Share

Bab 8. Pulang Ke Rumah

Penulis: Rifat Nabilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-09 18:00:39

Vea menundukkan kepala tidak mau Wiliam bertambah marah padanya. Mereka hampir sampai di rumah, tentu tidak akan jauh-jauh dari ketiga istri Wiliam yang selalu antusias menyambut wanita lain masuk ke dalam rumah.

"Selamat datang di rumah kembali Vea dan Mas Wiliam."

Silvi lebih dulu menyambut dengan membawakan kalung bunga-bunga yang segar, sedangkan Cici dan Ria menggandeng keduanya agar bisa lebih cepat masuk ke dalam rumah setelah keluar dari mobil.

"Apa yang kalian lakukan lagi? Apa ini adalah penyambutan untuk madu kalian? Orang di rumah ini sangat aneh, aku baru bertemu dengan kalian semua. Tidakkah kalian bertiga merasakan cemburu?"

Ucapannya dihiraukan oleh mereka. Hanya beberapa menit Vea dan Wiliam sudah ada di dalam rumah bersama Silvi, Ria dan Cici, mereka melihat ruangan telah banyak hiasan yang telah disiapkan ketiganya. Namun, tidak begitu membuat Vea merasakan kebahagiaan.

"Aku mau istirahat, bisakah kamu biarkan aku istirahat hari ini sebelum kamu akan mempertemukan dengan kedua orang tuaku?"

Tentu Wiliam tidak akan memaksakan Vea bisa terus ada di acara penyambutan yang dibuat ketiga istrinya, segera Wiliam memberikan kode jika Vea bisa langsung menempatkan kamar yang pernah menjadi miliknya.

"Mas, apa Vea akan setuju tentang pernikahan kalian tidak atas dasar cinta? Kamu kan janji akan memberikan kita bertiga anak dari rahimnya."

Silvi memulai pembicaraan pada suaminya yang hampir terkena flu akibat pakaian yang basah tadi, tetapi Wiliam tidak bisa mengabaikan ketiganya hanya karena satu istrinya yang masih sulit di taklukkan.

"Dia akan memberikan kita anak yang banyak, kalian tinggal tunggu waktunya, kamu tau dia sudah pulang ke rumah, itu artinya dia setuju dengan pernikahannya."

Penuturan Wiliam membuat ketiganya saling adu pandang, seakan menyembunyikan sesuatu yang sangat rahasia. Namun, Silvi memegang lengan Wiliam.

"Baguslah Mas, aku rasa rumah ini akan sangat ramai dengan kehadiran anak-anak, aku sudah tidak sabar menunggu semuanya terjadi, aku pun mau menjadi penjaga Vea ketika dia hamil nanti, yang penting anaknya akan memanggilku mama."

Silvi bersikeras menginginkan panggilan mama, sedangkan kedua madunya hanya mendengarkan saja tanpa mengatakan apa-apa.

"Tentu sayang, kamu akan dipanggil mama, aku akan dipanggil papa, dan Vea sendiri bisa dipanggil mami atau kita suruh dia melahirkan empat anak dan yang tiganya untuk kalian," balasnya.

Impian yang dari dulu diinginkan Wiliam seluruh istrinya membawa anak masing-masing, Wiliam pun tidak peduli dari mana rahim yang akan melahirkan anaknya, yang terpenting itu adalah anak dari benihnya sendiri.

"Apa itu tidak berat untuk Vea, Mas? Dia pasti tidak akan setuju kalau melahirkan empat anak dan menyerahkan pada kita bertiga yang mandul ini."

Kembali Silvi mengkhawatirkan reaksi Vea di kemudian hari, mungkin akan keberatan dan menganggap semuanya tidak adil untuknya.

"Sudahlah, dia pasti akan mengerti tentang semua ini, kalian juga berhak bahagia bersamaku, termasuk memiliki anak bersama-sama."

Perbincangan mereka terdengar oleh Vea yang bersembunyi tidak jauh dari sana, sebelumnya Vea hanya ingin bicara pada Wiliam mengenai kunci kamarnya yang belum diberikannya, tetapi dia mendapati kenyataan yang tidak mengenakan.

