Share

Pertanyaan Abyan

Penulis: Ijahkhadijah92
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-11 23:32:56

Kring Kring Kring

Dering ponsel Abyan terdengar nyaring.

"Bos, Tuan Mahardika masuk rumah sakit..."

Arya, asistennya, memberitahu bahwa Tuan Mahardika—kakeknya Abyan—baru saja dilarikan ke rumah sakit.

"Baik," ucap Abyan singkat. Ia meletakkan ponselnya di meja kecil.

Tatapannya kembali beralih keluar jendela. Matahari baru saja tenggelam, menyisakan semburat jingga yang perlahan meredup di ufuk barat. Suara azan magrib terdengar jauh dari arah kampung.

Abyan tidak langsung bereaksi. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Dengan langkah pelan, ia menuju kamar mandi untuk mengambil wudu. Air dingin menyentuh kulitnya, memberi sedikit kesejukan di tengah pikiran yang bergejolak.

Ia kembali ke kamar, menggelar sajadah, dan baru saja mengucap basmalah… namun langkah hatinya terhenti. Bayangan wajah Nisa terlintas. Entah kenapa, ada rasa khawatir yang tiba-tiba menyeruak.

Bagaimana kalau Nisa butuh bantuan? Bagaimana kalau ada sesuatu yang terjadi?

Ia menghela napas dalam, lalu melipat kembali sajadahnya. Bukan karena ia meninggalkan ibadah, tapi ia ingin salat berjamaah bersama Nisa. Mungkin dengan begitu, ia bisa memastikan keadaan Nisa sekaligus mendapatkan ketenangan.

Dengan langkah mantap, Abyan keluar kamar. Kemudian dia mengetuk pintu kamar Nisa yang tertutup rapat.

Tok Tok Tok

“Boleh kita salat bersama?” tanya Abyan dari balik pintu.

Hening

Abyan kembali mengetuk pintu. Kali ini terdengar suara Nisa sedang membuka kunci.

Ceklek

Pintu terbuka dan tampaklah Nisa yang sudah siap dengan mukena lusuhnya.

Abyan tertegun, ia menatap Nisa dalam. Dia sampai lupa kalau Nisa belum dibelikan kebutuhannya, terutama pakaian, karena kalau untuk sabun, mungkin Bi Rini sudah menyiapkannya.

"Besok bilang ke Bi Rini ukuran bajunya ya, dan semua keperluan kamu. Bilang aja semuanya." ucap Abyan akhirnya.

Nisa mengerutkan keningnya, sedikit terkejut, "Tuan cuma mau bilang itu?"

"Eh, maaf, saya mau mengajak kamu salat berjamaah."

Nisa mengangguk dan membiarkan Abyan masuk ke dalam kamarnya. Hatinya sedikit menghangat setiap perhatian kecil dari Abyan sampai kepadanya.

Mereka pun berdiri sejajar. Abyan menjadi imam, dan untuk beberapa saat, semua kekhawatiran tentang kakeknya dan perasaan yang tak sempat terucap, larut dalam lantunan ayat-ayat suci.

**

Kring… Kring… Kring…

Suara dering ponsel Abyan kembali memecah suasana. Ia menoleh sebentar, namun memilih untuk menyelesaikan bacaan doa setelah salat berjamaah bersama Nisa. Abyan memang membawa ponselnya ke kamar Nisa karena takut terjadi hal yang lebih mengkhawatirkan tentang kakeknya.

Begitu selesai, Abyan mengangkat teleponnya.

"Ya, Arya?" suaranya terdengar sedikit tergesa.

"Bos, saya sudah di rumah sakit. Kondisi Tuan Mahardika stabil, tapi dokter minta keluarga segera datang. Ada beberapa pemeriksaan lanjutan yang harus diputuskan sekarang."

Abyan menghela napas berat. “Kan ada yang lain…” jawabnya datar, nyaris menolak. "Mama sama Papa juga ada, Tante juga Om masih ada, kenapa harus gue terus, sih?"

“Tuan besar selalu memanggil Tuan sejak tadi,” Arya mencoba meyakinkan. “Memangnya bos lagi di mana?”

“Gak usah kepo. Udah gue bilang, sekarang gue udah nggak sendiri,” nada Abyan mulai kesal.

“Et, dah, bos… tapi Tuan besar meracau terus. Katanya, dia ingin segera menikahkan bos sama tunangan bos secepatnya,” lanjut Arya hati-hati.

Abyan terdiam sejenak, lalu mendengus. “Tahu dia masih pendidikan.”

