Home / Romansa / Menjadi Istri Keponakan sang Mantan / Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

Share

Bab 4 : Pertemuan yang Menghidupkan Luka Lama

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2025-01-24 17:08:03

Semua mata di ruangan itu sontak tertuju ke arah pintu ketika suara langkah sepatu terdengar. Sosok seorang pria dengan wajah tampan dan aura dingin memasuki ruangan, menarik perhatian setiap orang yang hadir. Tubuhnya tegap, mengenakan setelan hitam yang membalut sempurna lekuk tubuhnya, membuatnya tampak berwibawa. Sophia terpaku di tempatnya, matanya membelalak saat menyadari siapa pria itu.

Daniel.

Napasnya tersengal. Pria yang berdiri di hadapannya kini bukan lagi Daniel yang ia kenal beberapa hari lalu. Pria ini tampak jauh lebih berkelas. Sophia meremas gaun di tangannya, mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya sudah naik turun seiring dengan detak jantungnya yang semakin tak terkendali.

“Akhirnya kamu kembali juga.” Edward menatap tajam ke arah Daniel, matanya dipenuhi dengan kebencian yang tak tersamarkan. Lima tahun anak haram itu pergi meninggalkan rumah, dan sekarang ia kembali lagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Daniel menghentikan langkahnya tepat di tengah ruangan, tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. “Sepertinya, aku datang di waktu yang tidak tepat,” katanya datar, tapi senyuman tipis di sudut bibirnya membuat suasana terasa semakin tegang.

David yang sejak tadi duduk dengan tenang, segera bangkit dan menyambut kehadiran pamannya. “Tidak, Paman. Paman datang tepat waktu,” ucapnya dengan riang, meski ada rasa hormat yang terpancar dalam suaranya. “Kakek hanya sedang mempertemukanku dengan wanita pilihannya.”

Mendengar itu, Daniel mengangkat alis, wajahnya menunjukkan ketertarikan. “Oh?” katanya pelan, suaranya rendah tetapi cukup untuk membuat jantung Sophia semakin berdebar. “Aku ingin tahu … seperti apa wanita pilihan Ayah.”

Tatapan tajam Daniel mulai bergerak, memindai satu per satu orang di ruangan itu, sampai akhirnya berhenti pada Sophia. Matanya menyipit sedikit, senyuman tipis di bibirnya menghilang, digantikan oleh ekspresi dingin yang sulit ditebak.

“Oh, jadi … kamu,” gumam Daniel, kali ini pandangannya terarah pada Sophia dengan sedikit tersenyum. “Wanita pilihan Ayah ternyata cukup … menarik.”

Sophia hanya bisa terdiam, tubuhnya terasa seperti kaku. Ia harus mengatakan sesuatu, atau setidaknya melakukan sesuatu, tetapi lidahnya seolah kelu. Tatapan Daniel terlalu tajam, seperti pisau yang menguliti setiap emosi yang ia coba sembunyikan.

Sementara itu, Rose yang duduk di samping Robert memegang dadanya, matanya tidak bisa lepas dari Daniel. Mulutnya sedikit terbuka, ia jelas terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. Lelaki itu?

Ya, lelaki itu. Lelaki yang dulu mereka anggap tidak pantas untuk Sophia. Lelaki yang mereka pikir hanya orang miskin tanpa masa depan. Kini berdiri di hadapan mereka sebagai bagian dari keluarga William.

“Apa kabar, Ayah?” Daniel akhirnya berbicara lagi, suaranya tenang meski ada nada dingin yang tak bisa disembunyikan. Matanya sedikit melunak saat menatap William, tetapi hanya sejenak, sebelum kembali menajam.

“Aku baik, Daniel. Dan aku senang kamu akhirnya kembali,” jawab William, meskipun ada sesuatu dalam nadanya yang terasa canggung. Sudah lima tahun anaknya itu pergi dan sekarang ia bahagia akhirnya Daniel telah kembali.

