Bab 14 MJDMP"Sama saya, Bib?" tanya Anjani reflek."Iya, An. Saya pikir, saat saya datang bersama kamu akan lebih memudahkan akses saya untuk bertemu dengan penderita agnesis vagina itu. Kamu mau, kan? Sekalian kamu bisa menjenguk orang tua kamu di rumah. Saya juga ingin mengenal keluarga kamu," jelas dr. Ahmad megutarakan maksudnya.Sedangkan Anjani semakin merasa bingung dengan situasi yang sedang terjadi, "Ya Allah ... Bagaimana ini? Kenapa malah jadi seperti ini situasinya? Padahal niatku hanya ingin mendapatkan kejelasan akan kondisiku, tapi kenapa justru hal ini menjadi bomerang bagiku?" batin Anjani sambil meremas tangannya, cemas."An, kamu dengar saya, kan?""Ehm, iya, Bib." Anjani menjawab dengan sedikit kikuk."Jadi bagaimana? Kamu bersedia, kan? Apa ada yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya dr. Ahmad merasakan kejanggalan pada perubahan ekspresi Anjani."Ehm, iya, Bib. Soal penderita agneses vagina di kampung saya itu, dia sudah pergi dari sana untuk merantau ke kota,
Keduanya lalu berjalan bersama menuju pintu belakang untuk kembali ke tempat masing-masing, saat berada di depan pintu belah kupu-kupu yang hanya terbuka separuh, keduanya sama-sama menghentikan langkah."Silakan, Bib," ucap Anjani mempersilakan majikannya untuk masuk terlebih dahulu."Silakan kamu duluan, ladies frist!" jawab dr. Ahmad yang justru meminta Anjani untuk masuk terlebih dahulu.Merasa tak enak hati, Anjani berniat menolak, "Tapi, Bib! Seharusnya seorang tuan yang memasuki pintu terlebih dahulu, baru pelayan." Anjani memberikan argumentnya dengan merendahkan diri."Kamu menganggap saya tuanmu?"Anjani mengangguk."Kalau begitu, kamu harus mentaati perintah saya. Masuklah terlebih dahulu," lanjut dr. Ahmad memberi perintah.Walau merasa sungkan, Anjani akhirnya menurut dan masuk mendahului dr. Ahmad, ia melintas di hadapan dr. Ahmad seraya menundukkan tubuhnya, sopan.dr. Ahmad tersenyum menyaksikan Anjani yang melintas di depannya. Setelah itu segera menyusul masuk dan mem
Bab 15 MJDMP"Lho, Bib? Kok shubuh-shubuh sudah di dapur? Habib perlu apa?" tanya Anjani seraya memandang sepanci air di atas kompor yang menyala dan sebuah ember yang berada di sisi kaki dr. Ahmad dengan bertanya-tanya.dr. Ahmad terlonjak kaget mendengar pertanyaan Anjani. Ia sampai memegang dada demi menetralkan deguban jantung yang tiba-tiba terasa dua kali lebih cepat dari biasanya."Ya Allah, An, kaget saya!" ucapnya reflek."Maaf, Bib, bukan bermaksud mengageti. Saya pun kaget melihat Habib sudah berada di dapur pagi-pagi buta seperti ini. Habib ada perlu apa? Biar saya bantu," tawar Anjani ramah.dr. Ahmad menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa bingung harus menjawab Anjani dengan jawaban seperti apa."Itu masak air untuk apa, Bib? Biar saya bantu, ya? " tawar Anjani tanpa basa-basi."Oh, tidak perlu, saya bisa sendiri," jawab dr. Ahmad cepat dan sedikit salah tingkah."Maaf, Bib, tapi untuk apa ya masak air banyak banget?" tanya Anjani sekali lagi."Ehm ... Itu—." dr. Ahm
Anjani lalu membalikkan badannya untuk kembali ke dapur, namun Zahira yang tiba-tiba terlihat berlari ke arahnya membuatnya mengurungkan niat."Hai, Mbak," sapa gadis lucu itu pada Anjani."Hai, Sayang, sudah bangun nih?""Sudah dong, Mbak. Mbak Anjani masak apa nih? Zahira bantuin yuk!" celoteh Zahira."Wah, sayang sekali, Mbak sudah selesai masaknya, tadi hanya bikin roti maryam untuk sarapan," jawab Anjani dengan nada sesal sebab tidak mengajak Zahira ikut serta dalam aktifitas masaknya pagi ini."Yah, tumben cepat, Mbak, masaknya?" jawab Zahira dengan raut sedihnya."Iya, Sayang, sebab Mbak Anjani harus siap-siap untuk mengantar Zahira ke sekolah." kali ini dr. Ahmad yang menjawab."Hai, Dad," sapa Zahira pada Daddynya yang sedang mencomot croissant buatan Anjani."Hai, Sayang," jawab dr. Ahmad."Emang bener Zahira sekolah diantar Mbak Anjani? Bukan sama Daddy seperti biasanya?" tanya Zahira kritis."Tetap sama Daddy, tapi juga sama Mbak Anjani," jawab dr. Ahmad seraya membawa Zah