"Jadi begitu rupanya kalian memiliki tujuan terselubung padaku? Rahimku akan dimiliki kalian semua tanpa memikirkan nyawaku yang bisa meninggal saat proses persalinan? Kalian jahat!"

Terpampang jelas muka Vea di depan keempatnya, termasuk Wiliam tercengang tidak percaya jika Vea mendengarkan sangat jelas obrolannya dengan ketiga istrinya.

"Tunggu Vea, kamu salah paham, jangan berpikir kita tidak adil padamu, tapi kami semua hanya ingin berbagi kebahagiaan satu sama lain, kamu harus mengorbankan semua itu untuk kami."

Tidak ada yang bisa memahami Vea sekarang, ketiga istrinya pun sekarang bisu tanpa suara setelah ketahuan oleh Vea.

"Aku mau pergi dari sini! Aku mengira kamu pria yang cukup baik karena mau mengorbankan tubuhmu yang hujan-hujanan demi aku, tapi lihat niat busukmu bersama mereka? Nyatanya kalian mau memperdaya rahim yang aku miliki! Mana ada seorang ibu yang akan memberikan dengan mudah anaknya pada orang lain, tidak akan ada yang seperti itu, Wiliam!"

Sungguh hati Vea sangat hancur menerima kenyataan jika keempat orang ini begitu berniat tidak baik padanya, dengan cepat Vea mengarah pada pintu depan untuk keluar dari rumah besar Wiliam.

"Tunggu! Tunggu dulu Vea, kamu jangan pergi, kita bukan orang lain, mereka juga bukan orang lain lagi bagimu, tolong kami semua, berikan kami anak yang kami inginkan, kamu pasti akan jauh lebih bahagia bersama kami."

Pencegahan Wiliam berhasil membuat Vea terhenti di depan pintu, Silvi, Ria dan Cici pun berdiri tepat di belakang mereka yang masih tidak mau membuka mulut.

"Cukup Wiliam! Kamu tau niatku kembali ke sini karena janjimu yang mau mempertemukan aku dengan kedua orang tuaku, tapi kalian dan kamu mengecewakan aku sedalam ini."

Berontak Vea melepaskan diri dari tangan Wiliam yang terus memegangnya erat, tidak ada pilihan lain untuk menunda kepergian Vea dari rumah.

"Berikan semua itu, maka kamu akan bertemu dengan kedua orang tuamu, kamu tau kan semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis, maka kamu harus memberikan anak pada kami semua."

Vea menoleh ke arah Wiliam dengan penuh murka dan rasanya ingin mencabik pria yang sudah mengancamnya itu, termasuk pemaksaan dirinya yang harus melahirkan sampai empat kali hanya untuk kesenangan mereka berempat.

"Cih! Rupanya ini yang dari tadi kamu mau Wiliam! Jadi kamu memanfaatkan kedua orang tuaku hanya untuk tujuanmu bersama ketiga istrimu itu 'kan? Aku tidak mau. Biarkan aku pergi dari sini!"

Hampir tidak bisa lagi menahannya, kini Wiliam bergerak menggendong Vea untuk dibawanya ke dalam kamar, dengan berontak Vea terus memukulinya, tetapi Wiliam terus membawanya ke dalam kamar.

"Lepaskan bodoh! Lepaskan pria tua yang tidak tau diri! Kamu penipu! Aku membencimu! Lepaskan aku Wiliam!"

Teriakan Vea membuat Wiliam semakin marah dan akhirnya menurunkan Vea di atas tempat tidur yang telah di rapihkan kembali oleh para asisten rumah tangga sebelum mereka kembali ke rumah.

"Diam! Jangan berisik dan jangan banyak tingkah! Sudah aku bilang semuanya akan berjalan sesuai yang aku mau termasuk kamu harus melahirkan empat anak, aku tidak akan mengingkari apa yang sudah menjadi janjiku padamu, kamu akan bertemu dengan kedua orang tuamu."

Tiba-tiba setelah berucap keras pada Vea, Wiliam mendapatkan pesan masuk yang membuatnya merubah raut wajahnya seketika itu juga melihat ke arah Vea.

"Pria sialan! Kamu terus mengubah takdir hidupku sesuai yang kamu mau. Aku muak! Aku mau pergi dari sini bodoh! Lepaskan aku dari ruangan terkutuk ini!"