“Sepertinya aku telah mengganggu kalian. Silakan lanjutkan saja. Aku akan menunggu sampai selesai,” ucap Daniel sebelum ia berbalik dan meninggalkan ruangan.

Sophia yang melihat itu hanya bisa menatap punggung Daniel yang semakin menjauh. Tangannya yang sedari tadi meremas gaunnya kini perlahan terhenti. Ada kegelisahan di wajahnya. Namun, ia mencoba menyembunyikannya di balik senyumnya yang tipis. “Permisi, saya mau ke toilet sebentar.”

“Toiletnya ada di lorong paling ujung,” jelas William.

Sophia mengangguk, tapi Robert dan Rose yang memperhatikannya, mereka menatap tajam, seolah meminta Sophia untuk tidak pergi. Namun, Sophia tidak memperdulikan mereka. Dengan cepat, ia meninggalkan ruangan itu untuk segera menemui Daniel.

Tepat ketika Daniel berdiri di ujung ruangan, Sophia memanggilnya, suaranya terdengar lirih. Namun, cukup untuk membuat lelaki itu menghentikan langkahnya. “Daniel ....”

Daniel berbalik perlahan, tatapannya langsung bertemu dengan mata Sophia. Pesona keturunan William memang tidak bisa diabaikan, tak bisa dipungkiri saat melihat Daniel, jantung Sophia pun selalu berdetak kencang. Bahkan di saat ini, saat Daniel menatapnya dengan dalam, sangat dalam sampai membuat Sophia gugup.

“Lihatlah, Sophia,” suara Daniel terdengar rendah. “Kamu bilang ingin pergi dariku. Tapi nyatanya, kamu selalu kembali. Kenapa?” Ia melangkah maju, membuat jarak di antara mereka semakin tipis. “Apa kamu sudah merindukanku, hanya karena kita tidak bertemu beberapa hari ini?”

Sophia menelan ludah, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya. Tapi ia tahu, sikapnya sudah terlalu terbaca. “Jangan senang dulu. Aku di sini hanya untuk mengatakan sesuatu padamu.”

Daniel menaikkan satu alis. “Oh? Apa itu?”

Sophia mengangkat dagunya, berusaha menjaga wibawanya di depan pria yang selalu membuatnya lemah. “Kenapa kamu berbohong padaku? Kenapa kamu tidak pernah bilang bahwa kamu adalah keturunan William?”

“Apakah sebelumnya kamu pernah bertanya padaku?”

Sophia menggigit bibirnya, dadanya bergemuruh. Dia tahu Daniel benar. Selama ini, dia tidak pernah benar-benar bertanya tentang masa lalu Daniel, karena ia terlalu sibuk menerima apa pun yang lelaki itu tunjukkan. “Tidak ... tapi kamu tetap seharusnya memberitahuku.”

Daniel mendekat lagi, membuat Sophia nyaris terdesak ke dinding. Tangannya terangkat, jari-jari kekarnya menyentuh lembut dagu Sophia, mengangkatnya agar mata mereka bertemu. “Ada banyak hal tentangku yang tidak kamu ketahui, Sophia. Tapi apakah itu mengubah sesuatu? Apa sekarang kamu memandangku berbeda?”

Suaranya begitu tenang, matanya yang gelap menantang Sophia untuk menjawab. Namun, Sophia hanya bisa terdiam, menatap balik dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ia ingin membenci lelaki ini, ingin melepaskan diri dari pesonanya. Tapi di saat yang sama, kehangatan yang terpancar dari sentuhan Daniel membuatnya lupa pada segalanya.

“Kamu selalu berkata bahwa kamu tidak memiliki keluarga,” suara Sophia terdengar serak, matanya menatap Daniel dengan kebingungan yang sulit disembunyikan. “Aku hanya ... terkejut saat tahu bahwa kamu keturunan William.”

