Jihan menerima tisu tersebut, lalu menghapus air matanya. Dan setelah itu tidak ada pembicaraan lagi. "Saya mau ke rumah sakit!" pinta Jihan setelah beberapa saat mereka terdiam.Akan tetapi Fadli tidak melajukan mobilnya menuju rumah sakit, hingga membuat Jihan merasa jika mereka akan pulang ke rumah."Saya mau minta diantarkan ke rumah sakit, Mas. Kenapa kita belok ke sini?""Saya harus mengerjakan pekerjaan dulu di kantor, nanti kita pulang ke rumah bersama.""Tapi--""Saya tidak suka dibantah!"Akhirnya Jihan pun hanya diam, karena membantah suami juga hukumnya dosa. Setelah mereka sampai di kantor, keduanya masuk ke dalam lift menuju lantai atas di mana ruangan Fadli berada.Dan saat sampai di sana, dia bertemu dengan sekretaris Fadli.Jam menunjukkan pukul 05.00 sore Jihan merasa canggung karena di ruangan itu hanya ada dia dan juga Fadli. Dirinya bingung harus melakukan apa di sana, sementara dia saat ini hanya duduk di sofa saja.'Ya ampun! Aku kayak kambing congek, hanya diam
Happy reading.....Fadli menatap ke arah orang yang saat ini tengah berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang tajam juga kesal."Papa! Papap kok ke sini tidak ngabarin aku dulu?" tanya Fadli dengan wajah yang tegang.Ya, yang datang adalah Papa Zahid. Beliau ingin membicarakan perihal bisnis dengan Fadli, tapi saat beliau akan masuk ke dalam ruangan putranya, tiba-tiba saja ditahan oleh Caca."Kenapa kamu mau minta Caca untuk menahan Papa? Apa yang kamu sembunyikan sesuatu di sini, hah?" kesal Papa Zahid sambil menatap ke arah seisi ruangan milik Fadli."Apa sih yang Papa bicarakan? Fadli nggak menyimpan siapapun. Kan Papa lihat sendiri, tidak ada siapa-siapa di sini," jawabannya dengan wajah yang terlihat begitu gugup.Walaupun dia mencoba untuk bersikap biasa saja, namun sangat nampak jelas bahwa saat ini dirinya tengah dilanda kepanikan, seperti sedang menyembunyikan sesuatu dari bapak Zahid.Pria itu mengelilingi ruangan tersebut sambil menatap lekat pada putranya. Dia berhenti
"Itu ... haccim! Iya, itu tadi aku yang bersin Pah." Fadli menggosok hidungnya. "Mungkin karena cuaca yang tidak menentu, membuat kesehatan aku sedikit terganggu," jawab Fadli."Yakin itu suara bersin kamu? Tapi kenapa Papa mendengarnya lain ya?" tatapan pria itu menatap curiga ke arah putranya.Jantung Fadli sedari tadi sudah berdebar saat Papanya masuk ke dalam ruangan, karena jujur dia takut jika Papa Zahid akan mengetahui keberadaan Jihan.'Wanita itu apa tidak bisa menahan bersinnya terlebih dahulu? Kalau tidak, dibekap sama bantal atau guling kan bisa, biar tidak kedengeran ke sini. Bikin suasana makin kacau saja! Mana jantungku sudah dari tadi terus dag dig dug.' batin Fadli yang merasa kesal karena Jihan sudah keceplosan."Sudahlah Pa, itu hanya bersin dari aku aja, tidak ada yang ku bersembunyikan. Kan Papa lihat sendiri, tidak ada apapun di sini." Fadli mencoba untuk membuat Papanya percaya.Akhirnya Papa Zahid pun pergi dari sana dan sambil menghela nafas dengan kasar. Namu
bulu kuduk Jihan seketika merinding. Entah kenapa perkataan Fadli yang seperti itu membuatnya malah ketakutan."Tidak Siapa juga yang sengaja. Aku memang berganti pakaian, sebab tadi saat ke kamar mandi bajuku basah karena tidak sengaja kepeleset. Karena aku bawa baju ganti, ya sudah, aku ganti," jawab Jihan sambil memalingkan wajahnya, karena dia saat ini merasa sangat gugup.Helaan nafas hangat berbau mint, menerpa wajahnya. Apalagi jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja, membuat Jihan benar-benar merasa amat gugup.Padahal tadi Fadli merasakan sesuatu di dalam tubuhnya yang berdesir, namun seketika rasa itu hilang saat sebuah tamparan mendarat di pipinya dengan keras."Bersiap-siaplah! Sebentar lagi kita akan pulang. Dan sebelum itu, aku ingin mengingatkan! Besok malam kau harus bersiap-siap, karena aku akan meminta jatahku! Malam ini aku akan pulang ke rumah orang tuaku," ujar Fadli. Kemudian dia pergi meninggalkan Jihan tanpa menunggu jawaban dari wanita itu.Jihan mengusap
