Suara perkelahian terdengar dari jalan. Clara Alexandra, gadis berusia 22 tahun itu baru pulang kerja, mendengar suara keributan yang membuatnya penasaran. Ada semak-semak dan pohon-pohon, setiap pulang kerja ia memang terkadang suka jalan kaki menuju jalan besar dari pada memesan taxi langsung untuk menjemput ke kedai bunga.
Ditambah suasana yang sejuk disore hari, membuatnya betah berjalan bersama salah satu temannya. Namun teman Clara tidak berani mendekat karena takut ikut dalam bahaya. Dibalik semak-semak, Clara mengintip. Diantara pohon-pohon, beberapa pria berkelahi dengan jantan. “Cla, ibuku menelpon adikku dirumah sakit. Aku pergi duluan nggak apa-apa kan?” “Pergilah! Aku baik-baik saja!” Clara masih fokus mengintip depan, dia tidak pernah melihat siapa mereka, mungkinkah para preman atau komplotan penjahat. Namun ketika seorang pria tiba-tiba menyerang pria yang memakai kemeja abu-abu dari belakang menggunakan belati kecil tajam, Clara sontak berteriak hingga membuat belatu itu menancap di lengan pria itu. "Awass!! Polisii!!" Clara berdiri sembari berteriak kencang. Komplotan penjahat yang berjumlah lima orang yang menyerang dari belakang maupun dari depan, langsung panik dan buru-buru kabur, berlari dengan cepat lalu naik motor dan pergi. Pria itu hanya berdua dengan rekannya yang tertembak di bagian pinggang, kondisinya setengah sadar memegang pinggangnya bahkan masih bisa duduk, begitu sepi Clara berlari menghampiri dengan wajah khawatir tanpa rasa takut sedikitpun. "Oh ya ampun. Belatinya! Aku akan memanggil ambulance!" Clara begitu panik melihat noda darah yang merembes di lengan kemeja. Kenzo Morgantara terkejut melihat gadis mendekatinya. "Tidak perlu! Jangan panggil Ambulance!" Pria itu mencegah. Dia tidak perlu Ambulance apalagi rumah sakit umum, baginya hal seperti ini sudah biasa. Clara sendiri bingung, jelas-jelas luka itu bisa infeksi kalau dibiarkan. "Lukanya bisa infeksi! aku akan tetap telepon ambulance!" Clara masih bersikeras. Namun sialnya ketika dia hendak menelpon, ponselnya kehabisan paket data. “Oh ya tuhan, aku lupa belum isi paket data-nya!” "Sebaiknya kau pergi! Kau hanya akan dalam bahaya!" Kenzo memperingatkan, mengusir dengan nada mulai meninggi. Namun Clara tidak mengindahkan ucapannya. "Aku tidak peduli bahaya! aku akan membantumu! Duduklah!" Clara menarik tangan pria asing itu yang bagian tidak luka, menuju sebuah akar besar untuk mereka duduk. Anehnya, pria dingin dengan ucapan ketus itu menurut. Clara pernah belajar pengobatan tradisional, tapi dia kurang pengalaman cara menangani luka tusuk. Namun dia pernah menolong anak buah pamannya yang tertusuk pisau dilengan entah apa penyebabnya. Kenzo memperhatikan ekspresi Clara yang sepertinya takut melihat lukanya, dengan jarak yang sangat dekat pria itu diam-diam menatapnya dengan dalam. Baru kali ini, ada seorang gadis yang berani menatapnya, begitu panik dan khawatir dengan tulus, bahkan gadis itu berani membantah ucapannya, memaksanya seperti sekarang, pertama kalinya tunduk pada sosok gadis biasa. "Apa yang kau lakukan?" Kenzo bertanya dengan curiga. "Pendarahannya harus dihentikan!" Pria itu tidak mengerti, ia hendak berdiri tapi sekali lagi Clara berani menahan tangannya untuk tetap duduk diam menunggu. Wajah yang cantik, alis terbingkai rapi, bulu mata lentik dengan bola mata hazel, hidung mancung didukung pipi merona dan bibir pink. Diantara ribuan wanita, Kenzo seperti baru melihat seorang gadis murni yang cantiknya natural seperti Clara. "Cantik dan pemberani! Menarik!" Pria itu tersenyum licik. Clara menarik belati itu dengan hati-hati, memperhatikan reaksi wajah Kenzo yang nampak tenang hanya sesekali mendesis. Dilanjut, Clara menekan