Tangannya memegang ponsel yang dari tadi mengetik, walaupun Vea terus berteriak padanya, Wiliam hanya terus melihat ke layar ponselnya, dengan berat hati Wiliam mengatakan pada Vea.

"Lupakan saja kedua orang tuamu, biarkan takdirmu hanya untuk aku dan istri-istriku yang lain, aku tidak mau kamu dibawa kedua orang tuamu."

Kata-kata Wiliam mendadak menyayat hati Vea, bagaimana bisa dirinya melupakan kedua orang tuanya? Ada apa dengan Wiliam yang tiba-tiba menyuruhnya melupakan mereka?

"Tidak mau! Dasar kamu penipu! Bilang saja kamu memang tidak mau menepati janjimu untuk mempertemukan aku dengan mereka!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 126. Akhir Yang Bahagia

    ["Silvi, apa ini kamu?"] ["Benar, Mas. Ini jelas aku, ada yang bisa aku bantu untuk membantu Mas?"] ["Tolong aku, berikan apa yang Vea minta sama kita waktu di rumah sakit, kamu tolong investasi ke tempat kerja Vea, tapi kamu juga harus berikan penjagaan ketat untuk setiap yang masuk ke dalam sana, aturlah bagaimana caranya, itu terserah kamu."] ["Baiklah Mas, aku akan lakukan sekarang."] ["Terima kasih Silvi, kamu bisa aku andalkan, sekarang aku baru sampai di rumah sakit, nanti hubungi aku kalau kamu sudah selesai mengurus semuanya."] ["Ok, Mas."] Wiliam memutus sambungan teleponnya. Ria menunggu apa yang dibicarakan Silvi dengan Wiliam membuatnya penasaran. "Ada apa?" "Mas Wiliam meminta aku membuka kembali tempat kerja Vea, tapi kali ini harus jauh lebih aman daripada kemarin. Aku harus pergi dulu, kamu di rumah sama Cici." "Baik, Kak Silvi." Silvi pergi sesegera mungkin dari rumah itu menuju ke tempat kerja Vea untuk mengecek tempat itu secara langsung dan mencari info

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 125. Bijaksananya Mertua

    "Permisi!" Sumber suaranya ada di depan rumah, dan Silvi berjalan membukakan pintu karena ada di ruang tamu bersama Ria. "Ayahnya Vea, kan?" Tentu Silvi tahu tamunya sekarang adalah ayahnya Vea yang bertemu waktu di rumah sakit, begitu juga Ria yang tahu seperti Silvi begitu melihat wajah tamunya. "Benar, bisa bertemu sama suami kalian?" Silvi berpikir sebelum menjawab permintaan ayahnya Vea, apakah harus saat ini bertemu dengan Aziz atau nanti saja. "Bisa, Pak." Ria yang lebih dulu menjawab karena Silvi diam memikirkan akibatnya nanti. Sekarang Silvi bernafas lega karena yang mengambil keputusan bukan dirinya. "Baiklah, terima kasih." "Sama-sama, aku panggilkan dulu, tapi nanti Bapak silakan tunggu di ruang tamu bersama Kak Silvi." Menurut Ria ini kesempatan suaminya bicara berdua dengan mertuanya untuk meluruskan masalah yang terjadi, karena terlihat Aziz tidak sedang marah. "Mas, kamu ada di dalam?" Ria mengetuk pintu kamar Vea beberapa kali sampai terdengar suara

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 124. Dipaksa Pulang

    "Dengarkan aku, Vea!" Wiliam membentak istrinya dengan penuh kemarahan, selama ini Wiliam sangat sabar terhadap sikap Vea, tetapi kali ini dia tidak mau mengalah lagi. "Dengarkan aku! Kamu akan bersama denganku walaupun kamu masih mau bersama keluarga kamu dan meminta aku mengembalikan apa yang sudah aku tutup. Aku tidak membutuhkan persetujuan kamu, sekarang kamu diam dan turuti kemauan aku, kita akan segera pulang ke rumah kalau kamu sudah membaik." Tatapan tajam Wiliam membuat Vea diam dan tidak berpikir lagi, karena suaminya kalau sudah marah tidak ada yang bisa menahannya. "Baiklah," ucap Vea. Wiliam mengendus kesal di depan istrinya yang terpaksa menurutinya, dia tidak peduli apa pun yang dipikirkan oleh Vea, yang terpenting dirinya bisa membawa pulang Vea. Bahkan jika harus berseteru lagi dengan Aziz dirinya akan memberanikan diri. Pria itu keluar dari ruangan Vea dan segera menemui dokter untuk Vea bisa pulang sebelum kedua orang tua Vea akan datang menjemput istriny

