Malam pertama yang gagal, Anjani ternyata tidak siap jika gawangnya dibobol sekarang. Josep kecewa, tapi dia tetap bersabar menanti saat indah itu tiba karena Josep pahamm, selain masih belum percaya sepenuhnya akan masa depan pernikahan ini, Anjani juga ingin Josep membuktikan atau setidaknya menunjukkan data yang telah dia janjikan.
"Tenang saja, Anjani. Sedikit lagi kebenaran itu terungkap, kamu hanya perlu sabar menunggu!" kata Josep setelah satu minggu berlalu membuat Anjani mengerucutkan bibirnya.Lama-lama, Anjani merasa kesal karena Josep terus saja mengatakan hal yang sama jika Anjani meminta Josep segera membuka tabir fitnah yang menimpanya, hingga Anjani merasa kalau sesungguhnya Josep telah berbohong padanya. Dia mengira kalau Josep sedang mengulur waktu dan memanfaatkan kesedihan yang dirasakan Anjani."Apa jangan-jangan, Josep sendiri yang membuat skenario ini?" gumamnya dengan perasaan yang tiba-tiba tak enak.Dengan segera, Anjani membawa kunci mobilnya dan menuju perusahaan interior paling terkemuka di Jakarta yang pernah menjadi tempatnya bekerja itu, dengan berpura-pura mengambil barang-barang Anjani yang belum dia bawa, padahal dia ingin sekalian mengintai pekerjaan suaminya.Gedung kantor berlantai tujuh itu terlihat megah di matanya. Dia menatap gedung kantor itu dengan tatapan sedih, kecewa, dan rindu. Rindu bekerja di sana, rindu bergelut dengan pekerjaan yang seakan tiada habisnya. Lelah yang dulu sering Anjani keluhkan, kini amat dia rindukan."Tega sekali orang yang telah memfitnahku itu. Dan akan lebih tega rasanya kalau benar Josep sendiri yang melakukannya." Anjani menghela nafas berat.Dia melangkahkan kaki ke dalam kantor tersebut dan terlihat lobi yang sepi karena masih jam kerja. Anjani sempat ditanya oleh resepsionis hendak ke mana dan untuk apa datang ke sana, setelah memberitahu bahwa wanita itu ingin mengambil barang-barangnya yang masih berada di sana, Anjani diizinkan masuk dan diberi waktu selama tiga puluh menit untuk beres-beres.*"Stevia, kamu memang hebat sudah menguak kasus korupsi di perusahaan ini bersama Kevin. Kalian memang kompak dan serasi, mengapa tidak jadian saja?" seorang karyawan bertanya pada Stevia yang duduk di atas meja salah satu karyawan."Kapan-kapan deh, aku masih ingin mengembangkan sayap karirku di sini. Kalau pacaran atau menikah cepat-cepat, bisa-bisa fokusku pecah," jawab Stevia sembari meniup-niup kukunya yang dihias dengan kutex."Benar juga. Oh ya, apa kamu ada berkomunikasi dengan Anjani? Dulu kan kalian cukup dekat."Stevia tertawa, terlihat sekali gadis itu sedang meremehkan Anjani dengan suara tawanya, dan Anjani dapat melihat itu semua dengan jelas, tepat di depan mata kepalanya."Anjani dekat denganku karena dia ingin banyak belajar dariku yang senior ini, Anjani juga sebenarnya tidak bisa apa-apa, kemampuannya nol dan aku yang selama ini bekerja keras. Anjani hanya menumpang tenar saja, setelah itu dia korupsi, kan? Itu karena dia memang hanya mau uang saja!" papar Stevia membuat Anjani menitikkan air mata.Anjani tidak menyangka kalau Stevia bisa sejahat itu padanya. Anjani kira, Stevia membenci Anjani sebatas karena gadis itu kecewa atas tuduhan korupsi yang dituduhkan padanya. Namun, ternyata lebih dari itu. Stevia menghina dan menjelek-jelekkan dirinya di hadapan para karyawan yang dulu sangat menghormatinya."Eh, panjang umur kamu, Anjani, kami sedang membicarakanmu," ujar Stevia membekap mulutnya seraya berjalan menghampiri Anjani yang menatap tajam."Duh ... tatapannya menakutkan sekali. Baru kali ini aku melihat kamu seperti itu, jangan-jangam efek OTW miskin, ya?" canda Stevia