Share

Bab 5

Sebagai seorang wanita karir yang sejak dulu mengesampingkan masalah pernikahan, Anjani tak merasa gentar tatkala dia tak pulang ke rumah suaminya karena bertengkar. Tak peduli berpuluh-puluh pesan masuk ke aplikasi hijau di ponselnya, panggilan tak terjawab dari orang yang sama mengantre panjang.

Namun, Anjani tak ingin menggubrisnya, kalau memang Josep sungguh mencintainya, mungkin lelaki itu akan datang ke rumah sakit dan membujuknya untuk pulang dengan membawa kabar baik tentang karirnya di perusahaan.

Rayhan sendiri sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam membuat Anjani semakin merasa kesepian. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan karena tak ada deadline lembur yang mengejarnya setiap malam. Kehilangan pekerjaan, sama saja dengan kehilangan separuh hidupnya.

"Hufff." Anjani menghela nafas berat dan mulai memejamkan mata hingga suara pintu terbuka terdengar berderit memecah keheningan malam.

"Jos?" gumam Anjani menatap suami dadakannya yang tiba-tiba datang.

Lelaki itu melangkah menghampiri istrinya yang terbaring di atas sofa, lalu duduk di samping Anjani sementara wanita itu langsung berpura-pura memejamkan mata. Tak ingin melihat Josep yang terlihat lelah karena pulang bekerja.

"Aku baru selesai di kantor, Stevia sangat merepotkan sebagai atasan, tidak seperti kamu yang sudah handal," ujar Josep sementara Anjani tak menghiraukannya dengan tetap berpura-pura tidak mendengar.

"Anjani, kamu memang tidak bersalah di perusahaan, dalang di balik tuduhan padamu sudah berada dalam genggamanku. Namun, seandainya kamu bersedia, kamu tidak usah bekerja lagi setelah semua terbukti. Kamu cukup di rumah saja menantikan aku pulang."

Josep berbicara sembari menatap istrinya yang memejamkan mata. Lelaki itu tahu kalau Anjani mendengarnya. Dan benar saja, disinggung masalah pekerjaan, wanita itu langsung membuka matanya.

"Maksud kamu apa, Jos?" Anjani bangkit dari tidurnya. "Aku mau menikah denganmu karena aku mau kamu bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Supaya apa? Supaya aku bisa bekerja lagi seperti dulu! Aku ingin mengembangkan sayap karirku lebih lebar lagi karena aku merasa belum puas dengan pencapaianku di perusahaan. Bahkan aku belum punya banyak tabungan," jelas Anjani.

Mendengar penjelasan sang istri, Josep terdiam. Wajahnya menyiratkan kekecewaan.

"Lalu, bagaimana dengan pernikahan kita?" tanyanya.

"Kita bisa terus menjalaninya dengan sembunyi-sembunyi, kan?" jawab Anjani membuat suaminya kembali termenung dalam beberapa saat.

Anjani ternyata tidak bisa ditaklukkan semudah itu sebab dia adalah wanita yang terbiasa bekerja keras, dan tak mau hidup berpangku tangan pada orang lain.

Kehidupannya yang keras telah membuatnya merasa hidup adalah tanggung jawabnya sendiri dan bergantung kepada orang lain hanya akan membuatnya kembali kecewa. Selain itu, terlebih dalam hati Anjani, belum ada rasa cinta yang menguatkan.

"Apa kamu menyesal telah menikah denganku, sampai harus sembunyi-sembunyi seperti itu?" tanya Josep, membuat Anjani sedikit tersentak sebelum akhirnya dapat menguasai dirinya lagi.

"Bu-bukan begitu. Aku hanya belum siap jika pernikahan ini diendus publik dalam keadaanku yang seperti ini. Salahku juga yang tidak berpikir panjang sebelum menerima lamaranmu yang dadakan itu," celetuk Anjani.

"Mungkin untuk saat ini kamu belum bisa menerimaku seutuhnya. Tapi, aku tidak akan menyerah untuk membuatmu mencintaiku, Anjani." Josep bangkit dan berpindah ke sofa lain untuk beristirahat, sedangkan Anjani tidak terlihat sedikit pun ingin memberi penjelasan.

"Maaf ...." gumam Anjani hampir tak terdengar.

Sementara Josep, dia tak mau berbicara apa pun lagi setelah tahu jika tak ada perasaan tulus sama sekali dalam hati istrinya.

Namun, tak ada rasa penyesalan telah menikahi Anjani, sebab moment itu adalah moment yang paling dia tunggu-tunggu selama bertahun-tahun setelah Josep mencari keberadaan Anjani yang sempat hilang entah ke mana.

***

Sudah dua hari Josep Erlangga benar-benar sibuk di perusahaan, bahkan lelaki itu selalu pulang ke rumah Rayhan saat sudah larut malam. Anjani bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa karyawan sekelas asisten seperti Josep bisa sesibuk itu, padahal seharusnya pekerjaan kantor pasti ditangani oleh Stevia yang kini menduduki posisi sebagai pimpinan sementara di perusahaan.

'Apa yang sebenarnya dilakukan Josep di belakangku? Apa bekerja hingga larut malam hanya akal-akalannya saja?' batin Anjani.

Meskipun belum ada cinta yang nyata dalam hatinya, Anjani tetap merasa cemas seandainya Josep berbuat macam-macam apalagi hingga saat ini, dirinya belum bisa melayani sang suami seperti yang seharusnya dilakukan oleh para istri. Anjani sadar diri.

Namun, setiap kali ditanya, Josep pun selalu menjawab bahwa dia bekerja demi membahagiakan Anjani, tak peduli siang dan malam mesti digarapnya menjadi jam kerja.

"Aku sudah mengirim uang lagi untuk kamu, takutnya yang kemarin habis karena mungkin kamu harus membayar biaya lain-lain di rumah sakit sebelum membawa pulang ayah," kata Josep yang baru pulang di jam sebelas malam.

"Tiga puluh juta?!" Anjani terbelalak saat mengechek uang yang masuk ke ponselnya. "Kemarin kamu transfer aku sepuluh juta dan itu masih ada loh!" lanjut Anjani menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Bukan Anjani tidak senang, tapi kesannya Josep malah seperti terpaksa, menjejal rekeningnya dengan banyak uang demi membuat wanita itu berhenti meremehkan profesi suaminya yang hanya seorang asisten. Bahkan mantan asistennya sendiri.

"Aku harus memastikan kalau kamu tidak kekurangan. Kalau ada yang ingin kamu beli, pakai saja uang itu. Jangan sampai tabunganmu tergerus habis padahal kamu sudah punya suami," balas Josep.

"Kamu nyindir, ya?" tembak Anjani.

Josep menggeleng tanpa melihat Anjani yang masih menatapnya heran.

Anjani hanya mencebikkan bibirnya menunjukkan kekesalan hingga lelaki itu memutuskan untuk mandi saja dengan air hangat yang sudah Anjani siapkan, sekalian untuk mendinginkan hawa panas yang sedari tadi menjalar karena melihat istrinya yang mengenakan piyama ketat.

Saat menunggu suami dadakannya itu mandi, Anjani hanya mengerutkan kening di atas Kasur sambil menatap akun bank-nya yang terisi uang puluhan juta itu.

“Josep kan hanya seorang asisten. Atau jangan-jangan….”

Anjani menutup mulutnya. Benang merah yang memenuhi pikirannya beberapa hari terakhir seperti terkuak lebar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status