lukanya mengangkat area yang luka dengan posisi diatas jantung selama beberapa menit. Pendarahannya berhenti, untung saja tusukan belati pada lengan pria itu tidak dalam. Setelah selesai, Clara menurunkan tangan Kenzo lalu menarik syal rambutnya, melilitkannya disekitar luka untuk menutupi luka tersebut supaya tidak terkontaminasi bakteri ataupun debu. Tapi tetap saja, Clara masih khawatir. “Sebaiknya kalian ke rumah sakit. Temanmu terluka parah!” Clara melihat teman Kenzo yang menekan luka di pinggangnya sendiri. “Pergilah dari sini!” Usir Kenzo. Clara kesal, sudah ditolong namun sikap pria itu tidak ada terima kasihnya sama sekali, justru mengusirnya. Clara akhirnya berdiri lalu melangkah pergi. Setelah Clara pergi, bala bantuan mereka datang. Beberapa pria berpakaian serba hitam dengan tiga mobil hitam. Mereka turun dan bergerak cepat, memapah Alex yang merupakan asisten pribadi Kenzo. Mereka membawanya kerumah sakit pribadi milik Kenzo, yang hanya khusus merawat keluarga Morgantara serta anak buahnya. Tiga hari kemudian setelah pulang dari kedai bunga, Clara yang awalnya begitu santai, tiba-tiba berjalan cepat bahkan semakin mempercepat langkahnya begitu menyadari sinyal bahaya yang mengintai di belakangnya. Gadis yang memiliki paras cantik luar biasa sempurna dari ujung kaki sampai warna rambutnya Brunette setengah bergelombang, selalu kerap membuatnya dalam masalah, karena para pria yang mengincarnya hanya mencintai kecantikannya. "Oh ya tuhan. Aku merasa pria itu memang mengikuti ku!" Gumam Clara sembari menoleh kebelakang dengan hati-hati, melihat seorang pria berbadan besar tinggi memakai jaket bomber hitam, Clara berjalan menuju jalan raya untuk mencari taxi. Namun tiba-tiba saja, sebuah tangan kekar menariknya saat ketika ia baru melambaikan tangannya untuk menghentikan sebuah taxi yang melaju kearahnya, meskipun masih terbentang jarak yang lumayan jauh. "Lepaskan aku! Lepas! Hmmpffttt!!!" Tiba-tiba mulutnya dibekap oleh telapak tangan besar, aroma parfum maskulin yang menyegarkan menusuk indra penciumannya disertai aroma alkohol. Sudah jelas pria yang membekap Clara saat ini tengah di bawah pengaruh alkohol. Clara semakin memberontak meskipun usahanya sia-sia, jalanan lumayan sepi dan ia dibawa menuju sebuah mobil hitam yang berbaris tiga. Clara dipaksa masuk ke salah satu mobil yang berada ditengah, begitu juga pria yang masih membekapnya. "Emppffttt!!!" Gadis itu masih berusaha memberontak, namun sia-sia. Pria itu menyentil bawah telinga kirinya hingga detik berikutnya Clara tiba-tiba pingsan. Mempermudah pria yang memakai masker hitam serta trench coat panjang hitam dan pakaian serba hitam tersebut memasukkan Clara kedalam mobilnya. Meskipun memakai masker, perawakannya begitu sempurna, tinggi, gagah dan tampan. Tatapannya setajam elang hingga bisa membuat lawan lengah ketakutan sebelum melawan. Mobil hitam didepan mulai melaju, kemudian disusul mobil yang membawa Clara begitu juga mobil hitam dibelakang. Seolah mobil itu beriringan menjadi pengawal. Clara masih tidak sadarkan diri selama perjalanan, sementara pria itu semakin mendesis disertai raut wajah gelisah dan memerah. Kenzo Morgantara, pria berusia 31 tahun itu memandangi wajah gadis yang pingsan di sampingnya dengan tatapan lapar bak pemburu yang siap menerkam mangsa. "Sialan! Aku tidak akan mengampuni mereka!" Umpat Kenzo mengepalkan tangan. Kenzo terpaksa datang ke acara pesta dari salah satu rekan bisnisnya. Namun disana, dia dijebak oleh salah satu musuh yang tidak menyukainya, Kenzo hanya minum satu gelas tidak akan membuatnya mabuk, namun satu gelas itu membuatnya hampir gila karena mengandung obat perangsang. "Lebih cepat lagi sampai Villa!" Asisten Alex di