disahuti tawa oleh para karyawan yang berada di sana.Anjani menyeka sudut matanya, dia mengangkat wajah dan menatap Stevia tanpa rasa takut sedikit pun walau ternyata, gadis di hadapannya ini bak serigala berbulu domba."Aku ingin mengambil barang-barangku yang masih di sini. Permisi." Anjani melewati Stevia yang langsung menarik tangannya kasar."Izin dulu sama pemilik ruangannya dong!" kata Stevia yang memiringkan bibirnya."Siapa?""AKU DONG!" ucap Stevia dengan nada tinggi tepat di telinga Anjani.Di waktu yang bersamaan, Josep datang dan menarik tangan istrinya yang sedang dibully. Dia lalu memeluk Anjani yang langsung pecah tangisnya setelah kedatangan Josep yang langsung melindunginya."Stevia! Jangan berlebihan kamu!" bentak Josep pada Stevia yang langsung melotot padanya."Apa kamu bilang? Seharusnya kamu yang jangan berlebihan, kamu hanya seorang asisten yang sebenarnya tidak terlalu kubutuhkan. Kalau saja bukan Pak Hendra yang mengutusmu, sudah aku depak kamu!" pekik Stevia menunjuk Josep dengan jari telunjuknya."Siapa kamu beraninya mendepakku, hah?! Orang sepertimu sama sekali tidak pantas mendapat kepercayaan dari Ay ... ah, sudahlah!" bentak Josep meninggalkan tempat itu lalu membawa Anjani ke ruangan sekretarisDia membantu istrinya membereskan barang-barang miliknya. Setelah selesai, Anjani dan Josep pergi meninggalkan ruangan tersebut dan kembali melewati Stevia yang masih terlihat marah atas keberanian Josep terhadapnya. Stevia menatap tajam, akan tetapi Josep tak menggubris tatapan itu dan pergi begitu saja tanpa peduli dengan Stevia yang marah dan akan melaporkannya kepada Hendra."Josep, kalau kamu berani keluar dari kantor ini, maka tamat riwayatmu di perusahaan ini!" teriak Stevia pada Josep yang sama sekali tak mendengarnya.Josep merangkul Anjani sepanjang jalan hingga banyak pasang mata karyawan yang melihatnya dengan heran. Namun, baik Josep maupun Anjani tidak menghiraukan mereka. Keduanya terus berjalan menuju carport hingga sampai di mana mobil Anjani terparkir di sana. "Anjani, untuk apa kamu ke sini?" Josep baru bertanya ketika mereka telah berada di dalam mobil. Lelaki itu menyentuh wajah istrinya, lalu mencium pipinya yang masih basah karena air mata."Aku ... kacau, Jos." Anjani memejamkan matanya."Seharusnya kamu izin padaku dulu sebelum ke sini supaya aku membereskan baramg-barangmu dan kamu tinggal menagmbilnya!" kata Josep.Namun, Anjani menggeleng, suasana hatinya benar-benar kacau sekarang."Aku kesal karena kamu terus saja mengatakan akan menguak kasus yang kuhadapi sekarang, tapi nyatanya kamu belum menemukan apa-apa. Aku ... aku curiga padamu, Jos, aku kira ini semua adalah skenario yang sengaja kamu buat supaya aku mau menikah denganmu."Aku datang ke sini untuk mengintaimu dengan berpura-pura mengambil barang-barangku, tapi yang aku dapat apa?!" Anjani terisak sebelum dia selesai menjelaskan maksud dan tujuannya.Mendengar penjelasan itu, Josep memeluk Anjani yang menangis lagi. Dia merasa bersalah karena sudah membuat istrinya merasa ditipu, padahal sesungguhnya, Josep sedang berusaha keras. Dia sudah memiliki banyak bukti, tapi belum cukup banyak dan meyakinkan karena ternyata, orang yang dihadapinya sangat cerdas dan bermuka dua. Josep sulit mencari celah untuk menjatuhkan mereka."Aku sudah mendapatkannya, Anjani, aku hanya takut kamu terkejut ketika tahu siapa yang telah menjebakmu!" sahut Josep."Terkejut karena pelakunya adalah kamu sendiri. Begitu?!" tuduh Anjani."Kita sudah menikah, Anjani, mengapa kamu belum juga mempercayaiku?!""Karena kamu seperti sedang mengulur waktu! Aku lelah, Jos, aku butuh kepastian." Anjani