Share

Bab 77 : Kebenaran

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2025-03-31 00:07:21
Jane duduk di salah satu meja kafe dekat jendela, jemarinya mengetuk-ngetuk gelas kopi yang mulai mendingin. Matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk, berharap melihat sosok pria yang ditunggunya.

Sudah hampir setengah jam berlalu, tapi Daniel belum juga datang.

Mencoba menahan rasa kesal dan gugup yang semakin menjadi, Jane hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Sejak kemarin, ia sudah bertekad untuk memberitahu Daniel tentang kehamilan Sophia. Tapi jika pria itu tidak muncul, bagaimana ia bisa melakukannya?

Ponselnya kembali menyala di meja. Dengan cepat, ia meraihnya, berharap itu pesan dari Daniel, tapi bukan. Hanya pemberitahuan dari media sosial.

Jane menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Apa dia tidak akan datang?

Matanya melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Jika Daniel tidak muncul dalam lima belas menit lagi, mungkin ia harus pergi.

Tapi tepat saat ia hendak menyerah, suara bel pintu kafe berbunyi. Seorang pria berpostur te
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 78 : Harus Disingkirkan

    Daniel membatu. Napasnya tercekat, udara di sekelilingnya menghilang begitu saja. Kata-kata Jane bergema di dalam kepalanya, berulang-ulang, memenuhi pikirannya dengan kemungkinan yang bahkan tak berani ia bayangkan sebelumnya. Anak itu ... anak yang dikandung Sophia ... adalah anaknya? Mata Daniel melebar, rahangnya menegang. Ia ingin menyangkal, ingin mengatakan bahwa Jane hanya mengada-ada. Tapi di sisi lain, ada sesuatu dalam dirinya yang berbisik bahwa ini mungkin benar. Bahwa selama ini, ia hanya melihat apa yang ingin ia lihat—memilih percaya pada apa yang lebih mudah diterima daripada menghadapi kebenaran yang sebenarnya. "Kau bercanda, kan?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasanya. Jane tersenyum miring, tetapi ada kepedihan di matanya. "Apa aku terlihat sedang bercanda?" Daniel mengepalkan tangannya di atas meja, jemarinya bergetar. "Sophia tidak pernah mengatakan apa pun padaku ..." "Tentu saja dia tidak mengatakan apa-apa," potong Jane cepat. "Karena dia tahu k

    Last Updated : 2025-04-03
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 79 : Belum Siap

    Pagi ini, aroma teh melati menguar dari dapur. Sophia menuangkan air panas ke dalam cangkir porselen dengan hati-hati, memastikan suhu dan takarannya pas. Ia tak pernah menambahkan gula dalam teh William. Bukan karena lelaki itu tidak menyukainya, tetapi karena kebiasaan yang sudah tertanam bertahun-tahun—William selalu menikmati tehnya pahit, hanya dengan sedikit perasan lemon untuk memberikan rasa segar. Ia mengangkat cangkir itu perlahan, untuk segera membawanya ke ruang kerja William. "Nona, mengapa Anda tidak meminta maid saja untuk membuat teh?" suara Lewis, kepala pelayan keluarga, terdengar tegas. Sophia berhenti sejenak, menoleh ke arah pria paruh baya itu dengan senyum tipis. "Aku ingin membuatnya sendiri." "Tapi—" "Tidak apa-apa, Lewis," potong Sophia sebelum pria itu bisa menyelesaikan kalimatnya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa teh ini dibuat dengan tanganku sendiri." Lewis menatapnya beberapa saat, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya ia hanya men

    Last Updated : 2025-04-04
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 80 : Keadaan Sophia

    Saat langkah Sophia menaiki anak tangga, ia bisa merasakan detak jantungnya masih belum kembali normal. Perasaan tidak nyaman itu terus menghantuinya, udara di dalam rumah ini terasa lebih berat sejak Daniel datang. Tangannya mencengkeram pegangan tangga lebih kuat, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menghantam dadanya. Ia harus pergi dari sini, menjauh dari tatapan Daniel, menjauh dari segala kegelisahan yang baru saja ia rasakan. Namun, saat baru saja mencapai lantai atas, ia tak bisa menahan diri untuk berhenti sejenak. Dari tempatnya berdiri, ia masih bisa mendengar samar suara William menyambut Daniel dan Laura di ruang kerja. "Nah, kalian akhirnya datang," suara William terdengar hangat. "Duduklah." "Maaf, Paman, kami sedikit terlambat," ujar Laura dengan nada lembutnya yang dibuat-buat. Sophia mengepalkan jemarinya tanpa sadar. Bahkan tanpa melihatnya pun, ia tahu Laura sedang bertingkah seolah menjadi tunangan sempurna bagi Daniel. Lalu, suara Daniel terdengar,

