Share

Bab 2

Difitnah menggelapkan uang perusahaan, dipecat secara tidak hormat tanpa pesangon, hingga membuat sosok ayah yang ia sayangi terkena serangan jantung karena shock, dan kini dirawat di rumah sakit. Sekarang, Anjani dilamar oleh sosok lelaki yang merupakan mantan asistennya sendiri. Cobaan apa lagi ini?!

Meskipun Anjani sudah bukan siapa-siapa lagi, bahkan on the way menjadi orang miskin, akan tetapi dia adalah wanita yang memiliki standar tersendiri dalam memilih pasangan hidup dalam hal ini suami. Josep memang tampan, wajahnya campuran Indo Belanda dengan hidung mancung yang menawan, tapi jika pekerjaannya hanya seorang asisten, rasanya terlalu riskan Anjani menerimanya.

"Kamu ngaco, Jos. Pikir-pikir dulu sebelum bicara!" omel Anjani sembari memijat keningnya yang terasa bertambah sakit setelah mendengar lamaran Josep Erlangga.

"Aku serius, aku juga berjanji akan membantu kamu membayar tagihan rumah sakit ayah kita, sekaligus biaya operasinya," kata Josep membuat Anjani mengerutkan dahinya.

"Ayah kita?"

"Ya, kalau kita sudah menikah, ayahmu otomatis menjadi ayahku juga, kan?"

Anjani melengos. Dunia ini benar-benar keterlaluan dalam memberinya lelucon.

"Bagaimana bisa aku mempercayai bahwa kamu bisa menguak kasus yang menimpaku sekarang? Bagaimana bisa juga kamu membayar tagihan rumah sakit ayahku yang sangat mahal, sedangkan gajimu saja tiga kali lipat lebih kecil dariku. Kamu bahkan baru tiga bulan bekerja." Anjani memalingkan wajahnya.

Gadis berusia 35 tahun itu masih saja meremehkan Josep tanpa tahu yang senenarnya. Namun, Josep tidak kehabisan akal, dia terus berusaha membujuk Anjani supaya mau menikah dengannya sebab Josep sudah jatuh cinta pada Anjani sejak pertemuan mereka yang pertama.

"Kamu jangan pernah meragukan orang yang sedang jatuh cinta, Anjani. Apa pun akan aku lakukan demi kamu, demi ayah. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik, setidaknya kamu tidak terlunta selama kita berjuang menguak kejahatan yang dituduhkan padamu!" jelas Josep membuat Anjani berpikir sejenak.

Dia menimbang-nimbang segala resiko yang mungkin terjadi karena bisa saja Josep hanya sedang merayunya, setelah itu menipu lalu meninggalkan Anjani setelah mendapat keperawanannya. Anjani tidak ingin semua itu terjadi. Namun, Anjani juga bingung dengan keadaannya saat ini. Biaya rumah sakit dan operasi yang membengkak, biaya hidup yang tidak sedikit, juga rencana masa depan yang rasanya masih abu-abu, sebab tentu akan sulit diterima di perusahaan lain jika dia memiliki reputasi buruk di tempat kerjanya sebelumnya.

Anjani benar-benar bingung memikirkannya dan mungkin menerima lamaran Josep menjadi opsi terakhir yang akan dipilihnya.

"Kamu tidak akan menipuku, kan?" tanya Anjani dengan menatap tajam.

Josep berdecih. "Serendah itukah aku di matamu? Lihatlah kesungguhanku, kalau aku tidak berhasil, maka aku siap dihukum dengan cara apa pun."

Melihat itu semua, Anjani perlahan luluh dan menerima lamaran Josep. Keduanya menemui Rayhan, ayah dari Anjani yang terbaring lemah di ranjang pesakitan untuk meminta restu. Rayhan yang terkejut hanya bisa pasrah, dia benar-benar tak berdaya dan membiarkan putrinya menikah dengan harapan seandainya Rayhan tutup usia, maka Anjani ada yang menjaga.

"Kapan kalian akan menikah?" tanya Rayhan dengan suara pelan. "Kalau bisa, jangan terlalu lama, ayah takut tidak bisa melihat kamu menikah, Anjani," tambahnya lemah membuat Anjani menangis mendengarnya.

"Besok, kami akan menikah besok!" sahut Josep membuat jantung Anjani hampir saja melompat dari tempatnya.

***

Di kantor, posisi Anjani sudah diganti oleh Stevia yang dimonitor dari jarak jauh oleh Hendra. Dia juga dibantu oleh Josep yang masih berstatus sebagai asisten sekretaris. Gadis itu diberi sanjungan oleh karyawan lainnya, termasuk dari Kevin Sanjaya, asisten Hendra yang sudah lama menyukainya.

