แชร์

Bab 5

ผู้เขียน: Cancer Girl
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-19 11:45:25

Pagi itu, Taufik berangkat lebih awal ke kantor karena ada rapat penting dengan klien dari luar negeri. Seperti biasa, sebelum pergi, ia sempat menengok kedua putranya yang sedang tertidur lelap di dalam boks bayi mereka. Ernita pun sudah bersiap dengan pekerjaannya. Hari ini tugasnya tetap sama, merawat dan menyusui bayi kembar Taufik, Asrul dan Arkaf.

Namun berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini ibu Taufik, Loren, memutuskan untuk tinggal di rumah putranya sepanjang hari karena dia mendengar bahwa Tia meminta ijin libur lantaran anaknya sakit.

Hal itu dijadikan kesempatan oleh Loren. Tidak sendirian, ia mengajak serta putrinya, Helen, yang merupakan adik perempuan Taufik. Keduanya sudah berencana untuk mengamati dan mencari kesalahan Ernita agar bisa mengusirnya dari rumah itu.

"Ibu, kenapa kita tidak menyuruh saja Taufik mengganti wanita itu dengan perawat bayi profesional?" bisik Helen saat mereka duduk di ruang tamu sambil memperhatikan gerak-gerik Ernita dari kejauhan.

Loren menyesap tehnya perlahan, lalu menatap putrinya dengan tajam. "Tidak bisa langsung seperti itu. Taufik terlalu percaya diri dengan keputusan yang dia buat. Kita harus punya alasan yang kuat agar dia sendiri yang menyingkirkan perempuan itu."

Sementara itu di dalam kamar bayi, Ernita tengah menyusui Asrul. Bayi itu tampak nyaman dalam dekapannya, matanya setengah terpejam karena kenyang. Arkaf yang berada di boks sebelahnya mulai menggeliat, pertanda ia juga ingin menyusu.

Ernita hendak menggeser posisi agar bisa menyusui Arkaf, tetapi sebelum sempat melakukannya, pintu kamar terbuka lebar. Loren dan Helen melangkah masuk tanpa izin, menatapnya dengan sorot mata tajam.

"Astaga, jadi benar! Kau masih menyusui mereka langsung dengan ASI-mu?" seru Helen dengan nada mencemooh. "Kenapa tidak memakai botol saja? Itu lebih higienis!"

Ernita mengangkat wajahnya, mencoba tetap tenang meskipun dadanya berdebar karena dipojokkan. "Tuan Taufik sendiri yang meminta saya untuk menyusui mereka secara langsung. Bayi-bayi ini menolak susu formula, dan mereka lebih nyaman dengan ASI."

Loren melipat tangan di dadanya, berjalan mendekat dengan langkah anggun namun penuh tekanan. "Kau ini siapa sebenarnya? Aku masih belum percaya dengan cerita yang kau buat. Suamimu meninggal, bayimu meninggal, dan tiba-tiba kau ada di sini, menyusui cucu-cucuku? Itu terdengar terlalu dramatis untuk menjadi kenyataan."

Ernita menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir tumpah. "Saya tidak punya alasan untuk berbohong, Nyonya. Saya hanya seorang wanita yang butuh pekerjaan untuk bertahan hidup."

Helen mendengus sinis. "Bertahan hidup dengan cara menempel pada kakakku? Jangan-jangan kau berharap bisa menggantikan almarhumah Fatma dan menjadi istri kakakku?"

Ernita terkesiap mendengar tuduhan itu. Wajahnya langsung memerah karena merasa sangat direndahkan. "Saya tidak pernah berpikir seperti itu! Saya di sini hanya untuk bekerja dan merawat bayi-bayi ini."

Loren menyeringai, merasa puas melihat Ernita dalam posisi terpojok. "Aku tidak percaya dengan wanita seperti kamu. Kau mungkin bisa memperdaya Taufik, tapi tidak denganku. Awas saja, aku akan menemukan kesalahanmu dan memastikan kau tidak bertahan lama di rumah ini."

Ernita hanya bisa diam, menundukkan kepala sambil berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia tahu, mulai hari ini hidupnya di rumah ini akan semakin sulit.

****

Seharian Loren di rumah Taufik bersama Helen. Mereka berusaha mencari-cari kesalahan Ernita untuk bahan bulian.