Perkataan itu seolah menusuk sesuatu di dalam diri Daniel. Lelaki itu perlahan mundur, langkahnya berat seakan kata-kata Sophia baru saja menjatuhkan beban tak terlihat ke atas pundaknya. Tatapan tajamnya bergeser, tidak lagi menatap Sophia. Ia memandang ke arah lain, ke jendela besar yang memantulkan bayangan dirinya, seolah-olah mencari jawaban yang sudah lama hilang.

“Ibuku memang sudah meninggal,” suaranya penuh dengan luka yang sulit disembunyikan. “Aku hanya anak haram di sini.” Ia tertawa. Namun tidak ada kebahagiaan di sana, hanya kepahitan yang terlihat. “Apa yang bisa aku banggakan dari statusku sebagai anak haram?”

Sophia terdiam sejenak, dadanya terasa sesak mendengar pengakuan itu. Ada kesedihan di balik kata-kata Daniel, sesuatu yang membuatnya ingin memeluk lelaki itu, meski ia tahu, Daniel tidak akan membiarkannya.

“Daniel ....” Sophia maju selangkah, mencoba meraih lelaki itu dari kehampaan yang seolah menyelimuti dirinya. “Tapi statusmu tidak membuatmu berbeda di mataku. Aku hanya ingin tahu kenapa kamu menyembunyikannya dariku. Kenapa kamu tidak pernah membiarkan aku masuk ke duniamu?”

Daniel menghela napas panjang, bahunya naik turun seolah sedang menahan beban yang berat. “Karena dunia ini … bukan tempat untukmu. Tempat ini penuh kebohongan, penuh pengkhianatan. Aku tidak ingin kamu terjebak di dalamnya.” Matanya kembali menatap Sophia.

Daniel mendekat lebih jauh, jaraknya hanya beberapa inci dari Sophia. Tangannya yang besar dan kokoh mencengkeram pelan leher jenjang wanita itu, sentuhannya tidak kasar, tetapi cukup untuk membuat Sophia merasa terkunci dalam kendalinya.

“Tapi kenapa, Sophia?” Suara Daniel rendah dan tajam, seperti racun yang meresap perlahan. “Kenapa kamu malah masuk ke kandang singa ini?”

Sophia menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut yang mulai menjalar. Ia tahu Daniel selalu memiliki sisi gelap yang sulit ditebak, tetapi tidak pernah sebelumnya ia merasa sekecil ini di hadapannya.

“Daniel, lepaskan,” pintanya, suaranya bergetar. “Kamu menyakitiku.”

Daniel memperhatikan wajah Sophia, matanya seperti mencoba membaca pikiran gadis itu. Namun, perlahan, genggamannya mulai melemah. “Kamu yang datang ke sini,” gumamnya, “dan sekarang kamu takut?”

Sebelum Sophia sempat membalas, suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Suara berat sepatu menginjak lantai marmer bergema, mendekat dengan cepat.

“Siapa di sana?” Sebuah suara keras dan penuh wibawa menggema di balik pintu yang kini sedikit terbuka.

Jantung Sophia berdegup kencang, nyaris melompat keluar dari dadanya. Ia menoleh cepat ke arah pintu, tubuhnya menegang. Pikiran-pikiran panik mulai bermunculan. Bagaimana jika mereka memergokinya bersama Daniel? Apa yang akan mereka pikirkan? Apa yang akan mereka lakukan?

