Share

Bab 3

Malam pertama yang gagal, Anjani ternyata tidak siap jika gawangnya dibobol sekarang. Josep kecewa, tapi dia tetap bersabar menanti saat indah itu tiba karena Josep pahamm, selain masih belum percaya sepenuhnya akan masa depan pernikahan ini, Anjani juga ingin Josep membuktikan atau setidaknya menunjukkan data yang telah dia janjikan.

"Tenang saja, Anjani. Sedikit lagi kebenaran itu terungkap, kamu hanya perlu sabar menunggu!" kata Josep setelah satu minggu berlalu membuat Anjani mengerucutkan bibirnya.

Lama-lama, Anjani merasa kesal karena Josep terus saja mengatakan hal yang sama jika Anjani meminta Josep segera membuka tabir fitnah yang menimpanya, hingga Anjani merasa kalau sesungguhnya Josep telah berbohong padanya. Dia mengira kalau Josep sedang mengulur waktu dan memanfaatkan kesedihan yang dirasakan Anjani.

"Apa jangan-jangan, Josep sendiri yang membuat skenario ini?" gumamnya dengan perasaan yang tiba-tiba tak enak.

Dengan segera, Anjani membawa kunci mobilnya dan menuju perusahaan interior paling terkemuka di Jakarta yang pernah menjadi tempatnya bekerja itu, dengan berpura-pura mengambil barang-barang Anjani yang belum dia bawa, padahal dia ingin sekalian mengintai pekerjaan suaminya.

Gedung kantor berlantai tujuh itu terlihat megah di matanya. Dia menatap gedung kantor itu dengan tatapan sedih, kecewa, dan rindu. Rindu bekerja di sana, rindu bergelut dengan pekerjaan yang seakan tiada habisnya. Lelah yang dulu sering Anjani keluhkan, kini amat dia rindukan.

"Tega sekali orang yang telah memfitnahku itu. Dan akan lebih tega rasanya kalau benar Josep sendiri yang melakukannya." Anjani menghela nafas berat.

Dia melangkahkan kaki ke dalam kantor tersebut dan terlihat lobi yang sepi karena masih jam kerja. Anjani sempat ditanya oleh resepsionis hendak ke mana dan untuk apa datang ke sana, setelah memberitahu bahwa wanita itu ingin mengambil barang-barangnya yang masih berada di sana, Anjani diizinkan masuk dan diberi waktu selama tiga puluh menit untuk beres-beres.

*

"Stevia, kamu memang hebat sudah menguak kasus korupsi di perusahaan ini bersama Kevin. Kalian memang kompak dan serasi, mengapa tidak jadian saja?" seorang karyawan bertanya pada Stevia yang duduk di atas meja salah satu karyawan.

"Kapan-kapan deh, aku masih ingin mengembangkan sayap karirku di sini. Kalau pacaran atau menikah cepat-cepat, bisa-bisa fokusku pecah," jawab Stevia sembari meniup-niup kukunya yang dihias dengan kutex.

"Benar juga. Oh ya, apa kamu ada berkomunikasi dengan Anjani? Dulu kan kalian cukup dekat."

Stevia tertawa, terlihat sekali gadis itu sedang meremehkan Anjani dengan suara tawanya, dan Anjani dapat melihat itu semua dengan jelas, tepat di depan mata kepalanya.

"Anjani dekat denganku karena dia ingin banyak belajar dariku yang senior ini, Anjani juga sebenarnya tidak bisa apa-apa, kemampuannya nol dan aku yang selama ini bekerja keras. Anjani hanya menumpang tenar saja, setelah itu dia korupsi, kan? Itu karena dia memang hanya mau uang saja!" papar Stevia membuat Anjani menitikkan air mata.

Anjani tidak menyangka kalau Stevia bisa sejahat itu padanya. Anjani kira, Stevia membenci Anjani sebatas karena gadis itu kecewa atas tuduhan korupsi yang dituduhkan padanya. Namun, ternyata lebih dari itu. Stevia menghina dan menjelek-jelekkan dirinya di hadapan para karyawan yang dulu sangat menghormatinya.

"Eh, panjang umur kamu, Anjani, kami sedang membicarakanmu," ujar Stevia membekap mulutnya seraya berjalan menghampiri Anjani yang menatap tajam.

"Duh ... tatapannya menakutkan sekali. Baru kali ini aku melihat kamu seperti itu, jangan-jangam efek OTW miskin, ya?" canda Stevia disahuti tawa oleh para karyawan yang berada di sana.

