Selamat menikmati~ ^^
Beberapa hari yang lalu .... “Paman harus hati-hati. Pria itu tampaknya memang benar-benar mengincar Tante Embun.” Kaisar yang mendengar kalimat dari Nicholas itu sampai harus menghentikan aktivitasnya mengecek surel. “Maksud kamu?” tanya suami Embun tersebut. Nicholas bangkit dari sofa yang ia duduki dan berjalan menghampiri sang paman. Keduanya sedang berada di ruang kerja Kaisar di apartemen. Awalnya, Nicholas hanya berniat menyerahkan beberapa berkas sembari bertamu, menyapa tantenya. Namun, ternyata Embun sedang tidak ada di sana. Pada akhirnya, Nicholas beristirahat sebentar di sana sembari menemani pamannya yang, menurut Nicholas, sedang tampak menyedihkan. Pria muda itu kemudian menyodorkan tablet di tangannya yang sedang menampilkan sebuah foto dan berita terkini hari ini. Kaisar mengalihkan fokusnya dari layar laptop dan melihat foto yang sedang ditunjukkan oleh Nicholas. Itu adalah potret Henri Pradana dan putra tunggalnya, Dion. Kaisar kemudian kembali mengarahkan
“Ada keperluan apa Anda di sini?”Kaisar menatap Dion selama beberapa saat tanpa mengatakan apa pun. Sebagian dari dirinya memikirkan hal remeh yang tidak penting seperti kenyataan bahwa ini adalah pertama kalinya Dion menyapa Kaisar. Sebelumnya, pemilik DairyDeluxe ini mengabaikan Kaisar secara terang-terangan dan hanya berfokus pada Embun.Sekarang, putra tunggal Pradana itu menyapa Kaisar? Tepat saat ia akan menemui Embun?Benar kata Nicholas. Kaisar patut waspada pada pria ini.“Ini sedang masa liburan. Apakah Pak Kaisar juga sedang berlibur?” tanya Dion lagi, terdengar ramah. “Kalau begitu, mari saya ajak berkeliling. Saat ini memang sedang ramai, tapi Pak Kaisar bisa dapat keuntungan khusus, kalau ikut saya.”Kaisar mengamati setiap gerak-gerik Dion yang masih mencoba mengajaknya mengobrol. Putra tunggal Pradana itu terlihat amat santai saat mengobrol dengan Kaisar, seakan-akan mereka berdua adalah teman baik.“Tidak, terima kasih.” Akhirnya Kaisar membalas. “Saya masih ingin di
“Dia mengobrol dengan Dion?” batin Embun. Ia sedikit terkejut dengan perkembangan tersebut karena sepengetahuan Embun, Kaisar tidak suka segala jenis hal yang berhubungan dengan Dion.Kaisar bahkan menginterogasinya saat suaminya itu tahu kalau Embun bekerja dengan Dion.Jadi, kenapa sekarang mereka terlihat akrab mengobrol?Ralat, ada yang aneh. Sepertinya yang terlihat santai hanyalah Dion. Sementara Kaisar, masih seperti biasa, dengan wajah datarnya.“Kak Embun, Kak Embun! Aku nggak mau satu kelompok sama dia!”Perhatian Embun yang tertuju pada Kaisar terpaksa harus teralihkan ketika seorang anak menarik ujung bajunya, meminta perhatian Embun. “Ya?” Embun berucap lembut, akhirnya memberikan fokusnya pada anak kecil tersebut. “Aku nggak mau satu kelompok sama dia!” ulang anak itu sambil menunjuk ke arah seorang gadis kecil yang terdiam di pojok ruangan, seperti sedang menghindari keramaian. “Dia dari tadi diam terus. Sombong banget!” Embun mengalihkan fokusnya, mengikuti arah yan
“Embun. Hei.” Panggilan itu membuat Embun membalikkan badan dan mendapati rekannya di belakangnya. “Hei.” Embun tersenyum pada Kia. “Ada apa?” “Aku harus pergi sekarang. Ada kelas lain di sore hari dan aku harus istirahat dulu sebelum bersiap.” Embun mengedarkan pandangan ke sekitar. Semua anak-anak tampaknya sudah dijemput oleh orang tua masing-masing, kecuali Kia. “Oke. Aku akan menunggu sebentar lagi sampai orang tua Giselle menjemput,” ucap Embun. Toh, ia tidak keberatan. Lalu dengan suara pelan, ia menambahkan, “Mereka sudah tahu kalau kelas berakhir sekarang, kan?” “Semua orang tua menerima jadwal, jadi seharusnya mereka tahu,” balas Kia. Ia menghela napas. “Maaf sudah menyusahkanmu, Embun. Terima kasih banyak.” “Sama-sama.” Embun mengangguk. Usai Kia pergi, wanita itu kembali menoleh pada Giselle. “Hei,” panggilnya lembut. “Keberatan kalau aku menunggu di sini bersama kamu?” Perlahan, Giselle menggeleng. “Milkshakenya enak?” tanya Embun kemudian. Ia berusaha mengajak