Sebuah senyum tipis terukir di wajah Daniel ketika melihat wajah panik Sophia. “Tenang saja, Sophia. Mari kita lihat bagaimana kamu bisa keluar dari situasi ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 5 : Di Antara Cinta dan Kekuasaan

    Daniel bergerak cepat. Dalam satu langkah sigap, ia menarik Sophia lebih dekat, membekap mulut gadis itu dengan bibirnya. Tubuh Sophia yang kecil bergetar hebat di bawah sentuhan itu, bukan karena kelembutan, tetapi karena rasa takut yang menjalari tubuhnya. Langkah kaki di luar semakin mendekat, disertai suara pintu yang berderit ketika terbuka. Daniel memutar tubuhnya sedikit, memposisikan mereka agar tersembunyi di balik salah satu lemari besar di sudut ruangan. Jarak antara keduanya begitu tipis, aroma tubuh Daniel yang khas bercampur dengan parfumnya memenuhi indera penciuman Sophia. Sosok Lewis, kepala pelayan mansion, muncul di ambang pintu. Ia melangkah masuk perlahan, pandangannya menyapu seluruh ruangan. “Siapa di sana?” Sophia hampir melompat mendengar suara itu, tetapi tangan Daniel yang besar dan kokoh memegang pinggangnya erat, menahannya agar tetap diam. Tubuhnya semakin gemetar, berharap Lewis tidak menemukan mereka. Lewis berjalan lebih jauh ke dalam ruangan, me

    Last Updated : 2025-01-24
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 6 : Takdir yang Mempermainkan

    “Wanita mana yang bisa menolak keponakanku ini?” Daniel berkata dengan santai. Akan tetapi, ada sesuatu dalam suaranya yang membuat ruangan itu terasa lebih tegang. Percakapan langsung terhenti. Semua yang duduk di sofa menoleh ke arahnya, memperhatikan pria yang kini berdiri tegak di hadapan mereka. David, yang sejak tadi terlihat tenang, kini tampak lebih ceria. Sorot kebanggaan muncul di matanya saat mendengar pujian dari pamannya. “Paman, Paman terlalu berlebihan,” ucap David dengan sedikit tawa, meski ada rona malu di wajahnya. Daniel mengangkat alisnya sedikit, ekspresi santainya tak berubah. “Tidak, aku hanya mengatakan fakta,” balasnya tenang. “Di luar sana banyak wanita yang ingin memilikimu, David. Kau bukan hanya pekerja keras, tetapi juga kebanggaan keluarga kita.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Daniel, tetapi matanya justru tertuju pada seseorang di hadapannya—Sophia. Gadis itu duduk dengan tubuh sedikit tegang, jemarinya meremas gaun di pangkuanny

    Last Updated : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 7 : Masa Lalu yang Tak Pernah Hilang

    Suara dentingan gelas dan alunan musik pelan memenuhi sudut bar yang remang-remang. Cahaya lampu temaram memantulkan kilau keemasan di permukaan minuman dalam gelas-gelas kristal yang berjajar rapi di meja bartender. Di salah satu sudut ruangan, dua wanita duduk berhadapan, dengan ekspresi yang kontras. Jane menatap Sophia lekat-lekat, matanya menyipit seakan mencoba memahami sesuatu yang sulit dicerna. Ia baru saja mendengar pengakuan mengejutkan dari sahabatnya, dan itu membuatnya nyaris tidak percaya.“Kau serius? Kau benar-benar menerima perjodohan ini?” Jane menatap sahabatnya dengan tajam, mencoba membaca ekspresi yang tersembunyi di balik wajah tenangnya. Ketika Sophia pertama kali memberitahunya tentang perjodohan itu, ia hampir tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya. Rasa keterkejutan itu masih melekat, berputar dalam pikirannya seperti badai yang tak kunjung reda. Bagaimana mungkin Sophia setuju untuk menikah dengan pria lain? Selama ini, Jane tahu betul bahwa hati

    Last Updated : 2025-02-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 8 : Keinginan Terlarang Sophia