Anjani menyeka sudut matanya, dia mengangkat wajah dan menatap Stevia tanpa rasa takut sedikit pun walau ternyata, gadis di hadapannya ini bak serigala berbulu domba.

"Aku ingin mengambil barang-barangku yang masih di sini. Permisi." Anjani melewati Stevia yang langsung menarik tangannya kasar.

"Izin dulu sama pemilik ruangannya dong!" kata Stevia yang memiringkan bibirnya.

"Siapa?"

"AKU DONG!" ucap Stevia dengan nada tinggi tepat di telinga Anjani.

Di waktu yang bersamaan, Josep datang dan menarik tangan istrinya yang sedang dibully. Dia lalu memeluk Anjani yang langsung pecah tangisnya setelah kedatangan Josep yang langsung melindunginya.

"Stevia! Jangan berlebihan kamu!" bentak Josep pada Stevia yang langsung melotot padanya.

"Apa kamu bilang? Seharusnya kamu yang jangan berlebihan, kamu hanya seorang asisten yang sebenarnya tidak terlalu kubutuhkan. Kalau saja bukan Pak Hendra yang mengutusmu, sudah aku depak kamu!" pekik Stevia menunjuk Josep dengan jari telunjuknya.

"Siapa kamu beraninya mendepakku, hah?! Orang sepertimu sama sekali tidak pantas mendapat kepercayaan dari Ay ... ah, sudahlah!" bentak Josep meninggalkan tempat itu lalu membawa Anjani ke ruangan sekretaris

Dia membantu istrinya membereskan barang-barang miliknya. Setelah selesai, Anjani dan Josep pergi meninggalkan ruangan tersebut dan kembali melewati Stevia yang masih terlihat marah atas keberanian Josep terhadapnya. Stevia menatap tajam, akan tetapi Josep tak menggubris tatapan itu dan pergi begitu saja tanpa peduli dengan Stevia yang marah dan akan melaporkannya kepada Hendra.

"Josep, kalau kamu berani keluar dari kantor ini, maka tamat riwayatmu di perusahaan ini!" teriak Stevia pada Josep yang sama sekali tak mendengarnya.

Josep merangkul Anjani sepanjang jalan hingga banyak pasang mata karyawan yang melihatnya dengan heran. Namun, baik Josep maupun Anjani tidak menghiraukan mereka. Keduanya terus berjalan menuju carport hingga sampai di mana mobil Anjani terparkir di sana.

"Anjani, untuk apa kamu ke sini?" Josep baru bertanya ketika mereka telah berada di dalam mobil. Lelaki itu menyentuh wajah istrinya, lalu mencium pipinya yang masih basah karena air mata.

"Aku ... kacau, Jos." Anjani memejamkan matanya.

"Seharusnya kamu izin padaku dulu sebelum ke sini supaya aku membereskan baramg-barangmu dan kamu tinggal menagmbilnya!" kata Josep.

Namun, Anjani menggeleng, suasana hatinya benar-benar kacau sekarang.

"Aku kesal karena kamu terus saja mengatakan akan menguak kasus yang kuhadapi sekarang, tapi nyatanya kamu belum menemukan apa-apa. Aku ... aku curiga padamu, Jos, aku kira ini semua adalah skenario yang sengaja kamu buat supaya aku mau menikah denganmu.

"Aku datang ke sini untuk mengintaimu dengan berpura-pura mengambil barang-barangku, tapi yang aku dapat apa?!" Anjani terisak sebelum dia selesai menjelaskan maksud dan tujuannya.

Mendengar penjelasan itu, Josep memeluk Anjani yang menangis lagi. Dia merasa bersalah karena sudah membuat istrinya merasa ditipu, padahal sesungguhnya, Josep sedang berusaha keras. Dia sudah memiliki banyak bukti, tapi belum cukup banyak dan meyakinkan karena ternyata, orang yang dihadapinya sangat cerdas dan bermuka dua. Josep sulit mencari celah untuk menjatuhkan mereka.

"Aku sudah mendapatkannya, Anjani, aku hanya takut kamu terkejut ketika tahu siapa yang telah menjebakmu!" sahut Josep.

"Terkejut karena pelakunya adalah kamu sendiri. Begitu?!" tuduh Anjani.

"Kita sudah menikah, Anjani, mengapa kamu belum juga mempercayaiku?!"

"Karena kamu seperti sedang mengulur waktu! Aku lelah, Jos, aku butuh kepastian." Anjani menatap Josep yang menelan salivanya.

"Maafkan aku," lirih Josep membuat Anjani pasrah dengan nasibnya sekarang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status