Malam ini Fadli memutuskan untuk menginap di rumah Jihan. Selain karena pekerjaan, dia juga merasa pusing dengan tuduhan dan prasangka buruk dari Calista.Entah kenapa akhir-akhir ini Calista sering sekali marah marah gak jelas.Pria itu masuk ke dalam kamar dan melihat Jihan sedang menyisir rambutnya yang tergerai begitu indah.Fadli menatap lekat ke arah Jihan yang memunggungi pintu kamar, dia membedakan antara wanita itu dan juga sang istrinya, Calista, begitu sangat berbeda.'Mereka adik dan kakak, tapi kenapa karakternya begitu sangat berbeda? Calista wanita yang keras kepala, sedangkan Jihan bisa dibilang wanita yang sabar.'Merasa ada yang sedang memperhatikan dirinya Jihan membalikkan badan dan ternyata itu adalah Fadli. Dia tidak menyangka jika pria tersebut pulang ke rumahnya, padahal jika dilihat itu adalah jatahnya bersama dengan Calista."Loh Mas, kamu di sini? Aku pikir kamu sedang di rumahnya kak Calista?" Jihan berjalan kemudian mencium tangan Fadli dengan takjim.Ras
Rahangnya mengeras dengan sorot mata yang begitu memancarkan ketidaksukaannya kepada Jihan. Dia memang sangat menyayangi Jihan sebagai adiknya, tapi di sini mereka ada Rival, di mana sedang berebut sebuah orang suami.Akan tetapi Itu hanya pikiran Calista saja padahal Jihan sama sekali tidak ada niatan merebut Fadli. Karena dia sangat yakin jika jodoh pasti tidak akan kemana dan hati tidak akan pernah berbohong...Papa Zahid terlihat sedang melamun di balkon kamarnya sambil menatap gelapnya malam. Pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu yang begitu sangat mengganggu pikirannya.Mama Kirana yang baru saja selesai mengganti baju kemudian berjalan ke arah sang suami, lalu memeluknya dari belakang."Ada apa, Pah? Kenapa melamun seperti itu? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Mama Kirana dengan lembutTerdengar helaan nafas yang begitu berat dari Papa Zahid, kemudian dia menatap ke arah istrinya lalu mengecup kening Mama Kirana dengan lembut, membuat wanita itu merasa nyaman s
'Ya ampun! Aku baru ingat jika belum makan dari sore. Pantes aja perutku sangat perih? Sepertinya masakan Jihan sangat enak. Selama ini aku tidak pernah mencicipi masakannya, apa wanita itu pandai memasak?' batin Fadli.Dia merasa ragu untuk mencicipi masakan tersebut, karena Fadli merasa jika Jihan tidak pandai memasak. Namun perutnya berkata lain, hingga pria itu pun mengambil piring dan mengambil nasi serta lauk-pauk yang ada di meja.Dengan ragu-ragu Fadli memasukkan satu sendok makanan dengan cumi asam pedas ke dalam mulutnya, dan saat dikunyah kedua mata Fadli membulat dengan tatapan berbinar.'Astaga! Enak sekali. Bahkan lebih enak dari masakannya bibi. Ini seperti masakan di restoran mahal, apa jangan-jangan Jihan memesannya bukan memasak?' batin Fadli menerka-nerka.Dia sampai menambah dua kali, karena makanan itu begitu enak, ditambah perutnya juga sangat perih karena belum makan dari sore.Saat dia tengah mengunyah makanannya, tiba-tiba Zahra dan juga Jihan masuk ke dalam r
Happy reading ....Fadli menghentikan langkahnyax wajahnya terlihat tegang namun seketika dia merubahnya."Mamah, maksudnya?" tanya Fadli yang pura-pura tidak tahu."Tidak usah pura-pura bodoh. Semalam kamu ke mana? Kenapa tidak pulang?" tanya Mama Kirana pada putranya."Aku semalam--""Mas Fadli semalam itu nginep di kantor, Mah. Soalnya pekerjaannya sangat banyak, jadi dia tidak sempat untuk pulang," potong Calista yang tiba-tiba saja datang.Dia tadi Ingin menyusul Fadli ke kamar, akan tetapi dia melihat suaminya sedang kebingungan saat berhadapan dengan mamanya, dan sudah pasti Mama Kirana bertanya perihal Fadli semalam ke mana."Mama tidak bertanya kepadamu, Calista. Mama bertanya kepada Fadli. Jawab! Ke mana kamu semalam?" Mama Kirana menatap ke arah Fadli dengan lekat."Seperti yang Calista bilang, bukankah sudah diwakilkan sama dia Mah? Sudahlah, aku capek mau istirahat."Fadli pun beranjak meninggalkan mama dan juga istrinya, sementara Mama Kirana menatap punggung Fadli yang s