    Selepas kepergian Jane, Daniel tetap berdiri di tempatnya, menatap Sophia tanpa berkedip. Pandangannya begitu tajam, seolah mencoba menembus setiap lapisan pertahanan yang mungkin masih tersisa dalam diri wanita itu. Sophia yang biasanya selalu anggun dan berkelas, kini tampak begitu rapuh. Rambutnya tergerai berantakan, sebagian jatuh menutupi wajahnya yang pucat. Napasnya terdengar pelan, nyaris tak beraturan, sementara tangannya yang lemah masih mencengkeram gelas kosong di depannya. Aroma alkohol bercampur dengan parfumnya yang khas menyeruak ke udara, membuat Daniel mengerutkan kening. Baru kali ini ia melihat Sophia sepuruk ini. Lima tahun mereka bersama, dan tak sekalipun ia melihatnya kehilangan kendali seperti ini. Sophia selalu menjadi wanita yang kuat, yang selalu tersenyum meskipun hatinya terluka, yang selalu bangkit meskipun ia jatuh berkali-kali. Tapi malam ini, wanita itu tampak seperti seseorang yang telah kehilangan segalanya. Daniel menghela napas panjang, l

    Last Updated : 2025-02-12
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 9 : Badai Baru Saja Dimulai

    Udara malam ini terasa begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Namun, anehnya, butiran keringat seukuran biji jagung terus bermunculan di dahi Daniel, mengalir perlahan di sepanjang pelipisnya. Sejak tadi, ia menahan tubuhnya di atas wanita yang terbaring di bawahnya, matanya dipenuhi kilatan hasrat yang sulit dijelaskan. Jemarinya menjelajah dengan lembut, seolah ingin menghafal setiap lekuk yang telah begitu familiar baginya. Sophia selalu memiliki cara untuk membuatnya tenggelam, terperangkap dalam cinta yang tak berujung. Daniel telah bertemu banyak wanita—wajah-wajah cantik yang datang dan pergi dalam hidupnya—namun tidak ada satu pun yang mampu mengikatnya seperti Sophia. Ada sesuatu dalam diri wanita itu, sesuatu yang tak bisa ia temukan pada siapa pun. Bukan sekadar kecantikan atau kelembutan, tapi sebuah daya tarik yang membuatnya tak bisa berpaling, tak peduli seberapa jauh ia mencoba melangkah. Napasnya memburu, terengah-engah seiring dengan bahunya yang naik turun, m

    Last Updated : 2025-02-12
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 10 : Kepingan Ingatan

    “Auh ….” Sophia mengerjapkan matanya yang terasa berat. Kepalanya berdenyut hebat, seolah-olah ribuan palu godam sedang menghantam tengkoraknya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya yang berdenyut, berharap rasa sakit itu segera mereda. Pandangan matanya masih buram saat ia mencoba menyapu ruangan di sekitarnya. Tempat ini asing—bukan kamarnya, bukan juga rumahnya. Langit-langit yang berbeda, aroma ruangan yang tidak familiar, serta kesunyian yang begitu menusuk membuat jantungnya mulai berdegup lebih cepat. “Aku di mana?” Pertanyaan itu bergema di kepalanya, memicu ketegangan yang merayap perlahan ke seluruh tubuh. Ia mengedarkan pandangan, mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Namun, sebelum pikirannya sempat bekerja, sesuatu yang lebih mengejutkan membuat tubuhnya membeku. Selimut putih yang melingkupinya melorot sedikit, dan saat ia melihat ke bawah—astaga! Darahnya seolah berhenti mengalir. Napasnya tercekat. Ia ti

    Last Updated : 2025-02-13
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 11 : Bekas Kepemilikan

    Sophia keluar dari taksi yang membawanya pulang. Di dalam rumah, ia sudah memikirkan apa yang harus ia katakan pada orang tuanya. Alasan apa yang akan ia berikan, terutama pada ayahnya? Ia tidak mungkin mengungkapkan bahwa semalam ia bersama Daniel. Jika ayahnya tahu, Robert pasti akan marah besar. Namun, jelas Sophia tidak akan mengungkapkan kebenaran itu. Semalam, ia pamit pada ayahnya untuk pergi bersama Jane, dan mungkin alasan yang akan ia berikan sekarang adalah bahwa ia menginap di rumah Jane. Semoga saja ayahnya percaya dan tidak merasa curiga. Sesampainya di dalam rumah, Sophia melihat ayahnya, Robert, yang tengah duduk di kursi dekat jendela besar di ruang tamu. Tangannya memegang sebuah benda yang tampak sudah usang—sebuah jam antik yang diwariskan turun-temurun dalam keluarga mereka. Robert sedang dengan telaten mengelap permukaan kaca jam tersebut, tampak sangat fokus, seolah waktu di sekelilingnya tidak ada artinya. Jam itu adalah benda kesayangan Robert, hadiah da

