Share

Bab 4

"Dasar penipu!" pekik Anjani dengan isakannya yang sudah tak tertahankan.

"Aku bukan penipu, Anjani. Aku sedang berusaha bersama team-ku, dan sayangnya kami belum menemukan bukti yang kuat. Tapi, aku sudah menemukan siapa orangnya." Josep memegang kedua bahu istrinya dan menatap sang istri dengan serius sementara Anjani malah memalingkan wajahnya ke arah lain.

Anjani tak ingin ada kontak mata di antara mereka sebab wanita itu takut jatuh cinta kepada orang yang salah. Rasa sesal tiba-tiba menyelimuti hatinya. Anjani ingin mengakhiri semuanya sebab nyatanya, menikah dengan Josep tidak menjadi jalan keluar dari semua masalahnya.

"Aku tidak percaya padamu, Jos. Aku curiga padamu dan tak ingin bertemu denganmu sampai kamu bisa membuktikan apa yang kamu janjikan sebelum kita menikah!" tegas Anjani membuat Josep menggelengkan kepalanya.

Gadis yang usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun itu keluar dari mobil suaminya dan beralih ke mobilnya sendiri. Hatinya kacau sekarang, bingung dengan apa yang telah terjadi. Bagaimana bisa dirinya bisa memutuskan secepat itu menikah dengan Josep yang hanya mantan asistennya?

Meskipun sebenarnya, Josep pun sudah banyak membantunya. Membayar biaya rumah sakit dan operasi sampai selesai, bahkan memberi nafkah yang besar. Namun, semua itu tak membuat Anjani puas sebelum suami dadakannya itu mampu membuktikan kepada pihak perusahaan bahwa dirinya tak pernah melakukan kecurangan.

Sementara Josep, dia memandang lekat punggung sang istri yang semakin menjauh dari netranya dengan masih diliputi rasa marah dan kecewa. Wajar saja, di hari ke sekian pernikahan mereka, Josep belum bisa menunaikan semua janjinya padahal sebenarnya dia sudah tahu semuanya.

"Maafkan aku, Anjani, aku memang menipumu," lirih Josep dengan perasaan bimbang.

Tiba-tiba, ponsel Josep yang berada di dasbor mobil miliknya berdering, seseorang menghubunginya dan lelaki blasteran Sunda - Belanda itu langsung mengangkat panggilan tersebut dengan segera.

"Kita sudah punya semua bukti, apa Anda ingin saya menyeret langsung kedua tersangka itu ke pengadilan?" seorang lelaki bersuara berat bertanya di seberang sana.

"Jangan! Nanti istriku curiga mengapa aku bisa membongkar semua fitnahan itu secepat ini. Simpan saja dulu, sekalian aku ingin melihat ketulusan Anjani padaku yang di matanya hanya seorang asisten."

Usai perbincangan singkat itu, panggilan ditutup seiring dengan Josep yang menghembuskan nafas kasarnya. Bayangan wajah Anjani saat pertama kali bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu melintas di pikiran. Bagaimana seorang mahasiswi cantik, tangguh, dan tegas, menolongnya dari sebuah perundungan yang dilakukan teman-teman sekolahnya, hingga akhirnya perbuatan baik Anjani itu membekas dalam ingatan Josep dan membuahkan rasa cinta dalam hatinya.

"Anjani, wanita tangguhku ... akan kulakukan apa pun demi membuatmu bahagia, sebagaimana aku berusaha menemukanmu lagi setelah sekian tahun kita tidak berjumpa."

***

"Ayah, aku ingin cerai saja dengan Josep!" isak Anjani kepada sang ayah yang kontan menggeleng.

"Jangan buat aku terkena serangan jantung lagi, Anjani!" sahut Rayhan sarkasme membuat Anjani semakin tersedu.

Apa yang dialaminya sekarang benar-benar membuat hati, pikiran, serta hidupnya berantakan. Setelah mendapat sangkaan yang berat dan mematikan, Anjani harus menghadapi sebuah pilihan yang lebih pantas disebut dengan paksaan serta tekanan dari ujian hidup yang mengharuskan dirinya menerima apa pun yang akan membuatnya mendapatkan keuntungan.