    Last Updated : 2025-04-06
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 81 : Membawa Sophia

    "Sophia, bangun." Daniel menepuk pipi Sophia dengan pelan. Namun, wanita itu tetap terkulai lemas, sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Semua mata tertuju pada Daniel. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara napas tertahan yang terdengar. Tak ada yang menyangka bahwa Daniel, yang selama ini tampak tenang dan tak banyak bicara soal Sophia, akan bereaksi seperti ini. Bahkan William, yang mengenal anaknya lebih dari siapa pun, tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Namun, ada satu hal yang lebih aneh. David. Pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang panik saat melihat istrinya pingsan justru tetap duduk di kursinya. Wajahnya memang terlihat terkejut, tapi tidak ada kegelisahan nyata di matanya. Tidak seperti Daniel, yang kini dengan cemas memeluk tubuh Sophia dalam dekapannya. Daniel mengeratkan rahangnya. Tanpa pikir panjang, ia menyelipkan satu tangan ke bawah lutut Sophia dan satu lagi di punggungnya, lalu mengangkat tubuh Sophia dengan mudah. "Aku

    Last Updated : 2025-04-07
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 82 : Kejujuran Sophia

    Kelopak mata Sophia perlahan bergerak, perlahan ia lalu membuka mata. Cahaya dari jendela membuatnya harus berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya. Napasnya masih terasa berat, dan tubuhnya lemas. Namun, hal pertama yang membuatnya terkejut bukanlah rasa sakit di kepalanya—melainkan sosok pria yang duduk di sampingnya. "Daniel …" gumamnya parau. Tenggorokannya terasa kering, suaranya nyaris tak keluar. Daniel menoleh dengan cepat begitu mendengar suara Sophia. "Kamu sudah sadar," katanya, nada suaranya terdengar lega. Sophia masih berusaha memahami situasinya. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar, mencoba mengenali tempat ini. Bau khas antiseptik langsung menyadarkannya—ia berada di rumah sakit. "Aku di rumah sakit?" bisiknya. Pikirannya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Terakhir yang ia ingat, ia sedang menuruni tangga … lalu semuanya menjadi buram. "Di mana David?" tanya Sophia, sembari menyapu ke setiap penjuru ruangan mencari sosok suaminya, tap

    Last Updated : 2025-04-08
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 83 : Kekhawatiran yang Tak Terucap

    Daniel menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, membiarkan kulitnya terbuka pada udara dingin ruangan. Pandangannya jatuh pada mangkuk bubur yang masih mengepulkan uap tipis di atas nakas. Ia meraih mangkuk itu, jemarinya melingkari sisi keramik yang masih hangat. Ia beralih ke sisi tempat tidur, menarik kursi mendekat sebelum duduk. Matanya mengamati sosok di depannya—wajah pucat itu, bibir kering yang sedikit terbuka, serta napas yang terdengar lemah. Bahkan tanpa menyentuhnya, ia bisa merasakan betapa rapuhnya perempuan ini sekarang. "Sophia," panggilnya lembut. Ia menyendok bubur ke dalam sendok dan meniupnya perlahan. "Makanlah. Kamu butuh tenaga agar cepat sembuh." Perempuan itu menggeleng pelan, matanya tak sekalipun bertemu dengan milik Daniel. "Aku tidak berselera." Suaranya nyaris tak terdengar, begitu pelan hingga hampir menyatu dengan keheningan di antara mereka. Daniel menatapnya, rahangnya mengencang. Ia meletakkan sendok ke dalam mangkuk, lalu menghela napas ber

    Last Updated : 2025-04-09
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 84 : Hati yang Hancur