depan segera menambah laju kendaraan menuju sebuah Villa pribadi yang sudah hampir dekat setelah tiga puluh menit perjalanan. Kenzo sudah hampir gila, dia memandangi wajah cantik Clara dan hampir mencumbuinya, untung saja ia masih bisa mengendalikan dirinya. Namun begitu tiba di depan Villa, pria itu tidak membuang waktu lagi, turun dari mobil lalu mengangkat tubuh Clara yang ramping seperti karung beras hanya dengan satu tangan kiri. ..... Beberapa menit kemudian, dengan sisa kesadaran yang tidak bisa lagi dikendalikan, pria itu mengungkung tubuh indah Clara yang baru saja sadar dan terkejut dengan apa yang ada di hadapannya. "Aku dimana, lepaskan aku!" Clara menggeliat memberontak, berusaha melepaskan tangannya yang dicengkram kuat oleh sosok pria di atasnya. Begitu pandangan Clara sempurna melihat, dia semakin terkejut melihat wajah pria yang menatapnya dengan lapar seperti predator. "K kau... Kau pria waktu itu!" Clara panik. "Kau masih mengingatku sayang!" Kenzo tersenyum licik. Pusat tubuhnya telah menegang sempurna dan siap menembus pertahan lawan. Clara merasa menggigil kedinginan karena suhu ruang, ia baru sadar begitu menyadari dirinya dalam kondisi polos! Begitu juga pria asing yang mengendalikan dirinya! menyadari situasi bahaya yang akan menghancurkan hidupnya, Clara memberontak sembari berteriak. "Lepaskan aku! Aku sudah menolongmu! Ku mohon jangan lakukan itu!!!"Jam 11 malam, Kenzo keluar dari kamar Clara setelah menuntaskan hasratnya terhadap gadis itu. Sebagai hukuman karena Clara mencoba kabur. "Kalian! Jaga baik-baik kamar ini! Ikuti kemana Clara keluar dari kamar ini!" Tegas Kenzo. Para pengawal yang berjaga tentu saja akan menjalankan perintah sebaik mungkin. "Baik tuan!" Mereka menjawab dengan mengangguk patuh. Kenzo melangkah pergi dari kamar menuju kamar utama dilantai tiga, dimana hanya ada kamarnya, ruang kerja, ruangan rahasia. Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk, seperti Kenzo, Alex, Devan dan penjaga yang bertugas atas perintah. Bahkan Viora dan Merlin pun tidak diizinkan masuk. Kenzo tidak tidur, hanya membersihkan dirinya dikamar mandi kemudian keluar dari kamar dengan kaos putih pendek serta celana jeans hitam panjang. Tentu saja didalam ruang kerjanya tidak ada siapapun, tapi Kenzo sudah terbiasa bekerja sampai larut malam bahkan menjelang pagi. Dia hanya akan tidur satu sampai tiga jam, lalu berangkat ke gru
"Bagaimana hasil tes kesehatannya?" Kenzo bertanya begitu masuk kedalam ruang kerja. "Dokter mengatakan, Nona Clara dinyatakan sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit apapun!" Jawab Alex sembari memberikan selembar surat hasil tes darah Clara, yang diambil saat gadis itu pingsan sebelum Kenzo menidurinya. Kenzo membacanya dengan teliti, ia cukup lega melihat hasilnya, karena obat sialan itu, Kenzo terlanjur lebih dulu meniduri Clara. Clara dinyatakan sehat dan siap hamil! Umurnya sudah cukup matang dan sempurna untuk melahirkan anaknya. Disisi lain, Clara terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Tempat tidur nyaman, sejuk, hangat membuat Clara tertegun. Begitu membuka matanya dengan sempurna, ia mengamati setiap penjuru kamar yang besar dengan hiasannya yang nampak elegan. "Nona Clara!" Pelayan menyapa dengan suara pelan. Clara menoleh, ia baru sadar kalau ada dua pelayan memakai seragam di samping ranjangnya. "Kami pelayan yang ditugaskan untuk melayani kebutuhan nona Clara
