Share

10. Rumah Baru

Author: Twin_Bolo
last update Last Updated: 2022-09-10 11:59:50

Aku menatap cek kosong di tanganku, menurut Erwin, aku bisa menuliskan angka nominal satu milyar. Aku berpikir untuk membeli hunian di kota yang dekat dengan sekolah, aku ingin menjadi guru honorer, walau tak di gaji tapi setidaknya aku bisa memasukkan Tisa di sekolah itu.

Pagi ini aku ke bank hendak mencairkan cek yang diberikan Erwin. Tak mungkin bagiku untuk membawa uang tunai yang cukup banyak, sehingga aku membuka tabungan dan mentransfer uangnya ke buku tabungan milikku. Aku hanya mengambil uang tunai lima puluh juta untuk keperluanku.

Terpikir olehku untuk membeli ponsel baru untukku dan ibuku. Aku membeli ponsel android agar bisa menyimpan fotoku dan Tisa di dalam ponsel.

Saat aku keluar dari mall, seseorang menyodorkan selebaran.

"Dilihat-lihat dulu mbak, perumahan yang cukup indah dan nyaman untuk di tinggali."

Akhirnya aku berhenti dan menerima selebaran itu, aku lalu di tuntun ke konter tempat menawarkan hunian minimalis.

Aku mengamati market hunian di dalam sebuah kaca, lalu membuka sebuah buku tentang gambar-gambar hunian yang cukup indah. Aku mulai tertarik, ada mesjid dan sekolah. Kuamati peta yang menunjukan lokasi hunian itu. Ternyata tidak terlalu jauh dari rumah sakit.

"Murah mbak, type 36 dengan dua buah kamar tidur hanya tiga ratus juta, sudah bisa langsung di tempati" Seorang wanita menghampiriku.

Aku mengangguk, saat ini aku benar-benar berminat. Apa salahnya jika aku menggunakan uang pemberian Azhar untuk membeli rumah. Jika sudah punya rumah di kota, maka aku akan membeli sebuah motor untuk digunakan mengantar jemput anakku ke sekolah paud.

Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya aku membeli hunian minimalis yang ditawarkan.

"Mari mbak, saya antar melihat huniannya," seorang staf agen property menawarkan jasanya untuk melihat langsung rumah yang kupilih.

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit kami tiba di lokasi perumahan Griya Permai. Kupandangi kiri kanan jalan, masih terdapat beberapa pembangunan hunian lain. Dari pintu gerbang menuju hunian yang kupilih tidak terlalu jauh, memasuki belokan pertama sebelah kanan. Rumah itu berada paling ujung. Sudah nampak beberapa penghuni di perumahan yang ada. Disebelah rumah yang kubeli juga sudah di tempati.

"Penghuni baru ya ?" seorang wanita paruh baya menyapaku.

"Iya bu," Jawabku sambil membungkukkan badanku untuk menghormatinya.

Rumah dengan bentuk minimalis, dua kamar tidur dan sebuah dapur dan kamar mandi, di samping rumah ada tempat jemuran. Ternyata rumah ini seperti yang berada di gambar.

Jadilah aku membeli hunian itu. Setelah menyelesaikan seluruh administrasi kepemilikan dan pembayaran transfer aku menerima kunci rumah lalu langsung pulang.

Aku mampir di sebuah dealer untuk membeli sebuah motor. Setelah melihat lihat sebentar aku membeli motornya. Aku meminta motor itu diantar langsung ke rumah nenek. Setelah menuliskan alamatnya aku langsung pulang.

Kulihat Tisa sedang bermain dengan neneknya di halaman. Aku menghampirinya.

"Sedang main apa ?" tanyaku ketika sudah berdiri di dekat mereka.

"Mama," Tisa segera menghambut ke pelukanku.

"Eit..tunggu, lihat bunda bawa apa nih, ayo masuk ke dalam."

Aku sengaja membelikan beberapa oleh-oleh dan beberapa kebutuhan di rumah. Ibuku membantu mengangkat semua belanjaanku.