“Terus bos gimana? Mau meneruskan perjodohan itu atau… ya, melanjutkan pernikahan tuan sekarang?” tanya Arya, seperti ragu-ragu mengucapkannya.

“Kan udah gue bilang—lo kumpulin bukti kuat, sekuat-kuatnya! Mereka cuma ngincer harta. Nggak ada niat serius. Kakek aja yang mau dibodohi,” ujar Abyan geram.

Hening sejenak di ujung telepon, hanya terdengar napas Arya yang resah.

“Baik, akan saya lakukan, Tuan. Tapi sepertinya… menunggu lama,” jawab Arya akhirnya, walaupun terdengar ragu.

“Mau gue potong gaji lo?” suara Abyan terdengar sinis.

“Ya jangan dong, saya bisa mati berdiri. Mama tiri saya bisa ngamuk kalau gaji telat. Dia tuh nungguin tiap bulan,” keluh Arya.

“Lo sih mau aja dikerjain mama tiri. Orang kayak gitu malah dikasihani,” ucap Abyan, geleng-geleng kepala.

“Gak gitu juga, Tuan. Jangan salah… ayah saya itu bucin akut sama dia. Tapi yang namanya uang tuh, bener-bener bikin orang mabuk kepayang.” Arya menarik napas, lalu menambahkan lirih, “Yang saya takutkan… mama tiri saya kayaknya suka sama saya.”

“Shit! Arya!” Abyan spontan menepuk dahinya, kesal bercampur jijik.

“Hahaha… ya sudah, saya lanjutkan misi dulu, ya, Bos,” jawab Arya sambil terkekeh, seolah menikmati reaksi majikannya.

“Hm…” Abyan hanya bergumam, malas menanggapi.

***

"Menurut kamu bagaimana hubungan kita?"

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Nekat

    Wanita muda itu tersenyum tipis, matanya tajam walau wajahnya terlihat lugu. “Tenang saja. Orang tidak akan curiga sama pedagang buah. Aku akan tahu siapa pun yang lewat di depan rumah itu.” Mereka berdua saling tukar pandang singkat. Sementara itu, dari dalam rumah, Nisa tengah duduk di ruang tamu, menuliskan sesuatu di buku catatannya, tak menyadari bahwa dunia di luar perlahan berubah. Ia hanya merasakan kegelisahan samar yang beberapa hari ini sering datang tanpa sebab. Di tempat lain, Rio mematikan alat komunikasinya, lalu menatap Paman Ridwan yang duduk di kursi kulit besar. “Langkah pertama selesai,” ucap Rio dengan nada puas. Ridwan mengangguk perlahan. “Jangan terburu-buru. Kita biarkan Abyan merasa aman. Saat fokusnya sepenuhnya tertuju pada perebutan kekuasaan, kita pukul dari titik terlemahnya.” Rio menyeringai licik. “Perempuan itu…” Ridwan berdiri dan berjalan ke arah jendela, menatap langit malam yang mulai gelap. “Betul. Perempuan itu akan menjadi kunci untuk men

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Serangan Balik

    “Dia melihat semua ini dari layar siaran,” lanjut Rio dengan mata berkaca-kaca. “Lo pikir semua tindakan lo tidak ada konsekuensinya? Keluarga kita… semua hancur karena ambisimu!”“Sudah, Rio,” potong Arya dengan nada menahan. “Jangan mulai di sini.”“Kenapa nggak?!” bentak Rio. “Kalian semua sibuk perang dan rebut kekuasaan! Sementara orang tua kita—keluarga kita—remuk di belakang kalian!”Suasana ruang kendali yang tadinya dipenuhi suara mesin kini berubah mencekam. Semua anak buah Abyan yang berada di sana terdiam, menyadari ini bukan sekadar pertengkaran keluarga biasa.Abyan perlahan menoleh ke Rio. Suaranya tenang tapi mengandung bara. "Gue ngelakukuin ini… supaya kita tidak terus hidup dalam bayang-bayang penindasan. Gue gak menyesal.”Rio maju selangkah, emosinya memuncak. .“Kalau semua harus dibayar dengan kehilangan orang-orang yang kita cintai… apa masih pantas disebut kemenangan, Abyan?”Pertanyaan itu menggantung tajam di udara, membuat Arya pun tertunduk dalam diam. Aby