Bab 16 MJDMP"Oh, ya? Lalu bagaimana? Sudah sejauh apa pembahasan kalian?" tanya Ummi Fahira penasaran."Ya, Ahmad lumayan banyak dapat info soal latar belakang Anjani," jawab dr. Ahmad seraya membenarkan posisi duduknya."Oh, ya? Jadi gimana?""Anjani berasal dari desa Sumber Asri, ternyata dulu Ahmad pernah ada tugas penyuluhan di sana. Jadi untuk desa itu bagi Ahmad cukup familiar," terang dr. Ahmad membuat Ummi Fahira tersenyum."Tidak ada suatu yang kebetulan di dunia ini, Nak. Ada yang bilang, sebenarnya kita pasti pernah dipertemukan dengan jodoh kita tanpa sengaja sebelum akhirnya menikah. Macam Allah sudah mulai mendekatkan dan mengaitkan hati satu sama lain.Mungkin saja, tugas penyuluhan kamu di sana saat itu memang salah satu jalan Allah untuk mendekatkan kamu dengan jodoh kamu, Anjani," terang Ummi Fahira yang memberikan kesimpulan berlebih."Aamiin, ya semoga saja seperti itu, Mi, Ahmad juga sudah sangat mengharapkan pernikahan ini," jawab dr. Ahmad dengan pandangan mene
Setelah beres bersiap-siap, dr. Ahmad segera bergegas menuju meja makan untuk sarapan, di sana Ummi dan juga putrinya sudah menunggu untuk sarapan bersama, tak terkecuali Anjani yang sudah duduk di sisi Zahira.dr. Ahmad melangkahkan kakinya menuju meja makan, namun langkahnya tidak menuju ke arah kursinya, melainkan ke arah kursi yang ditempati Anjani. Ia lalu menyerahkan sebuah amplop besar berwarna coklat dengan isi tebal pada Anjani."Sesuai janji saya semalam, An," ucapnya pelan."Terima kasih, Bib," jawab Anjani sedikit sungkan."Sama-sama."dr. Ahmad kemudian beralih ke kursinya. Mereka berempat kini menikmati sarapan dengan menu roti maryam yang sudah dihidangkan oleh Anjani. "Kamu kok pinter ngolah resep masakan arab, An? Apa sudah terbiasa sebelumnya?" tanya dr. Ahmad saat mencicipi roti maryam buatan Anjani dengan tekstur yang sempurna."Tidak, Bib, sejujurnya saya asing dengan masakan-masakan arab, namun berbekal buku resep yang diberikan Ummi Fahira, Alhamdulillah saya b
Bab 17 MJDMP"Maksudnya, Bib?""Nggak ada maksud. Dah buruan naik, nanti keburu telat!" titah dr. Ahmad yang mau tak mau harus dituruti oleh Anjani sebab tidak ada pilihan lain.Anjani menaiki tempat di sisi dr. Ahmad seraya menggendong Zahira, kemudian mendudukkannya di pangkuan. Setelah memastikan semua pintu terkunci sempurna, dr. Ahmad mulai melajukan mobilnya dengan diawali bismillah.Sementara mobil berjalan, seperti biasa, Zahira hanya terdiam sembari membaca setiap tulisan di jalan dalam hatinya, sedangkan Anjani justru merasa canggung berada dalam posisi dekat dengan bib Ahmad yang ia rasakan sering memperhatikannya secara mendetail. Namun Anjani terus berusaha menyembunyikan kecanggungannya."An." dr. Ahmad membuka percakapan di tengah hening yang menjadi dinding tak kasat mata di antara mereka. Membuat Anjani sedikit terkejut."Ya, Bib?""Apa kamu sudah memikirkan rencana untuk usaha sampingan kamu?" tanya dr. Ahmad yang sengaja mencari-cari bahan untuk bisa mengobrol denga
Sementara dr. Ahmad memberi penjelasan, Anjani justru sibuk terkagum dan mengucap syukur sedalam-dalamnya, sebab telah dipertemukan dengan majikan yang begitu baik padanya."An, kamu dengar saya, kan?" tanya dr. Ahmad saat mendapati Anjani tak kunjung memberi respon terhadap sarannya."Saya dengar, Bib." Anjani terkesiap, dan segera menjawab."Jangan terlalu fokus memandangi saya seperti itu, An, nanti kamu bisa naksir sama saya," goda dr. Ahmad membuat pipi Anjani bersemu merah. Hal itu tentu saja membuat dr. Ahmad kembali bereaksi sebagai seorang lelaki yang menaruh harap untuk memiliki."Ya Allah, An, saya semakin tak sabar untuk segera halal membelai pipi kamu yang memerah seperti itu. Tak sabar ingin segera merasakan hangatnya dengan jari jemari dan bibir saya ini," batin dr. Ahmad diiringi degub jantung yang saling bersahutan bak suara gendang ditabuh."Astaghfirullah." dr. Ahmad beristighfar dalam hati kemudian mengalihkan pandangannya dari Anjani yang sedang tertunduk malu-mal