Kini, setelah keputusan yang diambilnya tak memberikan keuntungan sesuai yang diharapkan, Anjani hanya bisa menyesali semuanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian, Putriku?" tanya Rayhan kepada Anjani yang menunduk seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Aku merasa dia sudah menipuku, Ayah. Aku baru sadar sekarang saat Josep tak kunjung membuktikan bahwa sebenarnya aku tidak bersalah di perusahaan. Kupikir dialah yang memfitnahku karena dia tiba-tiba melamar dalam keadaanku yang sedang amat sangat terpuruk. Dia seperti memanfaatkan keadaan," jawab Anjani.

"Bisa saja kan kalau dia memang suka padamu? Kalau hanya menipu kamu, untuk apa dia mengeluarkan banyak uang untuk membiayai operasi dan rumah sakit ayah yang membengkak?"

"Tentu saja supaya aku semakin percaya karena dia memang sudah mengincarku. Bisa saja begitu, kan, Ayah?!" sungut Anjani membuat Rayhan terkekeh pada akhirnya.

"Anak ayah memang cantik dan cerdas, wajar kalau berondong seperti Josep menyukai kamu yang kebetulan memang jomblo akut. Menurut ayah, tuduhan kamu tidak masuk akal. Bisa saja Josep masih berusahan, kan? Dia hanya asisten, mana mungkin bisa menjebak kamu secerdas itu, dan mana mungkin juga kalau dia bisa membuka kasus yang menimpa kamu secepat yang kamu mau." Anjani termenung mendengar pendapat ayahnya.

Masuk akal. Namun, logika perempuan tidak bisa menerima begitu saja. Anjani masih ragu, dia merasa ditipu. Sekarang, yang harus dilakukannya adalah menjauh sementara dari Josep sampai apa yang dijanjikan lelaki itu nyata di depan mata.

Anjani juga tidak mau kalau keperawanannya terenggut oleh seorang lelaki yang sudah menipunya. Tidak bisa! Anjani tidak boleh semua yang ada dalam bayangannya terjadi dan membuatnya rugi belaka pada akhirnya.

"Baru berapa hari pernikahanmu dengan Josep, hm? Kamu yang menerima Josep menjadi suamimu, maka terima saja semua yang menurut kamu kurang dari sosok Josep, Anjani! Kecuali, Josep telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang membuatmu tersiksa," kata Rayhan membuyarkan lamunan putrinya.

"Ya, terserah nanti saja," sahut Anjani malas.

Setelah itu, tak ada percakapan tentang Josep lagi di antara keduanya. Sebagai orang tua, Rayhan tidak ingin melihat anaknya tak memiliki kepastian hidup terutama dalam hal pasangan sebab selama ini Anjani adalah sosok wanita pemilih dan lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan.

Oleh sebab itu, melihat Anjani menikah meskipun secara dadakan dengan bawahannya di perusahaan, Rayhan tetap bahagia karena dengan begitu, setidaknya Anjani takkan sendirian seandainya dirinya harus berpulang dan menyusul sang istri yang sudah lebih dulu pergi ke haribaan.

"Pulanglah, sudah malam," titah Rayhan kepada Anjani yang masih berada di rumah sakit hingga jam delapan malam.

"Besok kan Ayah pulang, biarkan aku di sini supaya besok kita bisa pulang bersama," sahut Anjani.

"Suamimu pasti akan cemas karena menunggu. Pulanglah, besok jemput ayah bersama Josep." Anjani menggeleng.

"Tidak, Ayah. Aku perlu meyakinkan hatiku dulu sebelum bertemu lagi dengannya karena rasanya hatiku masih ragu untuk meneruskan pernikahan ini."

"Sudah terlambat, kalau ingin meyakinkan hati, lakukan ketika kamu belum menikah dengannya, bukan setelah kalian menikah!" ujar Rayhan tegas.

"Seharusnya Ayah menyuruhku mempertimbangkan semuanya sebelum merestui kami menikah," timpal Anjani seraya menunduk dan memijat pelipisnya.

"Firasat ayah baik kepada Josep, kelihatannya dia lelaki baik. Meskipun hanya seorang asisten, dia royal loh sama kamu, uangnya banyak juga. Aneh, ya, hanya asisten tapi uangnya lebih banyak dibanding kamu yang Direktur Keuangan," ucap Rayhan merasa heran.

Sementara Anjani, dia tak menjawab perkataan ayahnya sebab pikirannya masih berkutat dalam semua prasangka tentang Josep yang dia kira telah menipunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status