"Selamat, ya, Stevia. Kamu memang lebih pantas berada di posisi ini karena dari segi pengalaman, kamu sudah lebih dulu bekerja dengan Pak Hendra." Kevin menatap Stevia takjub.

"Ya, tidak sia-sia kerja keras kita, kan?" sahut Stevia membuat Josep yang berada di sana menoleh.

"Kerja keras apa?" tanyanya pada Stevia yang memutar bola matanya.

"Tentu saja kerja keras selama kami bekerja di sini. Aku sudah lima tahun bekerja di perusahaan ini, dan pantas mendapatkan posisi ini, bukan malah Anjani yang malah korupsi." Stevia mendelikkan matanya.

"Benar. Lagi pula, kamu tidak berhak ikut campur urusan kami, Josep. Jangan kepo! Atasan kamu sudah dipecat, tinggal kamu saja yang didepak!" timpal Kevin seraya tertawa sinis.

"Siapa kalian berani bicara seperti itu padaku?!" bentak Josep membuat Kevin dan Stevia melongo.

"Ehm ... maaf," ucap Josep salah tingkah. "Aku hanya merasa belum percaya saja kalau Anjani melakukan korupsi. Dia terlalu baik dan rasanya ... aneh saja."

"Siapa kamu berani membentak kami seperti tadi?" tanya Stevia mengangkat dagunya.

"Sorry, aku keceplosan." Josep menunduk.

"Berhentilah membela Anjani karena dia sudah terbukti bersalah, dan Pak Hendra juga sudah mengamanatkan perusahaan ini padaku sekarang. Lagi pula, mengapa kamu begitu bersikeras mengatakan keraguanmu itu dari kemarin, hah? Mau menjadi pahlawan kesiangan? Atau jangan-jangan naksir Anjani, ya?" papar Stevia membuat Kevin yang berada di sampingnya tertawa.

"Benar, jangan-jangan kamu naksir sama Anjani, ya? Naksir sama tante-tante!" ujar Kevin meremehkan.

Josep menggeleng, dia tak menjawab pertanyaan dua orang yang kini tertawa di hadapannya. Setelah itu, Josep memilih pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dia harus segera ke rumah sakit untuk melaksanakan akad nikah bersama Anjani jam 7 malam nanti.

*

Saat sampai di rumah sakit, Josep menatap sekeliling ruangan yang dihias dengan kain background dan bunga-bunga. Sederhana sebenarnya, akan tetapi karena ini dilakukan di rumah sakit, maka kesannya menjadi berlebihan. Namun, Josep sengaja melakukan ini karena dia tak ingin dianggap main-main oleh Anjani. Dia ingin menunjukkan keseriusannya.

"Gajimu aman?" tanya Anjani karena dia yakin kalau hiasan dan baju pengantin yang disiapkan Josep pasti memakan biaya yang cukup besar.

"Aman, aku akan gajian lagi awal bulan depan, jangan khawatir," balas Josep seraya duduk di samping Rayhan yang juga tersenyum.

"Ayah merasa lebih baik sekarang," katanya.

"Syukurlah, itu yang aku harapkan. Percayalah, Ayah, Anjani akan baik-baik saja bersamaku meskipun aku hanya seorang asisten sekretaris. Dan seperti janjiku, aku akan mengembalikan reputasi Anjani lagi, aku sudah mulai mengendus siapa yang sudah berbuat curang padamu." Josep menatap Anjani yang membuang nafas kasar.

"Siapa?" tanyanya penasaran.

"Baru dugaan, jadi aku tidak bisa mengungkapkannya sekarang."

Anjani mengangguk, meskipun masih sangat kepikiran, akan tetapi dia mencoba menerima semua masalah ini dengan lapang dada. Entah mengapa, setiap Josep berbicara, hatinya merasa tenang walaupun belum ada perasaan cinta dalam hatinya. 

Hingga bulan merangkak naik, pernikahan itu akhirnya dilaksanakan dengan dihadiri perwakilan dua saksi dari pihak Josep dan Anjani, tiga orang kerabat Anjani, juga satu orang kerabat Josep. Semuanya berjalan lancar, tanpa ada kendala, dan tanpa sepengetahuan orang-orang terutama para karyawan perusahaan.

Setelah acara selesai, Rayhan menyuruh Anjani untuk ke hotel yang sudah dipersiapkan sementara dirinya akan ditunggu oleh para kerabatnya yang menginap. Anjani mengikuti perintah sang ayah, pergi bersama suaminya dengan masih mengenakan kebaya satin berwarna putih.

"Anjani, kamu cantik sekali," bisik Josep membuat Anjani merasa takut karena sesungguhnya, dia merasa belum siap melakukannya sebelum cinta hadir dalam hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status