Kenzo melihat mata Ayana sedikit bengkak dan merah. Kenzo pun menduga kalau Ayana habis nangis karena kesakitan. Ia masih ingat kalau dari kemarin Ayana mengeluh perutnya sakit.“Masih sakit perut kamu?” tanya Kenzo khawatir seraya membelai bahu Ayana.“Hm,” balas Ayana lalu menepis tangan Kenzo dan mengubah posisi tidurnya membelakangi Kenzo. Meskipun bukan itu alasannya, ia tidak akan mengatakan pada Kenzo kalau semua ini karena ibu mertua meneleponnya.Tiba-tiba dada Ayana terasa sesak lagi mengingat semua kata-kata Bu Mariani. Ia sudah berhenti menangis karena tadi sudah menangis tersedu-sedu cukup lama. Entah kenapa, ia sekarang malah ingin menangis lagi. Apalagi saat melihat Kenzo.“Ay …, kamu kenapa? Apa perlu periksa ke dokter biar tahu penyebab sakitnya?” ujar Kenzo sambil membelai rambut Ayana.“Nggak usah, Mas,” tolak Ayana dengan suara lirih dan hampir menangis. Suaranya terdengar bergetar.“Ay …, kamu nangis? Kenapa? Sakit banget, ya? Atau ada masalah?” tanya Kenzo saat m
“Wa ’alaikum salam,” balas orang yang di seberang telepon.“Ada apa, Buk? Tumben telepon saya?” tanya Ayana ramah. Ia bingung juga mau berkata apa pada ibu mertuanya itu. Biasanya beliau menelepon Kenzo, ini baru pertama kalinya ibu mertua meneleponnya.“Memangnya nggak boleh saya telepon kamu? Sudah hamil belum? Ditunggu-tunggu kok nggak ada kabar,” ujar mertua Ayana langsung pada intinya tanpa basa-basi terlebih dahulu. Nada bicaranya juga terdengar agak ketus dan mengintimidasi.Deg! Jantung Ayana tiba-tiba rasanya berhenti berdetak. Matanya pun terasa panas dan perih.“Buk …, saya kan masih kuliah. Kalau hamil, nanti kuliah saya gimana?” tutur Ayana dengan tangan gemetar. Tangan dan kakinya mendadak terasa sangat dingin. Semua kekuatan di tubuhnya terasa melemah.“Halah banyak alasan. Padahal hamil sambil kuliah juga bisa. Lah ini kamu nggak kuliah? Lagi bolos, ya? Kamu jangan egois dong! Ingat, umur Kenzo sudah berapa? Teman-temannya sudah ada yang punya anak dua atau tiga. Bapak
BAB 81Keesokan harinyaBeberapa mahasiswi sedang makan siang di kantin FMIPA. Mereka berkumpul di satu meja membentuk kelompok. Selain makan, mereka juga mengobrol hal penting dan tidak penting.“Dengar-dengar, Pak Kenzo nggak masuk lagi ya hari ini?” celetuk seorang mahasiswi yang baru datang dengan membawa semangkuk mie kuah di tangannya. Dua hari ini seharusnya ada mata kuliah Kenzo di kelasnya, tapi Kenzo izin tidak bisa mengajar.“Yoi. Katanya sih sakit,” sahut Yesi yang tengah minum jus alpukat.“Gimana nggak sakit coba? Lewat jalur belakang gitu loh. Aku bayanginnya aja ngeri. Pasti pada lecet-lecet tuh, Hiiiii,” balas Silvi sambil membayangkan berapa banyak kondom yang dibeli Kenzo saat itu.“Selain lecet juga bahaya tahu. Bisa kena macam-macam penyakit kelamin. Misal kayak kondiloma. Dan itu menular loh. Memang sih bisa diobati, tapi apa nggak malu berobatnya?” sahut yang lain.“Guys, ini kita lagi makan. Please …, jangan bahas hal-hal yang menjijikkan. Oke? Aku mual tahu de