    Last Updated : 2025-02-13
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 12 : Gaun Pengantin

    Sophia mengenakan gaun sederhana berwarna krem dan memulas wajahnya dengan riasan tipis. Ia mencoba menutupi bekas merah yang ditinggalkan Daniel dengan concealer, meski hatinya tetap gelisah, takut bila ada yang melihat bekas merah tersebut. Dengan satu tarikan napas panjang, ia melangkah keluar dan masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke butik tempat fitting gaun pengantin. Begitu sampai di butik, aroma lavender bercampur dengan wangi kain baru menyambutnya. Ruangan itu luas dengan dinding putih elegan, rak-rak berisi deretan gaun mewah tergantung rapi, sementara para penjahit sibuk menyesuaikan detail jahitan. Seorang pelayan butik, wanita muda dengan seragam putih anggun, segera mendekatinya dengan senyum ramah. “Selamat datang di butik La Belle, apakah Anda Nona Sophia?” tanyanya sopan. Sophia mengangguk, menatap sekeliling dengan perasaan sedikit gugup. “Ya, aku datang untuk fitting gaun pengantin.” Pelayan itu tersenyum lebih lebar, lalu mengangguk hormat. “Oh,

    Last Updated : 2025-02-14

Latest chapter

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 100 : Kenyataan Pahit

    Kelopak mata Sophia bergerak perlahan, seakan berusaha keluar dari kegelapan yang menyelimutinya. Napasnya masih lemah saat akhirnya matanya terbuka lebar. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya menangkap sosok yang duduk di samping ranjangnya. "Daniel ...," gumamnya lemah. Mendengar namanya dipanggil, Daniel yang sejak tadi tenggelam dalam pikirannya langsung tersentak. Dengan cepat, ia menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya. Ia tak ingin Sophia melihatnya dalam keadaan seperti ini. "Kau sudah bangun," suaranya terdengar serak, tapi ia tetap berusaha terdengar tenang. Sophia mengerjapkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Daniel tampak berbeda. Wajahnya pucat, matanya memerah seolah telah menahan tangis terlalu lama. "Kenapa kamu menangis?" Ini pertama kalinya Sophia melihat Daniel dalam keadaan seperti ini—terlihat begitu hancur, begitu rapuh. Daniel menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," jawabnya, meski jelas sekali itu bohong.

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 99 : Kepingan Hati

    "Tidak mungkin ... Ini semua tidak mungkin ...." Mata David menatap kosong ke lantai rumah sakit, sementara pikirannya berputar tak karuan. Ia tidak pernah menginginkan kehamilan Sophia sejak awal. Ia menolak dengan keras, menuduh anak itu bukan miliknya. Tapi seiring waktu, perlahan ia mulai menerimanya—terutama setelah William menjanjikan saham sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Namun sekarang, semuanya sia-sia. David mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Rencana yang sudah ia susun dengan matang kini berantakan begitu saja. Ia tak tahu harus merasa sedih, kecewa, atau marah. Yang pasti, sesuatu di dalam dirinya terasa kosong. Tatapannya kemudian beralih ke arah pintu ruang perawatan yang masih tertutup rapat. Di balik pintu itu, Sophia masih berjuang dengan kondisinya yang belum stabil. Ia mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi tetap saja, pikirannya kacau. Apakah ini hukuman untuknya karena sejak awal menolak anak itu? Atau