menatap Josep yang menelan salivanya."Maafkan aku," lirih Josep membuat Anjani pasrah dengan nasibnya sekarang."Dasar penipu!" pekik Anjani dengan isakannya yang sudah tak tertahankan."Aku bukan penipu, Anjani. Aku sedang berusaha bersama team-ku, dan sayangnya kami belum menemukan bukti yang kuat. Tapi, aku sudah menemukan siapa orangnya." Josep memegang kedua bahu istrinya dan menatap sang istri dengan serius sementara Anjani malah memalingkan wajahnya ke arah lain.Anjani tak ingin ada kontak mata di antara mereka sebab wanita itu takut jatuh cinta kepada orang yang salah. Rasa sesal tiba-tiba menyelimuti hatinya. Anjani ingin mengakhiri semuanya sebab nyatanya, menikah dengan Josep tidak menjadi jalan keluar dari semua masalahnya."Aku tidak percaya padamu, Jos. Aku curiga padamu dan tak ingin bertemu denganmu sampai kamu bisa membuktikan apa yang kamu janjikan sebelum kita menikah!" tegas Anjani membuat Josep menggelengkan kepalanya.Gadis yang usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun itu keluar dari mobil suaminya dan beralih ke mobilnya sendiri. Hatinya kacau sekarang, bingung den
Sebagai seorang wanita karir yang sejak dulu mengesampingkan masalah pernikahan, Anjani tak merasa gentar tatkala dia tak pulang ke rumah suaminya karena bertengkar. Tak peduli berpuluh-puluh pesan masuk ke aplikasi hijau di ponselnya, panggilan tak terjawab dari orang yang sama mengantre panjang.Namun, Anjani tak ingin menggubrisnya, kalau memang Josep sungguh mencintainya, mungkin lelaki itu akan datang ke rumah sakit dan membujuknya untuk pulang dengan membawa kabar baik tentang karirnya di perusahaan.Rayhan sendiri sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam membuat Anjani semakin merasa kesepian. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan karena tak ada deadline lembur yang mengejarnya setiap malam. Kehilangan pekerjaan, sama saja dengan kehilangan separuh hidupnya."Hufff." Anjani menghela nafas berat dan mulai memejamkan mata hingga suara pintu terbuka terdengar berderit memecah keheningan malam."Jos?" gumam Anjani menatap suami dadakannya yang tiba-tiba datang.
"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya."Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, d
Sepulangnya Anjani dari kantor, Josep berinisiatif untuk berbicara kepada Hendra Anggara mengenai masalah tuduhan ini sebab lelaki itu sangat merasa bersalah setelah Anjani disudutkan oleh Kevin, sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa jika ada Kevin dan Stevia.Ruang gerak Josep terasa sempit karena dia hanya seorang asisten dari sekretaris, dan dia berharap dengan berbicara langsung kepada Hendra, maka Josep akan bisa menjelaskan sekaligus memberi titik terang kepada sang Presdir bahwa Anjani bukan pelakunya.Tanpa keraguan, suami dari Anjani itu menekan tombol interkom dan memberitahukan bahwa dia ingin bicara. Saat masuk, Hendra menatapnya dengan seksama, senyumnya bersahaja menatap lelaki yang memiliki dedikasi cukup tinggi terhadap perusahaan, meskipun baru beberapa bulan bekerja."Ada apa lagi, Jos?" tanya Hendra tanpa berbasa-basi."Aku ingin mendiskusikan tentang masalah Anjani, apa tidak ada toleransi sama sekali untuk dia membuktikan bahwa dia tidak bersalah?" tanyanya kepa
