Tasya dan Arthur sedang menikmati makanan yang sudah mereka pesan. Beberapa makanan yang belum pernah Tasya coba, rasanya memang enak. Namun karena belum terlalu cocok dengan lidah Tasya, alhasil Tasya tak terlalu bersemangat untuk menghabiskan makanan nya."Lo gak suka ya sama makanan nya?" Tanya Arthur sambil fokus menyantap hidangan nya.Tasya tersentak, lalu menatap Arthur yang sedang melihatnya. "Su-suka kok, ini enak." Uap Tasya beralasan.Arthur hanya mengangguk sekilas, lalu mereka melanjutkan sesi makan berduanya. Sedang Clara yang berada diujung hanya melirik sekilas dan tetap fokus pada Tasya yang kelihatan tidak enak bersama Arthur.Di luar Cafe, Gisel dan kedua temannya tersenyum puas saat sudah mengirimi foto Tasya dan Arthur kepada Delvan. Mereka sengaja melakukan itu agar Delvan merasa panas lalu menghampiri Tasya yang sedang bersama Arthur."Gue senang banget. Ini bakalan seruu." Gisel mengibaskan rambut panjangnya.Sementara kedua temannya, Vio dan Anya juga terlihat
Azri mengajukan pendapat tentang ide cemerlangnya yang jadanga diluar nalar. "Menggagalkan rencana?" Tanya Dylan ikut menimpali."Iya, jadi nikahnya gagal dan bos kita gak usah punya mama kek gitu lagi. Beres kan loh." Sahut Azri semangat menggebu. Memukul dadanya seakan semua orang mengapreasiasi idenya barusan."Nggak, itu bukan penyelesaian yang bagus. Sama aja kita ngecewain om Anton kalau gitu." Ucap Vano tidak menyetujui rencana yang Azri cetuskan.Delvan tampak menimang rencana Azri, bertengkar dengan isi kepalanya yang lagi super mumet. "Rencana Lo bagus sih Zri, cuma terlalu menantang." Ucap Delvan sembari menopang dagunya masih tampak berfikir keras."Yaelah, pada cupu." Sindir Azri dengan halus.Dylan melotot sempurna pada Azri, lalu memukul kepala Azri. "Mulut Lo itu, gak sopan." Tukas Dylan."Tangan Lo juga gak ber-etika Lan, sama-sama gak waras gak usah ngomong soal adab." Bela Delvan memusatkan tatapannya pada Dylan."Nah loh." Beo Azri menimpali lagi."Ampun bang jago.
Tasya dan Clara memasuki rumah Tasya dengan gembira, meskipun peluh mereka dimana-mana. Dengan cepat membuka pintu dan langsung menemui sang Mama yang sedang membuat kue, seperti biasa."Mama." Ucap Tasya mengejutkan sang Mama."Tante." Clara juga tak kalah mengejutkan.Untungnya Intan langsung peka dan langsung menghampiri sang putri kesayangannya itu dan juga sahabat sang putri. "Kalian ini ngagegitin banget tau, ya udah langsung ganti pakaian biasa dulu." Ujar Intan.Lalu kedua remaja itu setuju dan segera menuju ke kamar Tasya. Kamar yang tak sangat besar itu, namun cukup dengan dua orang. Sebenarnya juga tidak kecil, tapi kalau dibandingkan dengan kamar Delvan sangat jauh.Meskipun kamar dan rumah Delvan besar, Tapi dalam urusan kaiah sayang masih mending Tasya. Kedua orang tuanya begitu memperhatikan Tasya dan selalu ada jika ada suatu hal yang Tasya alami.Tasya dan Clara berekspor banyak hal, mulai dari mencari beberapa pakaian dan juga aksesoris di kamar Tasya itu. Hingga ka
"Padahal Tasya mau dateng, ada Arthur disana juga. Terus kalau Tasya diapa-apain sama Gisel. Lo cuma mau ngeliat aja gitu?" Geram Vano gentang Delvan yang tak gentle man sama sekali.Delvan menghela nafas kasar, dia tidak suka sama sekali dengan pesta. Pasti hanya ada sesi pamer dan ujub didalamnya. Tapi demi Tasya, dia juga tidak mungkin meninggalkan gadis itu, gadis yang sudah menjadi bagian dari hidupnya ini.Delvann lalu berdiri mendekati Tasya kembali, dan duduk didepannya karena sedang kosong. "Kita gak jadi belajarnya nanti, persiapan buat ke pesta Gisel malamnya. Lo berangkat sama gue." Ucap Delvan menatap Tasya dengan sendu."Iya iya, mukanya jangan ditekuk terus Napa sih Van. Semua orang juga lagi senang ada jam kosong. Kalau ada masalah cerita ya sama gue." Pinta Tasya tak mengalihkan tatapannya dari sang badboy.Delvan terdiam, menelusuri setiap gerak Tasya. Melihat betapa indahnya yang ciptaan Tuhan itu. Perempuan manis yang dulu sempat dia temui, iya dulu mereka sempat b
Ya begitulah masa sekolah memang sangat indah, sulit untuk dilupakan. Sama halnya dengan Delvan dan anggota gengnya juga menikmati masa sekolah dengan caranya sendiri, meskipun itu tak dibenarkan sama sekali.Delvan berjalan mendekati Tasya yang sedang membolak balikkan undangan dari Gisel itu. "Sya, nanti siang kita pulang bareng ya. Lo perlu banyak latihan lagi. Mumpung gue belum sibuk." Ajak Delvan mengingatkan kepada Tasya.Mama Intan menitipkan Tasya kepada Delvan agak diajar tentang materi yang susah bagi Tasya. Dan Delvan snagat setuju dengan hal itu, dimana Dwlvan bisa menjaga Tasya dan juga bisa mengajarinya. Kegiatan yang sangat menyenangkan pastinya."Iya Van, gue mau kok. Tapi mampir dulu ke rumah gue ya, mau izin sama orang tua gue dulu." Jawab Tasya."Tenang aja Sya, Tante Intan udah nitipin Lo sama gue. Kita bisa belajar, tapi ya Lo harus selalu berada dalam penjagaan gue. Itu pesen Mama Lo." Tutur Delvan menyampaikan pesannya kepada Tasya.Tasya mengangguk paham, dia s
Sesampainya di sekolah, dengan sengaja bahu Tasya disenggol dengan cukup keras. Dan membuat Tasya tersungkur ke lantai mengenai kerikil."Awww …" Keluh Tasya meringis memegangi lututnya yang terluka, sampai tergores sedikit mengeluarkan cairan berwarna merah.Seseorang yang sengaja menyenggol Tasya hanya tersenyum miring. "Upss, sorry. Sengaja!" Ledek perempuan itu yang sangat tak asing bagi Tasya.Keadaan sekolah yang masih teramat pagi, sepi dan tak banyak yang datang. Hanya beberapa orang saja, saat kejadian itu Tasya terjatuh tanpa ada yang melihatnya.Perempuan yang menyenggol Tasya menjulurkan lidah. Seolah Tasya pernah melakukan suatu kejahatan keoadanya hingga dia bisa berbuat hal nekad seperti tadi. "Gisel, Lo apa-apa an?" Sentak Tasya berdiri.Gisel seorang diri, tanpa ditemani oleh anggota geng nya yang teramat centil itu. Tasya menajamkan tatapannya, agar tak selalu dianggap lemah oleh lawan yang sedang dihadapannya ini.Gisel merasa acuh tak acuh, lalu melengos menatap s