Prama menarik napas. Setidaknya di tengah kerumitan, ada sedikit hiburan."Pak, perusahaan makin kacau. Mereka sudah mendesak Anda agar cepat turun atau segera bertindak kalau masih mau duduk di kursi CEO. Anda diberi waktu 3 hari. Kalau tidak, mereka sudah siap dengan petisi untuk menurunkan Anda.""Biarkan saja mereka mengoceh." Reyvan dingin, tak peduli. Lalu, dia memijit pelipisnya. Rasanya masih kacau, efek tabrakan mesra.Amber melirik pada Reyvan sebentar, tampak tenang. Tapi, jantung Amber yang masih ada sisa efek tadi, kini malah hampir lompat saat mendengar waktu tenggat hanya 3 hari.Lalu, Amber menunduk. Wajahnya berubah, tatapannya jadi kosong. Dalam hati, dia ikut cemas. Posisi Reyvan bak di ujung tanduk. Dan dia dilema mau mundur atau bertahan.'Aku harus melakukan sesuatu. Dan tanpa kompromi sama suami gila ini. Harusnya aku langsung mundur dan mengambil keputusan cerai, semua akan langsung berakhir. Tapi aku sudah janji sama Opa. Hishh, semakin rumit. Grace ... Dion.
"Ini yang kamu bilang Dion penyelamatmu? Sudah kubilang, kamu terlalu lugu, Amber! Argghh!" Reyvan menatap kesal sambil menyodorkan ponsel ke depan Amber.Di beberapa foto itu jelas memperlihatkan Amber ada dalam dekapan Dion. Ada juga yang tampak mesra Dion memakaikan jaket. Kalau pose seperti itu jelas tampaknya dia insan saling mencintai. "Nggak! Ini nggak bener!" Amber menggeleng.Sedang Reyvan terus mengepal kuat tangannya. Dadanya begitu panas tak karuan. Rasanya ingin meledak atau melempar mereka yang ada dalam bidikan pikirannya. 'Dion! Arsen! Grace! Kalian-' batinnya geram.Kini, Amber menutup mulutnya dengan tatapan nanar pada layar ponsel itu. Matanya membeku membaca kalimat demi kalimat.[Berita terkini keluarga Kalingga: Setelah Reyvan Kalingga terciduk di hotel bersama seorang model internasional, sekarang istrinya Amber memilih kembali dengan mantan kekasihnya. Diduga mereka sedang dalam proses perceraian.] Banyak komentar berjejal di sana dan dominan mengolok Amber.
"LEPASKAN DIA!" Teriakan Reyvan menggelegar bak petir menghantam malam. Matanya nyalang tajam, deru napasnya memburu. Dadanya bergejolak hebat siap meledak."Rey?" Dia refleks menoleh. Amber terpaku. Jantungnya berdetak cepat melihat sosok Reyvan yang tiba-tiba muncul dengan wajah murka.Tanpa sepatah kata pun, Reyvan melangkah cepat. Tangannya terulur kasar, menarik Dion dari sisi Amber. BUGH! Lalu, satu pukulan telak mendarat di rahang Dion."Dasar bajingan! Beraninya menculik istriku!"Reyvan memberikan hadiah sikuan keras ke perut Dion, membuat lawannya terbungkuk sejenak."Akhh!" Dion memekik jerit. Dia memegang perutnya."Reyvan. Jangan gegabah!" Saat Amber hendak maju, Prama menahan dan menggeleng.Reyvan kembali hendak melayangkan tangannya pada Dion. "Argghh!"Dion tak tinggal diam. Cepat dia menangkis pukulan itu dan melayangkan tendangan ke samping tubuh Reyvan."Berani kamu menyerangku, ha?" Dion menyeringai. "Kamu pikir aku takut?!'Mereka beradu pukulan hampir imbang.R
Reyvan dan Prama berlari cepat menuju rumah reyot seperti yang dia dapatkan dari informasi. Nafasnya memburu berat, tidak beraturan seiring detak jantung yang kian menghantam dadanya."Di mana rumah itu, Pram! Kenapa belum sampai juga?! Jangan-jangan informasi itu nggak benar?!" Sentaknya dengan suara tajam, matanya menatap lurus ke depan."Kita hampir sampai, Pak! Saya jamin informasinya tepat. Mungkin masih di depan sana!" Prama tetap berlari, suaranya tersengal oleh napas yang terengah.Reyvan menggeram, rahangnya mengeras. “Argghh! Sial! Jangan sampai kita terlambat menemukan Amber!”Sekitar sepuluh menit kemudian, mereka baru sampai di depan rumah reyot yang dimaksud.Begitu masuk, mata Reyvan membeliak tegang. Napasnya tertahan. Kosong!"Mana Amber?!" teriaknya lantang.Dia mengedar pandangan ke setiap sudut ruangan. Matanya liar, begitu takut dan gelisah. Tangan kanannya mengepal kuat.Rumah itu tampak porak-poranda. Kursi terbalik, pecahan kaca berserakan, dan tali yang masih
"Semua sudah dibereskan? Jangan sampai ada jejak.""Sudah beres, seperti yang Bos mau. Sekarang kita bawa dia pergi!"Suara itu terburu-buru. Dua pria bermasker dan bertopi saling memberi kode, lalu menutup rapat pintu mobil hitam. Amber tergeletak tak sadarkan diri di kursi belakang. Ada satu pria yang menjaganya dan selalu melirik ke arah Amber sesekali, waspada kalau saja dia terbangun lebih cepat.Mobil itu melaju kencang, menerobos jalan-jalan sepi menuju sebuah tempat di pinggiran kota.----Sementara itu, Reyvan berdiri di tengah ruang kerjanya menatap tajam. Dua bawahannya baru saja datang dengan wajah tegang."Kami ... kami kehilangan Nyonya Amber, Pak. Dalam hitungan detik dia hilang dari pengawasan kami.""Apa kalian bilang?!" teriak Reyvan menggelegar dengan tatapan nyalang. Napasnya memburu berat dengan tangan meremas kepalan. Amber dikatakan hilang, padahal kondisinya masih lemah. Jelas emosinya langsung naik tanpa kontrol.Cepat Reyvan mencengkram kerah salah satunya
"Bagaimana kabar kalian semua? Apa bisa tidur nyenyak beberapa hari ini?" Suara bariton menambah mereka gemetar. Langkah Reyvan berat, tegas, dan pelan mendekat. Sosok Reyvan muncul di ambang pintu, matanya tajam pada satu per satu wajah yang ada di ruangan. Sorotnya nyalang, seperti binatang buas yang mencium aroma darah.Semua reporter langsung menunduk. Tak ada satu pun yang berani menatap matanya. Pikiran mereka semua kacau seketika.Tanpa basa-basi, Reyvan menyentak tajam. "Katakan, siapa yang menyuruh kalian? Mumpung aku masih perbaiki hati pada kalian!"Tak ada yang bicara. Hening, nyaris seperti tak ada napas di ruangan itu.Lalu, Reyvan melangkah lebih dekat, suaranya kembali meninggi, menghantam dinding."Aku tanya sekali lagi, siapa yang menyuruh kalian?! Hah!"Mereka gemetar dan dilema. Karena tahu siapa yang sedang dihadapi di depan mata, tapi Bagaimana dengan keselamatan keluarganya di sana?Akhirnya satu reporter pria mengangkat kepala sedikit."Ti-tidak ada yang menyu