria itu mendongak dan mengabaikan atensinya dari layar ponsel di dalam genggamannya.
"Al," lirih Naina spontan. Tubuhnya seketika membeku melihat pria itu mengangkat wajah, lantas berdiri di hadapan mereka.
Bab 76Gayatri terdiam untuk sesaat. Perasaannya sulit untuk ia jabarkan. Dia hanya bisa menatap bayi yang baru saja bisa duduk itu. Memang, Bilqis terlihat sangat cantik. Wajahnya pun sangat mirip dengan Albert. Tak diragukan lagi jika Bilqis memang darah daging Albert, putra mereka. Namun, entah kenapa rasanya dia tidak bisa menerima kenyataan, kenapa putranya harus menanamkan benih di dalam rahim seorang wanita rendahan seperti ini?Bagaimana tanggapan keluarga besarnya kelak jika dia mengangkat seorang menantu dari kalangan rendahan, dari rakyat jelata, kasta terendah. Gayatri yang memiliki nama lengkap Dewi Ajeng Gayatri adalah wanita berdarah bangsawan. Silsilah keluarganya tersambung dengan keluarga kerajaan di masa lalu. Adat dan tradisi masih melekat dalam keluarganya, sehingga dia tidak bisa memilih orang sembarangan sebagai menantu.Seperti halnya dia sendiri yang akhirnya menikah dengan pria yang masih kerabat kerajaan Inggris, namun memilih menjadi mualaf dan tinggal di
Bab 75"Akhirnya Mama sudah tahu, kan, gimana menantu kesayangan Mama itu? Makanya, Ma. Jangan memandang sesuatu itu hanya dari bebet, bibit dan bobot saja. Keturunan yang baik tidak menjamin, contohnya Cherry. Mungkin Mama menganggap jika dia itu anak sahabat mama, cucunya orang terkenal di negeri ini, artis terkenal. Tapi kenyataannya?""Iya, Mama mengerti. Mama akan pikirkan semuanya," sahut Gayatri. Sebenarnya dia sudah muak dengan bujukan suaminya. Namun sepertinya kali ini Edward pantang menyerah, dan Gayatri terpaksa meladeni.Entah apa yang dilihat Edward dari Naina. Perempuan itu cuma perempuan kampung yang tidak punya keluarga dan hidupnya pun pas-pasan. Bahkan untuk bertahan hidup saja, harus menjadi ibu susu anak dari mantan kekasihnya sendiri. Betapa mirisnya."Jangan cuma dipikirkan, Ma, tetapi dilakukan. Papa ingin sekali menjemput cucu papa agar tinggal di sini. Rumahnya di sini, di rumah utama keluarga kita.""Tapi Mama nggak suka dengan ibunya.""Nyatanya cucu kita
Bab 74"Aku pikir kamu bisa diajak kerjasama, Cher, mengingat di antara kita tidak ada hubungan apapun. Pernikahan kita murni karena bisnis. Aku bisa menerimamu sebagai wanita pilihan Mama, tapi sayangnya kamu tidak bisa menjaga harga dirimu sendiri. Bukan aku yang mempermalukan keluargamu, tetapi justru kalian mempermalukan diri kalian sendiri. Kalian yang tidak bisa menjaga diri dan nama baik." Dadanya turun naik. Namun tangannya tanpa sadar menggenggam tangan Naina. Tidak ada penolakan dari perempuan itu. Rasa hangat menjalari tubuh Albert. Tangan lembut dan rapuh yang sudah lama tidak ia sentuh. Genggaman yang selanjutnya ia tarik perlahan. Albert mencium tangan itu dengan lembut dan penuh perasaan cinta di hadapan semua yang ada di sini. Seketika Cherry dan Jelita membuang muka."Aku pastikan tidak akan mundur sedikitpun, walaupun kamu dan kedua orang tuamu melakukan segala cara untuk menggagalkan perceraian kita. Aku tidak akan pernah mau rujuk kepadamu!""Dan ingat...." Alber
Bab 73Namun Albert tidak terlihat terkejut, berbeda dengan Naina dan Novia. Bahkan keduanya saling bertukar pandangan dalam durasi beberapa menit."Kurasa itu tidak masalah buatku. Setelah perceraian kita, kamu bisa minta tanggung jawab kepada bapak biologisnya," ujar Albert santai."Al!" pekik Cherry tertahan. Dia menatap semua orang di sini secara bergantian. Malunya luar biasa. Dia yang membuat pengakuan, tapi dia sendiri yang malu. Dia tidak menyangka reaksi Albert begini."Tidak usah sok bikin drama, Cher. Aku nggak kuat buat bayar kamu menjadi tokoh utama di dalam sinetron. Kamu cukup hubungi para produser atau sutradara, lakukan cara yang biasa kamu lakukan agar kamu menjadi bintang utama sinetron yang akan mereka buat." Albert kembali berujar sinis. Dari Yolanda dia berhasil mengetahui semua seluk beluk tentang perempuan itu. Ini bukan cuma soal Erka, bahkan Albert jadi ragu siapa sebenarnya ayah biologis Queen. Bagaimana kalau dia bukan anak Erka, tetapi anak dari seseorang
Bab 72Novia merasa ragu, takut, dan sedikit cemas. Namun, perempuan muda yang tengah berdiri tepat berada di depan pintu itu masih tampak sabar menunggu. Dia memencet tombol berkali-kali dan suara denting lonceng berbunyi berulang-ulang, memecah keheningan suasana rumah ini.Akhirnya Novia memutuskan untuk berani. Dia memutar kunci, lalu kenop pintu. Pintu pun terbuka. Dan, sosok perempuan itu kini terlihat jelas berdiri di depannya."Halo Mbak, selamat siang. Apa benar ini rumah Naina?" tanyanya sopan.Novia seketika mematung. Ternyata benar, perempuan ini memang mencari Naina. Lalu apa hubungannya perempuan yang tak ia kenal ini mencari Naina? Tidak mungkin perempuan ini adalah Revi. Soalnya Naina pernah bilang, jika Revi dalam keadaan hamil. Sementara perempuan di hadapannya ini tampak langsing. Tapi apakah Revi sudah melahirkan? Tanpa sadar Novia langsung menunjukkan pandangannya pada perut perempuan itu, perut yang rata, langsing dan kencang. Tidak ada tanda-tanda perempuan i
Bab 71Tanpa menunggu jawaban Naina, Albert langsung memindahkan Bilqis dan Queen ke dalam stroller."Ayo kita piknik, anak-anak!" serunya antusias seraya mendorong stroller menuju ke halaman belakang.Melihat Albert yang begitu antusias, akhirnya Naina terpaksa berjalan mengiringi mereka, walaupun hatinya merasa tak nyaman. Dia sangat takut melihat pria itu begitu bersemangat. Lalu apa yang bisa ia lakukan untuk meredam semua ini?Diam-diam dia kembali merenungkan ucapan Novia. Tidak ada yang mudah dari sebuah pilihan yang diambil. Mau pergi jauh ataupun menghadapi semua ini, semuanya sama saja. Pergi jauh pun, Albert akan selalu bisa mendeteksi di mana keberadaannya. Jadi percuma saja. Naina sudah membuktikan itu. Walaupun Roy begitu rapat menyembunyikannya, tetap saja Albert akan mencari cara agar bisa bertemu dengannya dan keluar dari syarat yang diajukan oleh Roy.Tidak ada gunanya main petak umpet. Berujung Naina yang kalah.Pria itu sangat cerdik, bahkan mungkin setengah licik