"Selamat siang, jadi apa yang harus saya selidiki?" Seorang detektif terkemuka di Jakarta sedang melakukan pertemuan dengan Anjani di sebuah restaurant. Detektif bernama Hadinata yang usianya sekitar empat puluh tahun itu langsung ke inti permasalahan, yakni apa yang ingin Anjani utamakan dalam penyelidikannya."Saya minta Anda menyelidiki perusahaan ini." Anjani menyodorkan sebuah dokumen rahasia."J Corporation," gumam Hadi membaca judul map dokumen tersebut.Anjani mengangguk, J Corporation adalah nama perusahaan tempatnya bekerja dulu. Awalnya, nama perusahaan itu adalah AE Corporation, tapi sudah diganti semenjak dua tahun yang lalu menjadi J Corporation yang konon dibawa dari kata Job atau bisa juga Jackpot.'Setiap orang yang bekerja keras, maka dia akan mendapatkan hadiah yang besar', begitu kira-kira kata Hendra Anggara saat meresmikan nama baru untuk perusahaannya dua tahun yang lalu."Saya baru saja diberhentikan secara tidak hormat karena dituduh mengkorupsi uang perusahaa
"Aku sudah siapkan air hangat dan makan malam. Jadi, aku izin ke luar ya, ada urusan sebentar," ujar Anjani kepada suaminya yang baru saja pulang."Terima kasih. Pergilah, tapi jangan lama-lama," sahut Josep. Anjani langsung bersiap mengambil tas dan meninggalkan rumahnya yang dibangun atas hasil kerja kerasnya bekerja selama bertahun-tahun sepeninggal ibunya. Rayhan yang melihat putrinya kembali pergi pun ingin bertanya, tapi urung karena Anjani sudah menaiki mobilnya.Sementara Josep menatap mobil sang istri yang semakin menjauh dari kaca jendela kamar mereka di lantai dua. Ada rasa ingin bertanya ke mana tujuan Anjani pergi, tapi lelaki itu malu, sebab takut disangka over protective dan banyak mengatur.Josep sadar diri, sebagai suami yang menjadikan sebuah janji sebagai mahar awal dari lamarannya, dia belum bisa menepati apa yang telah digaungkannya sejak awal."Semoga kamu pergi bukan karena ada aku di sini," gumamnya dengan hati yang sedih.Semua yang telah Anjani dapatkan hari
Bagaikan gula, Josep merasakan manisnya cinta di bibir Anjani saat dia mengecupnya untuk pertama kali. Entah mendapat keberanian dari mana, yang pasti Josep merasa kalau ini sudah waktunya, sudah terlalu lama dia bersabar menanti moment ini.Anjani sendiri tidak bisa melawan sebab sadar kalau salah satu kewajibannya sebagai seorang istri adalah melayani suami, meskipun jauh dalam lubuk hatinya dia belum siap menyerahkan apa yang Anjani jaga hingga sekarang. Yakni keperawanan."Maaf ...." ucap Josep lagi setelah kecupan keduanya.Lelaki itu merasa bersalah sebab belum kunjung menunaikan janjinya. Namun, sebagai seorang lelaki normal, Josep juga tidak bisa menahan diri setiap kali melihat sang istri yang begitu paripurna dalam segala hal. Wajah cantik, mata coklat yang indah, kulit kuning, dan tubuh yang seksi. Belum lagi prestasinya dalam pekerjaan. Siapa yang bisa kuat menahan godaan yang terpampang nyata di depan mata apalagi wanita itu selalu berada dalam kamar tidur satu ranjang d
"Aku perlu bukti!" ucap Hendra tegas menatap tajam kepada Josep yang menghembuskan nafas kasar.Sang pewaris rahasia merasa tak habis pikir, mengapa sang ayah sulit sekali percaya padanya?!"Tentu, kita akan bertemu di Pengadilan, Ayah. Aku sengaja mengatakan ini sejak dini sebab takut Ayah terkejut dan shock saat Hakim berhasil membuktikan semua kebenarannya," tutup Josep meninggalkan Hendra yang mengepalkan tangan dengan kuat.Suasana seketika menegang, dada pria paruh baya itu perlahan terasa sakit karena mendengar kabar yang belum tentu salah atau benar. Hendra sendiri merasa kalau putranya tidak berdusta, tak terlihat ada kebohongan di matanya. Hendra sangat tahu bagaimana Josep karena dia adalah ayah yang merawatnya sejak lelaki itu bahkan belum lahir ke dunia.Dan jika benar apa yang telah Josep katakan, yang paling membuat Hendra tidak menyangka adalah mengapa Kevin dan Stevia melakukan semua itu padahal mereka sudah memiliki segalanya selama bekerja di perusahaan miliknya."K