"Banyak sekali belanjaannya, kau dapat uang dari mana ?" tanya ibuku penuh selidik.

Aku lupa menceritakan pada ibu perihal cek yang diberikan Erwin. Lalu aku menceritakannya sekalian dengan hunian dan motor yang kubeli.

Ibuku terdiam, mungkin dia memaklumi keputusan yang kuambil demi masa depan Tisa.

"Apakah kau sudah bertemu Azhar?"

"Belum bu, aku tak ingin bertemu dengannya, besok kita sudah boleh pindah ke rumah baru. Sewaktu-waktu kita bisa kembali ke desa diwaktu libur."

Kulihat ibu hanya mengangguk. Tak ada pilihan, yang dimiliki ibu sekarang hanya aku dan Tisa. Kakek dan nenek adalah orang tua dari ayahku.

Malam ini saat makan malam berakhir kami duduk berbincang di ruang tamu.

"Nek, aku dan ibu sudah membeli rumah di kota. Mungkin besok kami akan pindah ke sana. Kakek dan nenek juga bisa ikut."

"Kakek dan nenek biar tinggal di desa saja nak, jika itu pilihanmu maka jalanilah," ujar kakekku.

Aku memeluk erat mereka. Aku sebenarnya sudah terbiasa dengan suasana desa yang jauh dari kebisingan, tak ada polusi, udaranya maaih sangat segar. Biasanya jika tak ada kerjaan kami sekeluarga duduk di teras rumah menatap sawah yang terhampar indah sejauh mata memandang.

Malam sudah mulai berangkat keperaduannya, kamipun ikut masuk ke dalam kamar bersiap-siap untuk tidur. Kutengok Tisa yang sudah lebih dulu terlelap. Aku membelainya dengan penuh haru.

"Besok pagi aku masih akan berbelanja perabotan rumah bu, jika motorku tiba tolong ibu tanda tangani tanda terimanya," kataku lalu membaringkan tubuhku di samping Tisa.

"Apakah kau bisa berbelanja sendiri ? Biar ibu dan Tisa menemanimu," pinta ibuku.

"Jangan bu, Tisa dan ibu tak boleh lelah. Biar aku saja, aku nanti akan meminta kang ujang di sebelah rumah untuk menemaniku," tolakku dengan halus.

"Baiklah, jika itu maumu," akhirnya ibukupun membaringkan tubuhnya di sampingku. Untunglah kasurnya cukup besar bisa digunakan bertiga.

Pagi harinya motor yang kupesan diantar langsung ke rumah nenek sesuai alamat yang kuberikan. Bahagia rasanya kini sudah memiliki kendaraan walau itu hanya roda dua.

"Itu motor bunda ya ?" tanya Tisa lalu berlari dan mengelus elus motor matic itu dengan tangan mungilnya.

"Hati-hati nak !" Teriakku.

Setelah aku menandatangani semua dokumen serah terima dari dealer, aku mencoba motor baruku dan membonceng Tisa keliling kampung. Kulihat Tisa sangat senang, maklum dia jarang naik motor.

Setelah puas mengajak Tisa keliling kampung, aku pamitan pada ibu dan nenek untuk ke kota membeli semua peralatan rumah tangga.

Aku belum menggunakan motor baru karena belum punya Surat Izin Mengemudi, sehingga aku minta diantar mang Ujang tetangga sebelah rumah.

Aku menuju kawasan ruko yang menjual peralatan furniture dan alat-alat dapur. Setelah menawar barang-barang yang diperlukan akhirnya aku menuju ke perumahan. Aku menunggu semua perabot yang katanya akan diantar hari ini juga.

Aku sengaja menahan mang Ujang untuk jangan pulang dulu, aku akan membayar lebih padanya untuk bisa membantuku menata rumah.

Tak berapa lama dua mobil open cup berhenti di depan rumah baruku.

Semua perabot diturunkan, dari kursi sofa, lemari dan ranjang. Kemudian di mobil yang satunya menurunkan semua peralatan dapur.