    Daniel menghapus air mata yang jatuh di pelupuk mata Sophia dengan pelan. Ibu jarinya menyapu pipi wanita itu dengan hati-hatian, ia takut menyakiti Sophia lebih jauh. Manik mata mereka beradu. Namun, Sophia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Daniel lama-lama. "Kenapa kamu bertanya seperti itu, hm?" suara Daniel terdengar rendah. Sophia mencoba tersenyum, tetapi yang terbentuk di bibirnya hanya lengkungan samar yang menyakitkan. Hatinya terasa begitu sesak, dipenuhi oleh pertanyaan yang sejak dulu selalu ia pendam. Apakah semua ini hanya perasaannya sendiri? Apakah selama lima tahun terakhir, hanya ia yang jatuh cinta tanpa pernah benar-benar dicintai? Kenangan itu menyeruak, membawanya kembali ke masa lalu. Ia mengingat bagaimana ia selalu menunggu Daniel mengatakan cinta padanya. Lima tahun mereka bersama, melewati begitu banyak kebersamaan—dari momen sederhana hingga kebahagiaan yang seharusnya sempurna. Tapi selama itu juga, tidak sekalipun Daniel meng

    Last Updated : 2025-04-11
  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 85 : Kesepakatan Berbahaya

    Laura menatap layar ponselnya dengan kesal. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Daniel, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Jemarinya mengetuk meja dengan tidak sabar, matanya menatap layar yang kembali menampilkan panggilan tak terjawab. "Kenapa sih, Daniel?!" gerutunya, lalu melempar ponselnya ke sofa dengan kasar. Saat itu juga, Anne melangkah masuk dan langsung menangkap ekspresi kesal di wajah Laura. Ia mendekati wanita itu dengan alis sedikit berkerut. "Kau kenapa?" tanyanya ingin tahu. Laura mendesah frustrasi, lalu menyilangkan tangan di depan dada. "Aku sudah menelepon Daniel berkali-kali, tapi dia sama sekali tidak mengangkat panggilanku. Aku tidak tahu dia sedang di mana dan apa yang sedang dia lakukan." Anne menatapnya dengan sorot mata penuh pertimbangan, lalu duduk di samping Laura. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Aku sendiri tidak tahu mengapa Daniel begitu khawatir terhadap Sophia. Apalagi sejak dulu, aku selalu merasa ada sesuatu di ant

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 102 : Kemarahan Rose

    William duduk di kursi kamarnya, lampu meja menyala redup, menimbulkan bayangan panjang di dinding. Tangannya menggenggam erat amplop yang baru saja ia terima. Amplop itu tampak biasa saja, tapi ia tahu—tidak ada yang benar-benar biasa bila menyangkut keluarganya. Dengan perlahan, ia membuka segel merah tua di ujung amplop. Di dalamnya ada beberapa lembar foto yang langsung membuat napasnya tercekat. Foto pertama, menampilkan Daniel dan Sophia duduk berdampingan di sebuah kafe kecil. Senyum mereka lepas, begitu alami. Lalu foto kedua, saat mereka berpegangan tangan di tepi pantai. Foto ketiga, Daniel sedang memeluk Sophia dari belakang, sambil mencium pelipisnya. Hati William mulai berdegup kencang. Ia membalik beberapa foto lainnya—semuanya menunjukkan kedekatan mereka. Kemudian, ia menemukan selembar surat yang ditulis tangan. Tulisannya rapi, namun terlihat lama. Mungkin surat itu ditulis bertahun-tahun lalu. "Untuk siapa pun yang membacanya, jika kau menemukan surat ini, mung

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 101 : Kekacauan William

    Langkah kaki William terdengar pelan namun berat saat ia keluar dari ruang rumah sakit. Pundaknya sedikit membungkuk, dan tongkat yang biasa ia genggam dengan tenang kini terasa seperti beban tambahan yang tak bisa ia lepaskan. Lewis, ketua pelayan setia yang sejak dulu menemani kehidupan keluarga Williams, menyambutnya dengan sorot mata penuh tanya. "Tuan, bagaimana dengan keadaan Nyonya Sophia?" tanyanya hati-hati, menjaga nada suaranya agar tak terdengar terlalu mendesak. Namun William hanya menggeleng pelan. Tak sepatah kata pun keluar selain bisikan lirih, "Kita kembali saja ke mansion." "Baik, Tuan," jawab Lewis dengan anggukan sopan sebelum ia berjalan cepat ke arah mobil, membuka pintu belakang dan membantu William masuk dengan penuh kehati-hatian. Mobil melaju pelan meninggalkan gedung rumah sakit, membawa keheningan yang begitu pekat di dalam kabin. William menatap kosong ke luar jendela, menyaksikan lampu-lampu kota yang lewat bagai bayangan tak bermakna. Namun pi