Loren sudah mengawasi setiap gerak-gerik Ernita dengan tatapan penuh curiga. "Kau benar-benar bekerja di sini atau hanya berpura-pura?" tanyanya dengan nada tajam saat Ernita sedang mencuci botol susu bayi kembar.

Ernita berusaha tetap tenang. "Saya hanya ingin melakukan tugas saya dengan baik, Bu," jawabnya lembut.

Helen yang sejak tadi memperhatikan langsung menimpali, "Ibu, lihat itu! Dia bahkan tidak memakai celemek saat mencuci botol. Bagaimana kalau botolnya tidak steril?"

Loren mengangguk setuju. "Kamu ini ceroboh. Jangan sampai cucu-cucuku sakit gara-gara ketidakbecusanmu!"

Ernita menggigit bibirnya, menahan gejolak di hatinya. Namun ia tetap fokus pada pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, bayi kembar mulai menangis. Ernita dengan sigap menggendong salah satu bayi dan mulai menyusui.

Loren langsung mendekat dan mengawasi dengan wajah sinis. "Kenapa kamu tampak begitu nyaman menyusui cucuku? Jangan berpikir kamu bisa mengambil tempat Fatma di sini!"

Ernita tersentak, tetapi ia tidak membalas. Helen tertawa kecil, menikmati situasi itu. "Mungkin dia sengaja, Bu. Mana tahu dia ingin jadi bagian dari keluarga ini."

"Tidak akan pernah!" Loren menegaskan. "Kau hanya pekerja di sini. Jangan pernah bermimpi lebih!"

Hari itu berlalu dengan tekanan dan ejekan dari Loren dan Helen. Namun Ernita tetap bertahan. Ia tahu dirinya ada di sini untuk Asrul dan Arkaf, bukan untuk membalas kebencian mereka.

"Lihat saja caranya menyusui, seperti perempuan murahan saja," bisik Helen pada Loren.

"Aku masih tidak mengerti kenapa Taufik memilih wanita seperti dia untuk merawat cucuku," timpal Loren dengan nada ketus.

Saat Ernita hendak membawa bayi ke kamar, Helen sengaja menabraknya hingga Ernita hampir terjatuh.

"Astaga! Apa kau buta? Hati-hati dong!" bentak Helen.

Ernita hanya menunduk menahan perasaan. Dia tidak ingin memperkeruh suasana. Namun Loren malah menambahkan.

"Kalau kau tidak bisa menjaga keseimbangan, lebih baik pergi dari rumah ini. Aku tidak mau cucuku terluka gara-gara kamu."

Siang harinya, Ernita mencoba mengabaikan sikap keduanya dan tetap bekerja seperti biasa. Namun Loren dan Helen tidak berhenti mencari masalah. Mereka sengaja meninggalkan tumpukan cucian piring kotor di dapur lalu memanggil Ernita dengan suara keras.

"Hei, kau! Kenapa piringnya belum dicuci? Apa kau pikir hanya tugasmu menyusui saja di sini?"

Ernita terkejut dan melihat tumpukan piring yang tidak ada sebelumnya. Meski hatinya terluka, dia tetap melangkah ke arah wastafel dan mulai mencuci tanpa berkata apa-apa. Namun saat itu, Loren menyenggol gelas hingga jatuh dan pecah.

"Astaga, kau ceroboh sekali! Aku sudah tahu kau ini pembawa sial," sindir Loren dengan nada puas.

Ernita menghela napas dalam-dalam, menahan air matanya. Dia sadar, apapun yang dia lakukan tidak akan pernah benar di mata mereka. Tetapi demi Asrul dan Arkaf, dia harus bertahan.

Saat sore menjelang, Helen kembali mencari kesalahan Ernita. Kali ini dia menumpahkan segelas jus di lantai ruang tamu, lalu berteriak memanggil Ernita.

"Lihat! Lantai ini kotor! Bersihkan sekarang juga!"

Ernita datang dengan kain pel dan mulai membersihkan lantai. Namun, saat dia membungkuk, Helen sengaja menjatuhkan tisu ke lantai dan menginjak tangan Ernita tanpa sengaja.

"Ups, maaf! Kakiku terpeleset," katanya dengan nada mengejek.