Walau terasa lelah tetapi aku sangat bersemangat menata rumah baruku, bukan hanya mang Ujang yang membantuku, tetangga baru di kiri kanan maupun yang di depan rumah ikut membantuku membenahi semua peralatan yang diturunkan.

"Terima kasih" ucapku dengan tulus pada semua tetangga yamg membantuku.

Kiranya ini adalah awal yang baik untuk saling membantu sesama penghuni komplek.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   57. Bodyguard

    Ternyata tamu yang dimaksud Nabila adalah pemuda yang kulihat saat di sekolah Tisa. Mereka adalah orang suruhan suamiku yang memantau keberadaan kami dari jauh."Maaf atas kedatangan kami ini bu, seharusnya kami memberitahu ibu lebih dulu," seorang pria bertubuh tinggi menjabat tanganku."Tidak apa-apa, mari silakan duduk," ucapku sambil mempersilakan mereka duduk."Kenalkan nama saya Ivan dan ini teman saya namanya Jeck," Ivan yang bertubuh tinggi memperkenalkan diri. Aku mengingatnya karena dia yang terus-terusan memperhatikan aku di depan sekolah Tisa. Kami berbincang panjang lebar, kurasa upaya suamiku untuk melindungi kami terlalu berlebihan, terpikir olehku untuk menyambangi Alisha sekedar bersilaturahmi karena dia dalam keadaan sakit. Aku ingin membawakannya makanan atau bingkisan yang tentunya membuat orang yang di besuk merasa senang."Terima kasih sudah menjaga kami, sepertinya kalian terlalu berlebihan melindungi kami," ucapku."Maaf bu, kami hanya menjalankan perintah, ta

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   56. Gambar Tisa

    Aku memilih untuk memendam sendiri apa yang kualami hari ini, aku tak ingin membuat heboh seisi rumah dengan ceritaku."Tadi ayah Tisa menelpon, katanya nomor ponselmu sejak tadi dihubungi tidak aktif," Salsa menyampaikan pesan ayah Tisa padaku.Aku merogoh tas tanganku, kulihat ponselku ternyata off. Mungkin aku tak sengaja memencet tombolnya."Oh ternyata ponselku mati!" kataku sambil mengajak Tisa masuk ke dalam kamar.Aku mengganti baju sekolah Tisa dengan pakaian rumah. "Tisa mau makan ?""Aku masih kenyang ma ntar lagi, aku mau menggambar lagi," jawab Tisa.Aku hanya mengiyakan saja, menggambar bukanlah pekerjaan yang berat tapi aku harus mendampinginya agar tak kelelahan.Tak berapa lama setelah ponsel ku nyalakan, tiba-tiba berdering, aku tak perlu melihat lagi siapa penelponnya karena aku sudah menaruh nada dering khusus untuk suamiku."Hallo, iya maaf aku baru tiba di rumah, tadi ponselku kehabisan baterai," kilahku saat Azhar menelpon dengan segudang protesnya."Aku baru s

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   55. Nyaris ditabrak mobil

    Mita POVSuasana kompleks perumahan sudah di ramaikan dengan pedagang keliling yang menjalankan dagangannya. Aku berdiri di tepi jalan menanti kedatangan Tisa yang di jemput Salsa. Awalnya aku merasa ragu untuk mengizinkan Tisa menginap di rumah Alisha, namun demi alasan kemanusiaan aku mengizinkannya.Dari kejauhan aku melihat mobil Salsa memasuki area kompleks, akhirnya hati ini tentram. Aku bernafas lega, tak berapa lama mobil itu berhenti tepat di sampingku."Mama....!" Teriak Tisa saat melihatku dari jendela mobil.Aku membukakan pintu untuknya dan segera memeluknya dengan erat. Aku membimbing Tisa masuk ke rumah. Aku telah menyiapkan buku catatan yang akan di bawanya ke sekolah. "Tisa sudah sarapan ?" tanyaku lalu memakaikan tas ransel sekolah di bahunya."Sudah !" Jawab Tisa."Ayo mama antar ke sekolah, ceritanya nanti pulang sekolah saja,," ucapku saat melihat Tisa yang ingin mengatakan sesuatu.Kemudian kami bergegas keluar dan berpamitan pada ibuku dan Salsa. Nabila tak ter