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 100 : Kenyataan Pahit

    Kelopak mata Sophia bergerak perlahan, seakan berusaha keluar dari kegelapan yang menyelimutinya. Napasnya masih lemah saat akhirnya matanya terbuka lebar. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya menangkap sosok yang duduk di samping ranjangnya. "Daniel ...," gumamnya lemah. Mendengar namanya dipanggil, Daniel yang sejak tadi tenggelam dalam pikirannya langsung tersentak. Dengan cepat, ia menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya. Ia tak ingin Sophia melihatnya dalam keadaan seperti ini. "Kau sudah bangun," suaranya terdengar serak, tapi ia tetap berusaha terdengar tenang. Sophia mengerjapkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi. Namun, ada sesuatu yang aneh. Daniel tampak berbeda. Wajahnya pucat, matanya memerah seolah telah menahan tangis terlalu lama. "Kenapa kamu menangis?" Ini pertama kalinya Sophia melihat Daniel dalam keadaan seperti ini—terlihat begitu hancur, begitu rapuh. Daniel menggeleng pelan. "Tidak apa-apa," jawabnya, meski jelas sekali itu bohong.

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 99 : Kepingan Hati

    "Tidak mungkin ... Ini semua tidak mungkin ...." Mata David menatap kosong ke lantai rumah sakit, sementara pikirannya berputar tak karuan. Ia tidak pernah menginginkan kehamilan Sophia sejak awal. Ia menolak dengan keras, menuduh anak itu bukan miliknya. Tapi seiring waktu, perlahan ia mulai menerimanya—terutama setelah William menjanjikan saham sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Namun sekarang, semuanya sia-sia. David mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Rencana yang sudah ia susun dengan matang kini berantakan begitu saja. Ia tak tahu harus merasa sedih, kecewa, atau marah. Yang pasti, sesuatu di dalam dirinya terasa kosong. Tatapannya kemudian beralih ke arah pintu ruang perawatan yang masih tertutup rapat. Di balik pintu itu, Sophia masih berjuang dengan kondisinya yang belum stabil. Ia mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi tetap saja, pikirannya kacau. Apakah ini hukuman untuknya karena sejak awal menolak anak itu? Atau

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 98 : Kehilangan

    Suara jeritan Sophia menggema di seluruh lorong mansion Williams, Daniel yang mendengar itu langsung berlari secepat mungkin ke arah sumber suara. "Sophia!" Ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah menimpa wanita itu. Saat ia tiba di tangga besar mansion, napasnya tertahan. Sophia tergeletak di anak tangga, tubuhnya setengah terduduk dengan tangan bertumpu pada salah satu undakan. Pakaiannya kusut, dan yang lebih mengejutkan—darah segar mengalir dari kakinya, sampai membentuk genangan merah di lantai marmer. Daniel berlari menuruni tangga. "Sophia!" Ia segera berjongkok di hadapan wanita itu, tangannya refleks menyentuh perut Sophia. Sophia mengangkat wajahnya yang pucat, matanya berkabut menahan sakit. "Daniel …" suaranya lemah, hampir tidak terdengar. Daniel melihat tangan Sophia juga berlumuran darah. "Apa yang terjadi?!" Sophia membuka mulut, seolah ingin menjawab, tapi sebelum satu kata pun keluar, kepalanya terkulai ke sa

