LOGINSiang Hari, Apartemen JoannaJoanna yang sedang merayakan kemenangan kecilnya, terkejut ketika pintu apartemennya digedor. Dia ditangkap tak lama setelah Kevin, sebagai istri yang tidak pernah diakui sekaligus kaki tangan utama dalam manipulasi data.Dalam beberapa jam, nama Kevin dan Joanna menjadi berita utama di seluruh dunia, bukan sebagai pengusaha sukses, tetapi sebagai penjahat kelas dunia. Bursa Efek menangguhkan perdagangan saham VantaCorp, dan penyelidikan pun resmi dimulai.Dua Bulan Kemudian, Pagi Hari yang CerahMarissa duduk di balkon apartemen mereka, menghirup udara segar. Di sampingnya, berita pagi di tablet menampilkan headline terakhir:Keputusan Akhir: Kevin dan Joanna Dinyatakan Bersalah atas Tuduhan Federal, Dijatuhi Hukuman Penjara Berat.Kevin dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena penipuan sekuritas dan manipulasi data yang mengakibatkan kerugian investor bernilai miliaran. Joanna, sebagai kaki tangan utama dalam manipulasi data internal, merebut peru
Pukul 11:00 Pagi, Markas Genovua TechDeniz memarkir mobilnya dengan kasar dan langsung menuju kantornya. Dia melewati ruang-ruang kerja yang penuh dengan timnya yang bersemangat, tetapi pikirannya tertuju pada satu hal—pembalasan.Dia bukan lagi Deniz yang percaya pada etika bisnis yang bersih. Kevin telah mengajarinya pelajaran yang brutal, bahwa benteng pribadi adalah titik terlemah. Sekarang dia akan meruntuhkan seluruh kemunafikan Kevin, satu demi satu.Deniz memanggil kepala keamanan dan Kepala Tim Analisis Datanya, Tuan Hadi, untuk rapat darurat.“Tuan Hadi, saya ingin Anda membuka kembali semua file, setiap data, dan setiap transaksi yang berkaitan dengan merger Genovua Tech dan VantaCorp beberapa tahun yang lalu,” perintah Deniz, matanya memancarkan ketegasan yang tak terbantahkan. “Fokus pada semua akuisisi Kevin, terutama yang ada di luar negeri. Saya tidak mencari kesalahan akuntansi, saya mencari pencucian uang dan penipuan saham.”Tuan Hadi mengerutkan kening. “Itu
Tiga Minggu Kemudian, Galeri Seni KontemporerUdara di Galeri Seni Kontemporer terasa dingin dan mewah, beraroma anggur putih dan parfum mahal. Ratusan tamu berpakaian elegan membanjiri aula, mata mereka menyapu karya-karya yang dipajang. Ini adalah acara pembukaan pameran seni bergengsi yang menampilkan seniman-seniman yang sedang naik daun dari seluruh Asia.Di tengah hiruk pikuk itu, berdiri Marissa Sawyer. Ia tampak memukau dalam gaun malam berwarna gelap. Namun, perhatiannya tertuju pada tiga lukisan besar yang tergantung di dinding utama—karya-karyanya. Lukisan abstrak yang dipenuhi dengan warna-warna berani dan emosi mentah, mewakili perjalanan pribadinya dari kegelapan menuju harapan.Deniz berdiri di sampingnya, memegang tangan istrinya erat-erat. Wajahnya berseri-seri bangga.“Kau luar biasa, Sayang,” bisik Deniz di telinga Marissa. “Lihat, semua orang mencintai karya-karyamu.”Deniz memang sedang berada di puncak. Genovua Tech telah pindah ke kantor baru yang berkilau
Beberapa Jam Kemudian, Kantor Genovua TechGenovua Tech adalah anak perusahaan yang terlupakan, terletak di lantai paling bawah sebuah gedung tua milik perusahaan induk. Begitu masuk, Anda akan disambut oleh aroma kopi basi, debu di sudut-sudut, dan suara kipas komputer yang berisik.Namun, di sore hari itu, aura tempat tersebut berubah total.Deniz berdiri di tengah ruangan kecil itu, dikelilingi oleh sekitar dua puluh insinyur muda dan desainer yang tampak kelelahan namun bersemangat. Mereka adalah tim Genovua Tech—tim yang selama ini bekerja dalam bayang-bayang tanpa dana yang cukup, tetapi memiliki ide-ide inovatif tentang teknologi green energy dan sistem smart-grid.“Selamat pagi,” sapa Deniz, suaranya tenang namun penuh otoritas. Ia sudah berganti pakaian menjadi kemeja kasual yang lebih santai.“Tuan Deniz,” sapa pemimpin tim, seorang wanita bernama Luna, dengan wajah terkejut. Mereka tidak menyangka sang CEO akan datang secepat ini.“Mulai hari ini, Genovua Tech bukan l
Apartemen, Pukul 07:00 MalamSetelah badai emosi berlalu, keheningan yang penuh kebahagiaan menyelimuti kamar. Deniz tidak lagi mengenakan jas biru mudanya. Ia hanya memakai kaos putih dan celana piyama, duduk di tepi ranjang sambil memeluk Marissa yang bersandar di bahunya. Kotak mint itu tergeletak di karpet, terlupakan, digantikan oleh kenyataan yang jauh lebih berharga.“Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal?” tanya Deniz lembut, mengelus rambut Marissa.Marissa mendongak, matanya masih sedikit bengkak karena tangisan bahagia. “Aku menunggu saat yang tepat, Mas. Aku nggak mau membebani pikiranmu dengan ini saat kamu sedang berjuang di kantor.”Deniz mencium keningnya. “Sayang, kamu adalah alasan aku berjuang. Kamu bukan beban. Kamu adalah rumahku yang sesungguhnya.”Ia kemudian bangkit. “Aku harus melakukan sesuatu. Kabar gembira ini butuh perayaan besar.”“Tapi, Mas,””Sttt… aku nggak mau dengar alasan apa pun.”Deniz meraih ponselnya dan mengirim pesan singkat.Li
Kantor, Pukul 11:30 Pagi Ruang rapat direksi terasa seperti arena gladiator modern. Lampu kristal di langit-langit memantul pada permukaan meja mahoni yang mengkilap, menciptakan siluet tajam bagi 12 pasang mata yang menatap Deniz. Mereka adalah para veteran bisnis, pemegang saham yang kuat, dan juga para opportunist yang sigap dan tanggap jika terjadi bahaya sekecil apa pun. Kevin tidak hadir, tetapi kehadirannya terasa melalui ketegangan yang menggantung. “Dasar pecundang,” gumam Deniz. Deniz berdiri di ujung meja, menyandarkan tangan di permukaan meja. Tidak ada proyektor, tidak ada PowerPoint. Hanya dia, dan ketenangannya. Jas biru mudanya terlihat mencolok di antara setelan abu-abu tua dan hitam. Ia membiarkan keheningan itu berlarut selama beberapa detik, membiarkan detak jam dinding seolah menjadi hitungan mundur. “Selamat siang. Saya tahu mengapa kita semua ada di sini,” Deniz memulai, suaranya pelan tapi menusuk, “Kecemasan. Sebuah emosi yang disebarkan dengan sangat







