Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun pun telah berganti. Tidak terasa sudah sepuluh tahun sejak kabar kecelakaan Zacky di laut saat itu. Namun, belum juga ada kabar tentang pria itu dan dia sama sekali belum kembali ke mansion.Semuanya sudah berjalan seperti biasa dan apa adanya. Seperti Zacky terlupa, tapi tidak pernah dilupakan sama sekali. Bahkan, Bianca masih tinggal di kediaman Albert dan Olivia bersama dengan putra semata wayangnya – Brian.Hari yagn dijalani Bianca tidak lah mudah karena beberapa kali ia mengalami mimpi buruk. Namun, tidak jarang dia bermimpi bertemu dengan suaminya itu dan merasa sangat bahagia. Hal itu membuat kejiwaan Bianca akhirnya terguncang dan dia tidak lagi seperti Bianca yang dulu.Dalam perawatan dan pengawasan khusus, Bianca kini selalu dijaga dengan ketat demi keselamatannya dan putranya. Meski Bianca tidak pernah sama sekali melukai Brian, tapi dokter tetap meminta mereka untuk waspada. Mental Bianca tidak sedang dalam keadaan baik
“Sayang ... kau bicara, Nak? Kau bicara!” seru Olivia dengan sedikit bersorak kegirangan.Namun, sayangnya Bianca tidak lagi merespon ucapan Olivia itu dan kembali bersikap diam seperti biasa. Bahkan tangannya yang tadi mendekap erat tubuh Brian perlahan jatuh ke bawah seperti tidak berdaya.“Mami ... Mami ... peluk aku lagi, Mami. Mami bicara padaku. Apa aku benar pintar seperti Daddy? Apa Mami masih merindukan Daddy? Ayo kita cari Daddy bersama, Mami!” ajak Brian dan mengguncang tubuh ibunya itu dengan sangat kuat.“Nak ... jangan begitu pada Mami, Sayang!” cegah Olivia dan kembali mengambil Brian ke sisinya.“Suster ... tolong bawa menantuku ke kasur. Biarkan dia istirahat!” titah Olivia kepada seorang suster yang menjaganya. Dan di sisi lain dua pengasuh pun langsung bergerak cepat untuk membantu sang suster.“Baik, Nyonya.” Suster itu menjawab setelah ia memegang tangkai kursi roda.Olivia dengan perasaan haru bercampur sedih mengajak Brian ke luar dari kamar Bianca itu. Kamar ya
“Jangan menempel padaku seperti itu terus, Babe. Apa kau tidak malu diliat oleh banyak orang? Kau akan menjadi bahan tertawaan,” ucap Kane pada Auriel dengan ekspresi datar tapi nada bicaranya sangat meyakinkan.“Kenapa aku harus peduli pada masalah mereka?” tanya Auriel pada Kane dengan sangat manja dan tetap saja bergelayut di lengannya.“Kau terlihat seperti seorang anak yang terus bergelayut pada ayahmu.”“Apa salahnya? Aku memang bersama ayah gulaku sekarang.”“Kau tidak malu untuk itu?”“Kenapa aku harus malu? Bahkan, tidak ada yang akan tahu berapa selisih usia kita. Kau masih sangat tampan dan muda, Sayang. Kau begitu mempesona.” Auriel berkata dengan jujur dan memang seperti itu lah adanya.Auriel memang tidak seumuran dengan Kane, dan sejak awal mereka sudah tahu akan hal itu. Auriel baru berusia sekitar dua puluh tahunan. Sementara Kane sudah berusia tiga puluh lima tahun saat ini. Itu jelas lima belas tahun jarak yang membentang antara mereka berdua.Namun, ketampanan Kane
“Apa kau baik-baik saja, Kane? Apa kepalamu terasa sakit lagi? Kita ke dokter saja sekarang!” ucap Aurel dengan beruntun karena merasa khawatir dengan keadaan Kane.“Tidak perlu. Kita pulang ke hotel tempat aku menginap saja,” tolak Kane dan langsung berdiri dengan tegap lagi. Ia masih berusaha menyembunyikan kelemahannya itu di tengah keramaian.“Baiklah kalau begitu, Sayang. Aku akan memesan sopir pengganti untuk kita,” ucap Auriel lagi dan kemudian keduanya berjalan ke tempat yang bisa mereka duduki.Kane masih terngiang-ngiang dengan kata-kata yang tadi diucapkan oleh Auriel kepada anak muda itu. Ia seperti pernah mendengar kalimat itu ditujukan pada dirinya dan saat itu dia marah. Namun, Kane tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu kepadanya dan kenapa dia harus marah.Dalam bayangannya, memang yang mengucapkan itu juga adalah seorang wanita. Akan tetapi, jelas sekali itu bukan Auriel dan tidak mungkin juga gadis itu mengatakannya dengan adik kecil. Sementara pada kenyataannya j