Ernita menggigit bibirnya, menahan sakit. Dia tidak ingin membalas, karena tahu itu hanya akan memperburuk keadaan.

Saat malam tiba, Taufik pulang dari kantor dan melihat Ernita terlihat lelah. Dia juga melihat ibunya dan Helen yang tampak puas setelah seharian mengganggu Ernita.

"Ada apa ini?" tanya Taufik, melihat wajah Ernita yang pucat.

"Tidak ada, aku hanya sedikit lelah," jawab Ernita pelan.

Taufik menatap tajam ke arah Loren dan Helen, seolah mencurigai sesuatu. Namun sebelum dia sempat bertanya lebih lanjut, Loren tersenyum dan berkata ....

"Kami hanya memastikan bahwa wanita ini benar-benar bekerja dengan baik, Taufik. Kau tahu, aku hanya ingin yang terbaik untuk cucu-cucuku."

Taufik tidak menjawab, tetapi dalam hatinya, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Malam itu dia memutuskan untuk mengawasi apa yang sebenarnya terjadi di rumahnya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 81

    Pagi itu, di sebuah rumah terpencil yang dikelilingi pepohonan rimbun dan pagar tinggi, matahari menyelinap melalui celah-celah jendela yang tertutup tirai tebal. Di dalamnya, Nadya tengah sibuk di dapur sederhana, menyiapkan sarapan untuk dua bocah laki-laki yang terus-menerus membuat kegaduhan sejak bangun tidur."Asrul! Arkaf! Sarapan dulu, ayo sini!" panggil Nadya dengan nada sedikit memaksa, namun berusaha terdengar manis.Kedua bocah itu, Asrul dan Arkaf, tampak duduk di sudut ruangan, masih mengenakan piyama bergambar superhero. Mereka saling berbisik dan menatap Nadya dengan penuh curiga. Asrul menggoyangkan kakinya, sementara Arkaf memainkan mainan kecil dari saku bajunya."Kita mau pulang!" teriak Arkaf tiba-tiba."Iya! Kita mau sama Mama dan Papa!" sambung Asrul, wajahnya memerah karena emosi yang ditahan sejak kemarin.Nadya menghela napas panjang, lalu membawa dua piring berisi nasi goreng dan telur dadar ke meja. "Dengar, Nak. Mama dan Papa kalian lagi sibuk. Mereka mint

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 80

    Malam hari menyelimuti sebuah vila mewah yang tersembunyi di balik deretan pepohonan pinus di lereng perbukitan. Di dalam ruang tamu vila itu, lampu gantung berkilauan redup, menciptakan bayangan misterius di sudut-sudut ruangan. Dua sosok tengah duduk berhadapan. Gudel, dengan wajah dingin dan tatapan penuh perhitungan, menyeruput anggur dari gelas kristal di tangannya. Di hadapannya, Nadya duduk dengan tubuh tegap namun mata yang menyiratkan kebimbangan. "Aku sudah culik anak-anaknya Taufik," kata Gudel dengan suara pelan namun tajam seperti belati. "Sekarang tugasmu adalah bikin mereka luluh. Aku akan buat Taufik gila karena kehilangan anak-anaknya. Kalau pikirannya terganggu, dia pasti akan jatuh dan bangkrut. Dan saat dia berada di titik terendah, aku akan ambil semua miliknya." Nadya mengerutkan kening. Ia menunduk sejenak sebelum menatap mata Gudel. "Bukannya Taufik kaya tujuh turunan ya? Hartanya nggak mungkin habis, dia sih. Bahkan kalau perusahaan dia jatuh, dia masih pun