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 98 : Kehilangan

    Suara jeritan Sophia menggema di seluruh lorong mansion Williams, Daniel yang mendengar itu langsung berlari secepat mungkin ke arah sumber suara. "Sophia!" Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah menimpa wanita itu. Saat ia tiba di tangga besar mansion, napasnya tertahan. Sophia tergeletak di anak tangga, tubuhnya setengah terduduk dengan tangan bertumpu pada salah satu undakan. Pakaiannya kusut, dan yang lebih mengejutkan—darah segar mengalir dari kakinya, sampai membentuk genangan merah di lantai marmer. Daniel berlari menuruni tangga. "Sophia!" Ia segera berjongkok di hadapan wanita itu, tangannya refleks menyentuh perut Sophia. Sophia mengangkat wajahnya yang pucat, matanya berkabut menahan sakit. "Daniel …" suaranya lemah, hampir tidak terdengar. Daniel melihat tangan Sophia juga berlumuran darah. "Apa yang terjadi?!" Sophia membuka mulut, seolah ingin menjawab, tapi sebelum satu kata pun keluar, kepalanya terkulai ke sa

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 97 : Alibi Sophia

    Flash Back. Anne berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, napasnya tertahan saat mendengar percakapan di dalam ruangan. Matanya menyipit tajam, memperhatikan setiap gerakan Sophia dan Daniel. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang aneh dengan kedekatan mereka. Tatapan penuh perhatian, sentuhan yang terlalu akrab—semuanya terasa lebih dari sekadar hubungan biasa. Dan kini, bukti itu ada di depan matanya. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dari saku. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan membidik kamera ke arah Daniel yang tengah mengelus perut Sophia, wajahnya dipenuhi kelembutan. Klik. Satu foto berhasil ia abadikan. Anne menahan senyumnya. Ini akan sangat menarik. Tanpa ragu, ia mengetik pesan singkat di ponselnya sebelum mengunggah foto tersebut. "Kau harus melihat ini. Aku rasa kau akan sangat menyukainya." Tombol kirim ditekan, dan dalam hitungan detik, pesan itu terkirim ke Laura. Anne menatap layar ponselnya dengan penuh kepuasan. Ia tahu betul bagaimana L

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 96 : Janji yang Terucap dalam Diam

    Ruangan kerja Daniel yang berada di mansion Williams terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya lampu temaram menambah suasana nyaman di dalamnya. Di atas meja kerja, beberapa dokumen tersusun rapi, menunjukkan kesibukan Daniel akhir-akhir ini. Namun, saat ini, perhatiannya hanya terfokus pada satu hal—wanita yang tengah duduk di sofa, yang kini menjadi pusat dunianya. Sophia duduk dengan santai, tubuhnya sedikit bersandar ke belakang, satu tangannya mengelus lembut perutnya yang semakin membesar. Ada cahaya keibuan di wajahnya, sesuatu yang membuat Daniel tak bisa mengalihkan pandangan. Dengan langkah tenang, Daniel mendekat sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia duduk di samping Sophia, menatapnya sejenak sebelum akhirnya menyerahkan benda itu. "Aku membeli ini untuk anak kita," katanya sambil menunjukkan sepasang sepatu bayi mungil berwarna pink. "Tapi aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya." Mata Sophia melembut, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menerima sepatu itu den

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 95 : Tidak Asing

    Benturan keras masih terasa di tubuh Daniel, napasnya sedikit tersengal saat kesadarannya perlahan pulih. Suara klakson mobil lain terdengar samar, diiringi teriakan beberapa orang yang bergegas mendekat ke arah mobilnya. Mobil yang menabraknya telah melaju pergi begitu saja, meninggalkan bekas tabrakan di bagian samping mobil Daniel. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, saat itu juga ketukan terdengar di jendela kaca mobilnya. Tok, tok, tok. "Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar khawatir dari balik kaca. Daniel mengerjapkan mata, masih sedikit pusing, lalu menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela. Udara malam yang dingin langsung menyapa wajahnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang sedikit serak. "Terima kasih." Pria yang mengetuk kaca tadi menghela napas lega. "Syukurlah. Saya melihat mobil itu menabrak Anda lalu kabur begitu saja. Haruskah saya menelepon polisi?" Daniel menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa mengur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 94 : Kesepakatan yang Menguntungkan