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 123. Tetap Ingin Menjaganya

    "Ayo Mas pulang!" Silvi tetap memaksa suaminya pulang bersama dengan mereka bertiga lagi. Silvi hanya tidak mau juga Vea bertambah parah sakitnya harus marah-marah seperti tadi. "Silvi! Aku masih mau bersama dengan Vea, tolong kamu kalau mau pulang, pulang duluan saja bersama Ria dan Cici, aku masih mau di sini sama Vea." Posisi mereka sudah ada di luar ruangan Vea, dan Vea menghubungi ayahnya untuk menjemput dirinya malam ini juga karena tidak mau bertemu dulu sama suaminya. "Vea sakit Mas, kamu harus mengerti itu," bisik Silvi. Wiliam akhirnya berjalan mengikuti ketiga istrinya pergi dari sana pulang dengan kesalahpahaman lagi. "Wiliam ini, dia selalu bertindak sendiri tanpa meminta pendapat aku, setidaknya dia bisa mengatakan hal ini, pekerjaan itu juga penting buat semua temanku." Vea masih terus marah-marah sendiri di dalam sana, dia sendirian tanpa ada yang menemani, tetapi lebih baik seperti ini daripada dirinya ditemani Wiliam yang selalu membuat dirinya kesal. Wil

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 122. Keputusan Vea

    "Maaf kamu bilang? Bukankah kamu yang mau kita berkumpul? Tapi kenapa kamu mematahkan harapan kedua orang tuamu yang sudah menerima kamu? Aku tidak habis pikir dengan cara pikirmu yang ingin menghargai pernikahan sama menantuku, seharusnya dia paham kalau istrinya mau tinggal sama kedua orang tuanya dulu, tidak akan lama juga, dia bisa menjemput setiap saat." Aziz sungguh tersinggung putrinya tidak mau membahas semua itu langsung di depan Wiliam dan dirinya. Bahkan lebih mau dirinya pergi dengan alasan membeli perlengkapan mandi. "Aku minta Ayah tenang. Karena Wiliam jauh lebih emosi daripada Ayah, aku takut kalau Wiliam bisa melakukan sesuatu lagi pada keluarga kita, biarkan aku tetap tinggal bersama suamiku, dia sangat bertanggung jawab dan memenuhi segalanya, jadi tolong mengerti anakmu ini karena mau bersama kehidupan barunya, aku akan menginap beberapa pekan ke rumah kalian saat Wiliam mengizinkannya, tapi aku tidak janji akan hal itu." Vea menenangkan ayahnya yang mau tingga

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 121. Pilihan Yang Sulit

    Wiliam menunggu tanpa henti di luar ruangan Vea, tetapi keluarga Vea masih belum juga mau pulang setelah dirinya kesal mendengar pembicaraan satu keluarga itu. Sampai subuh Wiliam baru menyadari kalau Vea memanggilnya, "Wiliam, tolong bantu aku," ucapnya sudah melihat suaminya di depan pintu. "Ya," jawab Wiliam singkat karena masih mau bicara berdua dengan istrinya. Saat Wiliam masuk ternyata ibu mertua dan adik iparnya langsung berpamitan, sekarang hanya ada Aziz bersamanya di sana. "Wiliam, tolong jaga anakku," pamit ibu Vea. "Baik," balas Wiliam. Mereka berdua pergi, Vea mau dibantu ke kamar mandi oleh suaminya karena ingin membuang air kecil, apalagi tadi minum banyak sekali membuat Vea tidak nyaman terbaring di tempat tidurnya. "Pelan-pelan sayang." "Iya, Wiliam." Mereka berdua ke kamar mandi, sedangkan Aziz mengamati menantunya begitu menyayangi putri pertamanya itu. "Ternyata Wiliam sayang sama istrinya, aku paham mengapa Vea mau dijadikan istri keempatnya, pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status