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 79

    Siang itu, langit terlihat cerah, dan suasana di sekitar SD Harapan Bunda cukup ramai. Para orang tua mulai berdatangan, menunggu anak-anak mereka pulang sekolah. Di seberang jalan, sebuah mobil hitam dengan kaca gelap berhenti perlahan. Mesin dimatikan, dan dari dalam mobil keluar seorang pria berkacamata hitam. Dialah Gudel.Gudel berdiri bersandar di kap mobilnya, memperhatikan gerbang sekolah dengan penuh minat. Senyumnya sinis, matanya awas. Ia tampak seperti seorang pria yang sedang menunggu seseorang, tapi tidak seorang pun tahu, ada niat jahat tersembunyi dalam diamnya.Jam menunjukkan pukul 12.58. Bel sekolah berbunyi. Dari dalam gerbang, anak-anak SD mulai keluar satu per satu. Ada yang tertawa riang, ada pula yang berjalan pelan menanti jemputan. Tak lama, dua bocah laki-laki kembar muncul. Seragam mereka rapi, wajah mereka ceria seperti biasa."Hem, si kembar," gumam Gudel, mengenali keduanya dari foto-foto yang pernah ia lihat diam-diam lewat sosial media dan pengintaian

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 78

    Bar itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa pengunjung duduk dengan tenang sambil menikmati minuman masing-masing. Musik jazz lembut mengalun dari sudut ruangan, memberikan suasana yang cukup nyaman bagi siapa pun yang ingin melepas penat atau sekadar melewati waktu.Gudel duduk di salah satu sudut ruangan, mengenakan kemeja gelap dengan kancing atas terbuka. Di hadapannya segelas minuman berwarna cokelat terang, aroma manis dengan kadar alkohol rendah menguar dari gelas tersebut. Ia menyesap pelan, sambil sesekali melirik ke pintu masuk bar.Tak lama kemudian, seorang wanita memasuki ruangan. Langkahnya mantap, namun matanya menyiratkan kehati-hatian. Ia mengenakan blouse sederhana berwarna pastel dan celana panjang berbahan kain. Rambutnya digerai lurus dan dibiarkan tergerai alami. Saat matanya bertemu dengan Gudel, senyum tipis mengembang di bibirnya."Nadya," sapa Gudel sambil melambaikan tangan. Wanita itu berjalan mendekat dan duduk di hadapannya."Sudah lama nunggu?" tanya Nad

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 77

    Beberapa tahun telah berlalu sejak kepergian Loren. Waktu berjalan begitu cepat, menyisakan kenangan yang masih lekat di hati setiap anggota keluarga. Kini, Taufik telah berpindah dan menetap di rumah warisan peninggalan Loren. Rumah besar yang dulu terasa dingin dan penuh tekanan, kini berubah menjadi hangat dan penuh kebahagiaan.Taufik tinggal bersama Ernita, istrinya yang setia, serta dua buah hati mereka, si kembar Asrul dan Arkaf, yang kini telah berusia tujuh tahun dan duduk di bangku kelas satu sekolah dasar. Tak ketinggalan, Tia juga masih menjadi bagian penting dalam keluarga itu. Ia kini tumbuh menjadi gadis remaja yang ceria dan bertanggung jawab, membantu Ernita menjaga si kembar dan tak jarang memasak makanan kesukaan mereka semua.Pagi hari selalu dimulai dengan riuh suara tawa si kembar. Asrul yang suka berceloteh, dan Arkaf yang lebih pendiam, tetapi cerdas, membuat suasana rumah tak pernah sepi. Ernita biasanya sudah bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Taufik

  • Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir   Bab 76

    Pagi itu, langit tampak cerah, tapi suasana hati Helen justru sebaliknya. Ia berdiri di depan pintu kantor tempatnya bekerja selama beberapa minggu terakhir. Kali ini bukan untuk memulai pekerjaan seperti biasanya, tapi untuk mengakhirinya. Tangannya menggenggam amplop berisi surat pengunduran diri yang sudah ia siapkan sejak semalam. Dengan langkah mantap namun hati yang sedikit gemetar, Helen masuk ke dalam kantor. Ia langsung menuju ruangan atasan tempat Gudel biasa duduk dengan angkuhnya. Sekretaris Gudel yang duduk di meja depan sempat menatap Helen dengan alis terangkat, tetapi tidak berkata apa-apa saat Helen membuka pintu dan masuk begitu saja. Gudel sedang duduk sambil menatap layar laptopnya ketika Helen masuk. Ia mengangkat kepala dan menyipitkan mata, tampak sedikit terkejut. "Helen? Ada apa pagi-pagi begini?" Tanpa basa-basi, Helen meletakkan amplop coklat di atas meja Gudel. "Saya mau mengajukan pengunduran diri, Pak. Mulai hari ini, saya tidak lagi bekerja di sin

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status