    "Terima kasih atas kerja sama Anda, Mr. Lancaster," ujar Daniel sambil menjabat tangan pria di hadapannya. Mr. Edward Lancaster, seorang investor ternama yang memiliki jaringan luas di sektor properti dan pembangunan, mengangguk dengan ekspresi puas. "Kau memiliki visi yang kuat, Mr. Williams. Aku suka cara berpikirmu," ujarnya. Saat ini, Daniel sedang berada di ruang pertemuan eksklusif di lantai tertinggi sebuah hotel bintang lima, menemui klien penting untuk mengamankan investasi di proyek lahan perbukitan barat. Kawasan itu telah lama menjadi target pengembangan, tetapi hanya sedikit investor yang berani mengambil risiko karena akses dan infrastruktur yang masih terbatas. Namun, Daniel bukan pria yang mudah menyerah. Sejak awal presentasi, ia telah menyiapkan setiap data dengan matang—rencana pembangunan, prospek keuntungan jangka panjang, hingga strategi pengembangan akses jalan yang akan meningkatkan nilai lahan tersebut secara signifikan. Salah satu poin utama yang berha

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 93 : Godaan yang Tak Diinginkan

    Daniel menghembuskan napas panjang saat langkahnya sampai di depan pintu apartemen. Hari ini begitu melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya yang terus dipenuhi oleh sosok Sophia. Ada banyak hal yang harus ia pikirkan, tetapi semua terasa begitu buntu. Dengan sedikit enggan, ia merogoh kunci dari saku celananya, memasukkannya ke dalam lubang kunci, lalu memutar kenop pintu. Begitu pintu terbuka, pemandangan yang sudah berkali-kali ia lihat kembali menyambutnya. Laura berdiri di ambang kamar, bersandar di dinding dengan pakaian minim yang jelas dirancang untuk menggoda. Sebuah lingerie sutra berwarna merah melekat di tubuhnya, memperlihatkan kulitnya yang mulus. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, beberapa helai jatuh ke bahunya dengan cara yang tampak natural, seolah tanpa usaha. Seharusnya pemandangan itu bisa menggoda siapa pun—tapi tidak bagi Daniel. "Welcome home, darling," suara Laura terdengar lembut, mengandung nada genit yang sudah sangat familiar di

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 92 : Luka Lain

    Anne berdiri di ujung lorong, matanya menyipit penuh tanda tanya saat menatap ke arah ruang tengah. Di sana, Sophia duduk dengan tenang di atas sofa, jemarinya membalik lembar demi lembar majalah yang ada di pangkuannya. Tidak ada tanda-tanda kelemahan, tidak ada wajah pucat, tidak ada keluhan sakit. Seharusnya, Sophia sudah merasakan efeknya. Seharusnya, wanita itu sekarang sedang terbaring lemas, atau setidaknya menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Tapi nyatanya, dia masih baik-baik saja—seolah tidak terjadi apa pun. Anne menggigit bibirnya, pikirannya berputar cepat. Apa yang salah? Ia yakin benar telah memasukkan obat itu ke dalam susu Sophia. Maid yang bertugas mengantarkan susu itu juga tidak mencurigakan. Jadi kenapa Sophia masih sehat-sehat saja? Perasaan gelisah mulai merayapi dirinya. Jika rencananya gagal, maka artinya ia harus lebih berhati-hati. Tidak boleh ada yang tahu tentang ini. Terutama Laura. Wanita itu pasti akan sangat kecewa jika tahu bahwa upaya mereka t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status