“Tidakkah kamu berpikir kita perlu bicara?” Embun berkedip. “Ya?” “Tidak apa-apa. Itu bisa menunggu,” ujar Kaisar kemudian setelah menghela napas. “Ayo kita antar gadis kecil ini jalan-jalan dulu.” Sebenarnya, akibat ucapan Dion, Kaisar ingin membawa Embun pulang. Mereka juga mungkin akan lebih nyaman mengobrol di apartemen mereka, jauh dari Dion yang mungkin akan menginterupsi. Namun, melihat kepedulian Embun pada gadis kecil tersebut membuat Kaisar melunak. Dan lagi, ia tidak ingin memaksakan kehendaknya pada Embun. Ia ke sini bukan untuk memancing perdebatan dengan Embun, melainkan untuk menyelesaikan masalah mereka dengan bicara baik-baik, seperti saran Nicholas. Kaisar menunduk, menatap gadis kecil yang dipanggil “Giselle” oleh Embun. Usianya sekitar 6 tahun, Kaisar mengira-ngira. Gadis itu balas menatap Kaisar dengan matanya yang besar, tapi hanya beberapa detik sebelum ia kemudian menunduk dan menyembunyikan diri di belakang Embun sembari mencengkeram ujung baju istri Ka
Embun menunduk dan mengamati ekspresi Giselle saat pemandu grup yang tidak jauh dari posisi mereka. Gadis kecil itu tampak kebingungan, tidak mengerti dengan apa yang orang tersebut katakan. Dengan lembut, Embun menarik tangan Giselle yang masih ada dalam genggamannya, membuat gadis kecil itu mengalihkan perhatiannya pada Embun. “Bingung ya?” tanya Embun dengan ramah. Wanita itu tersenyum kecil. “Kakak juga.” Istri Kaisar tersebut kemudian berjongkok agar tinggi Embun sama dengan Giselle, kemudian ia menjelaskan mengenai bagaimana susu-susu yang saat ini sedang diambil dari sapi dengan cara diperah tersebut bisa diolah menjadi produk seperti yogurt, cokelat, keju, dan lain sebagainya sebelum nanti bisa dijual di supermarket, lalu masuk ke perut Giselle. Embun menjelaskan dengan bahasa yang lebih mudah, bahkan bisa dibilang bahasa anak-anak. Dengan segala jenis intonasi dan suara yang beragam, serta ekspresi wajah yang menarik. Tidak hanya Giselle yang kini fokus pada Embun. Melain
“Kamu populer ya ternyata. Sesuai dugaan.”Embun mengernyit mendengar komentar suaminya. “Apa maksudnya itu?” tanyanya.Namun, Kaisar tidak menjelaskan lebih jauh. Ia hanya membetulkan posisi Giselle dalam gendongannya sembari tersenyum pada Embun.Pada akhirnya, Embun tidak menuntut jawaban lebih dan hanya mengehela napas. Ia menatap ke arah Giselle dan mengelus rambut gadis kecil itu pelan.“Oke. Sekarang kamu mau ke mana, Cantik?” tanya Embun.Suara perut Giselle menjadi jawaban dari pertanyaan Embun, membuat wanita berambut sebahu itu menahan senyumnya, khawatir kalau-kalau Giselle berpikir bahwa Embun tengah mentertawakannya.“Mau makan?” Embun bertanya lagi.Giselle mengangguk, sementara Embun masih mengelus rambut gadis itu yang berwarna kecokelatan..Pemandangan ketiga orang itu benar-benar terlihat seperti sebuah keluarga bahagia.“... Paman, mau turun,” gumam Giselle pada Kaisar saat keduanya hampir sampai di restoran di lahan tersebut. “Yakin?” balas Kaisar, sedikit sangs
“Mereka adalah penculik putri kami!” Embun terkejut mendengar tuduhan itu, terlebih saat sepasang manusia itu menyerbu ke arah mereka. Seorang pria yang tampak garang bahkan berniat menyentuh Embun, tapi Kaisar dengan segera menghalangi pria tersebut. “Lepaskan saya!” Pria asing itu membentak. Kemarahan tercermin dalam tatapan serta suaranya. “Mari kita bicara baik-baik,” ucap Kaisar dengan suara rendah. Namun, wanita yang datang bersama pria asing itu berhasil menggapai Embun dan mendorong istri Kaisar tersebut ke samping. Embun yang terkejut nyaris saja terjatuh jika ia terlambat menyeimbangkan diri. Sementara itu, si wanita asing dengan penampilan glamor tersebut langsung saja memeluk Giselle. “Nyonya–” “Diam kamu, dasar penculik!” sergah si wanita asing, membentak Embun. Pelukannya pada Giselle semakin erat hingga gadis kecil itu tampak tidak nyaman. “Perempuan jahat!” “Nyonya, sebaiknya Anda jaga bicara Anda pada istri saya.” Kaisar menegur. Sepasang mata hitamnya menyorot