“Mas, kita periksa ke rumah sakit aja gimana?” saran Ayana karena demam Kenzo tidak turun juga. Ketika satu jam usai minum obat, demam Kenzo memang turun, tapi tidak lama kemudian demam itu naik lagi.Saat ini Ayana duduk di atas tempat tidur di samping Kenzo yang tengah berbaring sambil mengompres dada dan kening Kenzo.“Nggak usah, Ay. Lagi pula ini sudah malam,” tolak Kenzo. Ia merasa sudah jauh lebih baik dari pada tadi subuh.“Besok juga sudah mendingan kok,” imbuh Kenzo lagi agar Ayana tidak terlalu mengkhawatirkannya.“Aku takut ini tanda dan gejala suatu penyakit, Mas. Misal kayak demam berdarah, tipus, atau penyakit berbahaya lainnya. Mumpung masih belum parah, lebih baik diobati di awal,” ujar Ayana. Ia takut Kenzo kenapa-kenapa, terus dia jadi janda muda, padahal belum malam pertama.“Ay, aku nggak apa-apa. Cuma pusing dan demam biasa karena mandi tadi malam. Setelah istirahat nanti juga sembuh kok,” ujar Kenzo menjelaskan. Sebelumnya dia memang tidak pernah seperti ini.Sa
Adzan subuh berkumandang. Ayana mengerutkan keningnya sebelum membuka matanya, bertepatan dengan bunyi alarm dari ponsel Kenzo. Biasanya Kenzo bergegas bangun untuk mematikan alarm pada ponselnya. Namun, berbeda dengan kali ini, Kenzo tampak masih meringkuk di dalam selimut. Kenzo membungkus tubuhnya rapat-rapat dan hanya kepalanya saja yang terlihat.Ayana yang sudah duduk di atas tempat tidur menatap Kenzo yang tumben tidak bergegas bangkit. Tampaklah wajah dan bibir Kenzo yang memucat dengan tubuh menggigil.“Ay, tolong matikan alarm ponselku,” pinta Kenzo dengan bibir bergetar.Ayana pun segera turun dari tempat tidur lalu mematikan alarm ponsel Kenzo yang ada di atas meja. Kemudian ia menghampiri Kenzo dan menyentuh keningnya.“Mas, kamu sakit? Badan kamu panas,” ujar Ayana.Kenzo tidak menyahutinya. Ini pertama kalinya ia sakit di depan Ayana. Ia tidak mau Ayana khawatir.Karena Ayana sedang datang bulan, ia pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pembalut sebelum
BAB 77“Ay, salat isya berjamaah, yuk!” ajak Kenzo usai menghabiskan nasi gorengnya. Ia sudah sangat tidak sabar untuk melakukan sesuatu di ranjang bersama Ayana.Ayana yang tengah meremas bungkus nasi goreng pun menatap Kenzo. Ia ragu-ragu untuk mengatakan kalau saat ini ia sedang haid.“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Kenzo saat ditatap Ayana. alisnya pun berkerut. Ia merasa ada yang tidak beres.“Anu, Mas. Aku sedang ada tamu bulanan hari ini. Jadi, aku libur salatnya,” jawab Ayana pelan dan ragu-ragu. Selama ini ia tidak pernah mengatakan kalau sedang datang bulan pada Kenzo. Tiba-tiba saja ia tidak solat dan Kenzo pun akan paham sendiri.“A-pa? Kamu datang bulan, Ay?” tanya Kenzo dengan terkejut. Matanya pun membulat dan hampir melompat keluar saking kagetnya.“Iya, Mas. Maaf, ya …,” balas Ayana dengan muka sedih. Padahal dalam hati ia sangat bersyukur haidnya datang di waktu yang sangat tepat.“Ya udah. Mau gimana lagi,” balas Kenzo lalu mendorong kursinya mundur. Kemudian