“Apa kau pikir, hanya kau saja yang menahan selama itu? Aku tidak?” tanya Auriel dengan wajah cemberut.“Kau juga? Berarti kita sama-sama menahan kerinduan pada hal yang sama.” Kane berkata dengan menarik paksa pergelangan tangan Auriel yang berdiri di sisi ranjangnya itu.Tubuh Auriel melayang dan langsung terhempas manja di atas tubuh kekar Kane. Keduanya saling beradu tatap untuk sekian lama. Ada rindu yang membuncah di dada Auriel saat ini, tapi dia terlalu takut banyak berharap pada Kane. Dia tahu Kane sepertinya bukan pria yang percaya akan pernikahan.Kane langsung mendekap tubuh Auriel dengan erat dan kemudian memejamkan matanya. Ia memang merasa sangat mencintai Auriel selama ini. Akan tetapi, tidak ada perasaan ingin memiliki gadis itu sepenuhnya. Terkadang Kane merasa bersalah pada Auriel karena seolah sudah mempermainkan perasaan gadis itu. Namun, di lain sisi dia juga tidak berbohong jika ia membutuhkan Auriel.“Kau tidak pusing lagi, Kane?” tanya Auriel dengan sedikit be
Malam berganti menjadi pagi dan saat Auriel terbangun di ranjangnya, ia sudah tidak merasakan kehangatan dari tubuh Kane lagi di sisinya. Ia menepuk kasur di sampingnya dan merasa benar yakin bahwa Kane sudah pergi.“Hah ... selalu saja seperti itu! Kane tidak pernah mau menungguku bangun dan mandi bersama,” omel Auriel dan kemudian meregangkan ototnya.Percintaan panas yang terjadi sebanyak tiga kali putaran itu pasti masih menyisahkan rasa lelah di tubuhnya. Akan tetapi, Auriel tidak suka bermanja terlalu lama di atas ranjang dan mulai bangkit. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya. Ia yakin, Kane sudah mempersiapkan semuanya untuk dirinya.Dan benar saja, setelah Auriel selesai mandi ia melihat satu stel pakaian baru beserta dalamannya ada di atas meja rias. Kane selalu peduli sampai hal terkecil seperti itu dan itu lah yang selalu membuat Auriel merasa sangat tersanjung.“Dia selalu bisa memanjakan aku dan dia tahu apa yang aku butuhkan dan inginkan. Bagaima
Kane sedikit tersentak ketika Albert mengatakan kata ‘Putraku’ sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi. Ada rasa yang tidak bisa Kane jelaskan saat ini dan ia sendiri merasa ragu apa yang akan dia katakan. Padahal, biasanya Kane tidak pernah gugup atau pun kehilangan kata-katanya di depan orang lain.Kane sangat tidak suka terlihat lemah dan mati kutu di hadapan orang lain, apalagi itu adalah rekan bisnisnya. Kali ini Kane benar-benar kehilangan kata-kata sehingga dia hanya diam tidak lagi menanggapi jawaban dari Albert tadi.“Kau sepertinya memang seumuran dengan dia. Dan ... postur tubuhmu sama persis, Kane! Mungkin, hanya wajah kalian saja yang berbeda dari segi penglihatanku,” ungkap Albert terus terang kepada Kane.“Benar kah? Aku pasti lebih tampan dari dia bukan? Dan kalau aku boleh tau ... di mana dia sekarang?” tanya Kane setelah mengatakan hal itu dengan rasa penuh percaya diri kepada Albert.“Tidak! Putraku selalu menjadi yang terbaik dan paling sempurna. Dia tidak ada caca
Kane keluar dari perusahaan Albert dengan perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan apa dan bagaimana rasanya saat ini. Ada rasa haru, bahagia, takut, sedih, dan juga penasaran bercampur aduk menjadi satu. Dan Kane sendiri tidak tahu alasan dia merasakan semua perasaan itu seacra bersamaan saat ini.Hari sudah beranjak siang saat Kane sampai kembali di hotel tempatnya menginap dan saat ia masuk ke dalam kamar, Auriel sudah menunggu dengan wajah cemberut dan ditekuk. Kane tahu bahwa saat ini Auriel sedang merajuk padanya karena ia lambat kembali ke hotel.Mungkin juga karena gadis itu kelaparan karena menunggu Kane pulang. Biasanya, Kane akan kembali sebentar dari kantor ke apartament hanya untuk sarapan bersama dengan Auriel. Entah itu di apartament atau sarapan di luar. Lalu, Kane kembali bekerja dan Auriel melanjutkan pula aktifitasnnya sendiri.“Ayo kita makan siang ke restoran favoritmu dan kemudian beli perhiasan baru. Aku ingin membelikanmu sebuah cincin berlian keluaran terbaru,” a