Clara berdiri diam terpaku melihat rumah di depannya, ketika pintu terbuka mereka masuk kedalam. Deretan para pengawal dan pelayan menyambut rapi di depan pintu. Kenzo melewatinya dengan tatapan datar tanpa menoleh sedikitpun. Auranya yang dingin dan menakutkan membuat pengawal dan pelayan rumah yang berjumlah puluhan orang itu tidak berani menyapa, hanya menunduk sebagai bentuk rasa hormat mereka. Clara mengikuti di belakang, begitu juga Devan, si pria yang telah menipunya. Bersamaan dengan Kenzo yang menuju ruang tengah, para pelayan dan pengawal bubar kembali beraktivitas. "Selamat datang tuan, nona!" Sapa seorang pria memakai setelan jas rapi. Alex, asisten pribadi Kenzo, bisa disebut kaki tangannya karena Alex yang selalu menjaga Kenzo dan membantu menangani perusahaan. Sedangkan Devan, dia kepala pengawal di rumah. Urusan rumah adalah tanggung jawabnya, namun dia masih dibawah Alex yang sangat setia bertahan-tahun dan mengabdikan hidupnya untuk Tuan Kenzo. "Pergilah ke ruan
Kenzo menekankan kalimatnya dengan dingin. Menyebutkan namanya supaya Clara tau siapa dia! Pria yang tidak pernah menerima penolakan, semua ucapannya adalah sebuah perintah yang wajib dituruti. Bila ada yang melanggar, maka akan menanggung konsekuensinya! Clara tersentak dengan ucapan Kenzo yang diluar nalar. Kenzo seolah pria yang tidak biasa, Clara tidak akan pernah mau hidup bersama pria seperti itu. "Kau tidak mengenalku! Kenapa kau mau menikahi ku! Aku memaafkanmu atas perbuatan bejatmu semalam, tapi lepaskan aku! Aku mohon!" Clara akhirnya berusaha untuk meminta belas kasihan, berharap pria itu mau melepasnya. Namun dia tidak tau berhadapan dengan siapa? Pria kejam yang tidak akan melepaskan lawan! "Kenzo! Aku tidak pernah meminta maaf, dan aku tidak pernah merasa bersalah padamu! Jika aku sudah menentukan kau harus menikah denganku, maka kita menikah, ini takdirmu, Nona Clara Alexandra! Tinggal di jalan Asrama kamboja, tidak memiliki orang tua. kau pernah tinggal dengan pama
Sepanjang permainan panas yang dilakukan Kenzo terhadap tubuhnya, Clara terus berusaha memberontak dan berteriak histeris. Air matanya terus keluar karena kehilangan satu-satunya kehormatan yang selama ini ia jaga baik-baik. Clara memang miskin, bekerja pontang-panting untuk menghidupi dirinya sendiri. Makan seadanya dan menghemat, untuk bisa memiliki tabungan yang cukup dan membangun usaha. Namun Clara gadis yang ceria, humoris dan pandai bergaul. Ia suka kebebasan dan tidak suka dikekang. Namun bisa menjaga dirinya tetap suci diusianya yang ke 22 tahun. Saat tinggal bersama pamannya, Clara hanya dijadikan budak dan dilarang keluar rumah. Namun setelah kabur, kini ia hidup bebas dan mandiri. Clara juga kuliah dengan jalur beasiswa, sekolah hanya lewat homeschooling karena tidak diizinkan pamannya yang kejam. "Kenapa kau lakukan ini padaku? Apa salahku?" Suara Clara pelan seolah ia telah kehilangan tenaga untuk melawan. Buat apa lagi, ia sudah kehilangan kesuciannya karena pria itu
Suara perkelahian terdengar dari jalan. Clara Alexandra, gadis berusia 22 tahun itu baru pulang kerja, mendengar suara keributan yang membuatnya penasaran. Ada semak-semak dan pohon-pohon, setiap pulang kerja ia memang terkadang suka jalan kaki menuju jalan besar dari pada memesan taxi langsung untuk menjemput ke kedai bunga. Ditambah suasana yang sejuk disore hari, membuatnya betah berjalan bersama salah satu temannya. Namun teman Clara tidak berani mendekat karena takut ikut dalam bahaya. Dibalik semak-semak, Clara mengintip. Diantara pohon-pohon, beberapa pria berkelahi dengan jantan. “Cla, ibuku menelpon adikku dirumah sakit. Aku pergi duluan nggak apa-apa kan?” “Pergilah! Aku baik-baik saja!” Clara masih fokus mengintip depan, dia tidak pernah melihat siapa mereka, mungkinkah para preman atau komplotan penjahat. Namun ketika seorang pria tiba-tiba menyerang pria yang memakai kemeja abu-abu dari belakang menggunakan belati kecil tajam, Clara sontak berteriak hingga membuat belat