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   54.. Belum Jelas

    Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, senyum sinis Alisha mengganggu pikiranku. Aku segera menekan pedal gas agar langsung tiba secepatnya di kantor.Ketika memasuki area parkiran gedung kantor kulihat mobil Erwin sudah terparkir lebih dulu. Aku bergegas menuju ke lantai tujuh. Sapaan para karyawan kubalas dengan anggukan kepala."Tuan Erwin sudah menunggu di dalam tuan," lapor sekretarisku.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan, kulihat Erwin sedang duduk menyilangkan kedua kakinya di kursi sofa. Aku menaruh tas kantor di meja lalu menghampiri Erwin."Sudah lama ?" tanyaku."Lumayan," jawab Erwin tersenyum."Ah kamu, jangan membohongiku. Bagaimana hasil pertemuanmu dengan dokter spesialis di Rumah Sakit ?" tanyaku dengan tak sabar."Maaf, aku hanya berbincang-bincang dengan adikku. Menurut penuturannya, terkadang pasien yang memiliki sakit seperti itu sulit terdeteksi kecuali pasien yang sakit itu datang berobat. Cobalah untuk mengajak isterimu berobat, penyakit i

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   53. Porsi Cinta

    Aku dan Tisa keluar dari kamar saat Alisha mengetuk pintu kamar, aku mengedipkan sebelah mataku pada Tisa. Rupanya Alisha sudah menyiapkan sarapan pagi. Aku berusaha melirik ke arah dapur, ingin memastikan apakah dia yang masak atau hanya sekedar menyiapkan di meja saja."Ayo sarapan pa," ajak Alisha."Ayo Tisa sarapan yuk," Alisha mengajak Tisa dan menggandengnya menuju meja makan."Maaf bunda, aku mau mandi dulu," tolak Tisa, dia lalu menoleh padaku."Oh ayo bunda mandiin," Alisha tak jadi menuju ruang makan dan berbalik menggandeng tangan Tisa menuju kamar mandi.Kesempatan itu aku gunakan untuk mandi juga, aku bergegas ke dalam kamar, mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, setelah memastikan tubuhku sudah bersih, aku segera keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Aku memakai pakaian kantor, rencanaku setelah sarapan langsung pergi ke kantor. Setelah rapi aku segera keluar kamar, kulihat Alisha dan Tisa juga baru keluar

  • Menjadi Istri Kedua Mantan Suamiku   52. Remaja yang Kasmaran

    Malam ini aku tertidur di samping Tisa, aku bahkan tak tahu jika mertuaku sudah pulang dan sempat menyaksikan diriku yang tidur memeluk erat puteri kecilku ini. Aku terbangun ketika merasakan sesorang menyelimuti kami berdua. Karena lampu masih menyala aku masih sempat melihat bayangan Alisha keluar dari kamar dan menutup pintu. Jika melihat gerakan Alisha sepertinya dia dalam keadaan segar bugar, aku ingin menghubungi Erwin dan memintanya untuk menyelidiki penyakit Alisha. Untunglah aku sempat membawa ponselku masuk ke dalam kamar, sehingga aku amsih bisa menghubungi Erwin tanpa sepengetahuan Alisha. Aku bangun perlahan dari tempat tidur dan mengunci pintu kamar. Aku tak ingin Alisha masuk lagi ke kamar ini, lalu kumatikan lampu. Biarlah kamar ini nampak gelap, aku yakin Tisa tak akan bangun.Aku mengecup kening puteriku lalu mengirim pesan pada Erwin. Tingkahku malam ini layaknya seorang kekasih yang sedang mencuri waktu untuk saling berkirim pesan. Pesanku terkirim lalu Erwin mene

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status