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Alih Kendali

    Abyan mengatup rahangnya. “Kita tidak boleh mundur. Kalau kita kabur sekarang, mereka bakal menganggap kita lemah.” Dengan kode tangan, Abyan membagi tim jadi dua: satu tim menekan dari sisi kiri lorong, tim lain memutar lewat tangga darurat di kanan. Suara langkah berderap kencang, teriakan komando bercampur suara besi menghantam besi. Ledakan kecil meletus dari gr*nat asap yang dilempar Arya. Asap tebal menelan lorong, menyamarkan pandangan musuh. Dari balik asap, Abyan maju, senjata di tangan, menembak presisi ke arah cahaya senter. Dua orang lawan langsung terjatuh, tubuh mereka terhempas keras. Namun musuh lebih banyak dari perkiraan. Belasan orang turun dari atas tangga dengan senjata campuran: senapan laras panjang, tongkat listrik, bahkan parang. Bentrok jarak dekat tak bisa dihindari. Arya menghantam satu lawan dengan siku, lalu merebut senjata musuh lain sambil menendang mundur. “Cepat, Yan! Mereka nggak main-main!” Suara logam bergesekan, tubuh saling banting, ter

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Bentrok Pertama

    Kakek Bagaimana menatap monitor dengan wajah yang makin pucat. Tongkatnya keras ditepuk ke lantai. “Kalian bilang sudah aman—kenapa malah seperti ini?! Siapa yang berani main-main dengan jaringan kita?” suaranya memecah ruangan. Paman-paman saling pandang; beberapa menunduk, beberapa lagi sibuk membuka laptop. Renata yang duduk di sisi meja menggigit bibir sampai pucat. “Apa ini dampak dari bocoran itu?” desah seorang paman. “Kalau investor panik, kontrak akan runtuh.” Ridwan mengangkat kepala, matanya terlihat gelap. “Kami sudah periksa semua titik kontrol. Ada intervensi dari luar—sepertinya ada pemain baru yang sengaja menahan aliran. Ini bukan sekadar kebocoran dokumen; ini serangan terstruktur.” Seorang penasihat hukum cepat memberi saran hukum, suaranya terkontrol: “Kita harus keluarkan pernyataan perusahaan, lakukan audit internal separuh—tapi jangan panikkan publik. Hubungi regulator, tunjuk tim audit independen. Kita harus kelihatan kooperatif.” Namun kakek tidak

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Ada Perangkap

    Abyan berjalan perlahan ke arah meja, menepuk bahu beberapa anak buahnya satu per satu.“Periksa lagi persenjataan kalian. Jangan ada kelalaian sekecil apa pun. Ingat, satu kesalahan bisa jadi bumerang untuk kita semua,” tegasnya.Suasana hening sesaat, lalu terdengar jawaban serempak, “Siap, Tuan!”Abyan menoleh pada Arya. “Kamu koordinasi di lapangan sisi timur. Saya mengambil alih sisi barat. Kita harus bergerak cepat, jangan beri mereka ruang untuk melawan.”Arya tersenyum tipis. “Paham. Dan seperti biasa, saya tidak akan membiarkan kamu sendirian.”Abyan menatap sahabatnya itu lebih lama, lalu mengangguk. “Baik. Kita mulai nanti malam. Untuk sekarang kalian persiapkan diri kalian dengan baik.”Di tengah hiruk pikuk persiapan, pikiran Abyan sempat melayang ke Nisa lagi. Senyum tipisnya muncul tanpa sadar, lalu cepat-cepat ia hilangkan agar tak terlihat orang lain. Ada kekuatan baru yang ia rasakan setiap kali mengingat Nisa, seolah semua perjuangan ini memang mempunyai arah yang j

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Penyayang   Persiapan

    Gudang tua yang mereka pilih sebagai markas baru itu kini sudah berubah wajah. Lampu-lampu sorot menyala terang, meja besar penuh peta dan berkas, serta rak berisi perangkat komunikasi, laptop, bahkan senjata non-mematikan yang disiapkan Arya.Abyan berdiri di tengah ruangan, wajahnya tegas tapi ada ketegangan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia menatap layar proyektor yang menampilkan denah pergerakan keluarga besar, hasil intel anak buahnya yang baru tiba.“Waktu kita nggak banyak,” suara Abyan terdengar mantap. “Kakek pasti akan menggencarkan pencarian lagi. Kita harus siap sebelum mereka menemukan celah.”Arya mengangguk, sibuk mengutak-atik headset komunikasi di tangannya. “Orang-orang sudah standby, Yan. Mereka cuma butuh aba-aba dari lo.”Beberapa anak buah masuk, membawa kotak berisi perlengkapan tambahan—kamera kecil untuk mengintai, laptop cadangan, serta jalur komunikasi yang dipisahkan agar tak bisa dilacak. Suasana jadi semakin serius, seperti persiapan operasi besar.Abyan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status