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 97 : Alibi Sophia

    Flash Back. Anne berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka, napasnya tertahan saat mendengar percakapan di dalam ruangan. Matanya menyipit tajam, memperhatikan setiap gerakan Sophia dan Daniel. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang aneh dengan kedekatan mereka. Tatapan penuh perhatian, sentuhan yang terlalu akrab—semuanya terasa lebih dari sekadar hubungan biasa. Dan kini, bukti itu ada di depan matanya. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dari saku. Dengan hati-hati, ia mengangkatnya dan membidik kamera ke arah Daniel yang tengah mengelus perut Sophia, wajahnya dipenuhi kelembutan. Klik. Satu foto berhasil ia abadikan. Anne menahan senyumnya. Ini akan sangat menarik. Tanpa ragu, ia mengetik pesan singkat di ponselnya sebelum mengunggah foto tersebut. "Kau harus melihat ini. Aku rasa kau akan sangat menyukainya." Tombol kirim ditekan, dan dalam hitungan detik, pesan itu terkirim ke Laura. Anne menatap layar ponselnya dengan penuh kepuasan. Ia tahu betul bagaimana L

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 96 : Janji yang Terucap dalam Diam

    Ruangan kerja Daniel yang berada di mansion Williams terasa lebih hangat dari biasanya. Cahaya lampu temaram menambah suasana nyaman di dalamnya. Di atas meja kerja, beberapa dokumen tersusun rapi, menunjukkan kesibukan Daniel akhir-akhir ini. Namun, saat ini, perhatiannya hanya terfokus pada satu hal—wanita yang tengah duduk di sofa, yang kini menjadi pusat dunianya. Sophia duduk dengan santai, tubuhnya sedikit bersandar ke belakang, satu tangannya mengelus lembut perutnya yang semakin membesar. Ada cahaya keibuan di wajahnya, sesuatu yang membuat Daniel tak bisa mengalihkan pandangan. Dengan langkah tenang, Daniel mendekat sambil membawa sesuatu di tangannya. Ia duduk di samping Sophia, menatapnya sejenak sebelum akhirnya menyerahkan benda itu. "Aku membeli ini untuk anak kita," katanya sambil menunjukkan sepasang sepatu bayi mungil berwarna pink. "Tapi aku tidak tahu apakah dia akan menyukainya." Mata Sophia melembut, senyum tipis muncul di wajahnya. Ia menerima sepatu itu den

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 95 : Tidak Asing

    Benturan keras masih terasa di tubuh Daniel, napasnya sedikit tersengal saat kesadarannya perlahan pulih. Suara klakson mobil lain terdengar samar, diiringi teriakan beberapa orang yang bergegas mendekat ke arah mobilnya. Mobil yang menabraknya telah melaju pergi begitu saja, meninggalkan bekas tabrakan di bagian samping mobil Daniel. Ia masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, saat itu juga ketukan terdengar di jendela kaca mobilnya. Tok, tok, tok. "Pak, apa Anda baik-baik saja?" suara seorang pria terdengar khawatir dari balik kaca. Daniel mengerjapkan mata, masih sedikit pusing, lalu menekan tombol untuk menurunkan kaca jendela. Udara malam yang dingin langsung menyapa wajahnya. "Aku baik-baik saja," jawabnya dengan suara yang sedikit serak. "Terima kasih." Pria yang mengetuk kaca tadi menghela napas lega. "Syukurlah. Saya melihat mobil itu menabrak Anda lalu kabur begitu saja. Haruskah saya menelepon polisi?" Daniel menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku bisa mengur

  • Menjadi Istri Keponakan sang Mantan   Bab 94 : Kesepakatan yang Menguntungkan

    "Terima kasih atas kerja sama Anda, Mr. Lancaster," ujar Daniel sambil menjabat tangan pria di hadapannya. Mr. Edward Lancaster, seorang investor ternama yang memiliki jaringan luas di sektor properti dan pembangunan, mengangguk dengan ekspresi puas. "Kau memiliki visi yang kuat, Mr. Williams. Aku suka cara berpikirmu," ujarnya. Saat ini, Daniel sedang berada di ruang pertemuan eksklusif di lantai tertinggi sebuah hotel bintang lima, menemui klien penting untuk mengamankan investasi di proyek lahan perbukitan barat. Kawasan itu telah lama menjadi target pengembangan, tetapi hanya sedikit investor yang berani mengambil risiko karena akses dan infrastruktur yang masih terbatas. Namun, Daniel bukan pria yang mudah menyerah. Sejak awal presentasi, ia telah menyiapkan setiap data dengan matang—rencana pembangunan, prospek keuntungan jangka panjang, hingga strategi pengembangan akses jalan yang akan meningkatkan nilai lahan tersebut secara signifikan. Salah satu poin utama yang berha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status