"Bu, itu nggak seperti yang ibu lihat kok. Dokter Ahmad memang suka bercanda orangnya," ralat Anjani tak ingin Bu Ambar salah paham."Ya ya, saya paham. Kalau begitu saya pulang dulu, ya?""Silakan, Bu."Keduanya lalu saling bersalaman dan cipika-cipiki, selanjutnya Bu Ambar mulai melangkahkan kakinya, meninggalkan rumah yang kini menjadi tempat tinggal Anjani.Sejenak Anjani terdiam, memikirkan beberapa informasi yang baru ia dengar dari Bu Ambar. "Bisa-bisanya Paman dan Bibi memanfaatkan momen kecelakaanku untuk menjalin perjanjian dengan juragan Supeno, perjanjian yang menghancurkan hidup dan masa depanku.Sebenarnya apa yang ada di pikiran mereka? Tidak adakah sedikitpun kasih sayang untukku yang selama ini mengabdi pada mereka?" batin Anjani, pilu. Ia kemudian memutuskan untuk masuk dan melaksanakan sholat maghrib, mengingat waktu maghrib yang singkat dan malam sudah mulai larut.Namun saat ia baru saja memasuki ruang tamu, ia dikejutkan oleh keberadaan dokter Ahmad di sana. Lel
Bab 34 MJDMP"Masak apa hari ini, An?" tanya dr. Ahmad seraya meletakkan cangkir bekas kopi rempah buatan Anjani yang baru saja diteguknya habis di wastefel."Masak nasi briyani, Bib, request Ummi Fahira," jawab Anjani masih fokus dengan packaging kue dagangannya."Wah enak tuh, jadi nggak sabar buat sarapan saya," sahut dr. Ahmad yang belakangan menjadikan masakan Anjani sebagai makanan favoritnya.Anjani hanya tersenyum simpul."Itu apa yang kamu bungkus?" tanya dr. Ahmad lagi. "Donat, Bib," jawab Anjani singkat, rasa nyeri di perutnya yang melanda sejak pagi tadi membuatnya malas untuk sekedar berbasa-basi."Oh, jual donat lagi? Kemarin kayanya udah ganti?" tanya dr. Ahmad yang setiap hari meneliti pergantian menu yang dijual Anjani. Tak terasa, sudah dua minggu lamanya usaha jualan cemilan Anjani berjalan, dan sepertinya usahanya membuahkan hasil."Iya, Bib, request kantin, katanya udah kangen sama rasa donatnya, jadi saya bikin donat lagi deh!" terang Anjani."Oh, gitu. Ternyata
Selanjutnya Anjani meraih wakul berisi nasi briyani yang mengepul beserta nampan berisi beberapa potong ayam untuk sekalian dibawanya ke meja makan. Akan tetapi lagi-lagi dr. Ahmad mencegah.Ia meraih wakul dan nampan di tangan Anjani, "Biar dilakukan Mbak Sri, An," ucap dr. Ahmad sembari memandangnya lekat."Saya bisa kok, Bib. Ini tugas saya." Anjani tetap ngotot untuk menyelesaikan tugasnya."Kalau begitu biar saya saja," ucap dr. Ahmad sembari sedikit menarik nampan dan wakul dari tangan Anjani, hingga gadis itu reflek melepaskannya. dr. Ahmad berjalan cepat menuju meja makan dan meletakkan hidangan di sana. Sementara Mbak Sri dan Anjani hanya melongo memandanginya."Sepertinya beliau benar-benar serius mengharapkanmu, Anjani," celetuk Mbak Sri yang belakangan menjadi teman curhat Anjani."Aku juga nggak ngerti kenapa beliau sampai seperti itu, Mbak!" Anjani masih memandang heran ke arah dr. Ahmad."Nggak penting alasan beliau, yang terpenting keseriusannya terlihat. Apa lagi sih y
Bab 35 MJDMP"Anjani? Kok kamu di sini? Bukannya tadi Ahmad bilang kamu sedang tidak enak badan?" tanya Ummi Fahira yang terkejut melihat Anjani sibuk mencuci piring di dapur."Kalau memang sedang tak enak badan, istirahat aja, Nak, jangan memaksakan diri!" Lanjut Ummi Fahira lagi. Perempuan yang dipanggil Ummi oleh seluruh isi rumah itu memang sangat penyayang dan keibuan. Ia memperhatikan pekerjanya layaknya anak sendiri. Terlebih kepada Anjani, yang sejak awal ia harapkan menjadi menantunya.Anjani tersenyum sembari mencuci tangan mengakhiri aktifitasinya."Ini saya baru bangun kok, Ummi. Alhamdulillah sudah mendingan, mungkin berkat teh hangat dan kompres air hangat yang dibuatkan dr. Ahmad tadi. Saya malah baru tahu, kalau kompres air hangat bisa meredakan rasa nyeri saat haid," jawab Anjani.Ummi Fahira tersenyum, "Ya , Ummi juga tahunya dulu dikasih tahu sama Ahmad. Kalau soal urusan kewanitaan begitu Ahmad lebih paham dari pada Ummi, maklum, namanya juga dokter kandungan, ya?"
Bab 36 MJDMP"Assalamualaikum ... Any body at home?" ucap salam seorang wanita dengan suara melengkingnya, hingga terdengar sampai dapur dan menyadarkan Anjani dari lamunannya."Wa'alaikumsalam warahamh," gumam Ummi Fahira pelan, diikuti oleh Anjani."Sepertinya ada tamu, Ummi tinggal ke depan dulu ya. Jangan lupa pertimbangkan pesan Ummi tadi," pesan Ummi Fahira seraya tersenyum manis."InsyaAllah, Ummi," balas Anjani.Ummi Fahira melangkahkan kakinya meninggalkan dapur untuk menemui tamu di ruang tamu, namun baru saja beberapa langkah ia berjalan, Mbak Sri datang terburu-buru dari depan dengan kemoceng dan lap di tangannya."Ummi, di depan ada tamu," lapornya dengan suara ngos-ngosan, mungkin sebab berat badannya yang berlebihan."Iya, tadi Ummi dengar salamnya, siapa ya, Mbak Sri?" tanya Ummi Fahira."Ngakunya sih temennya dokter Ahmad, Ummi. Namanya mbak Ayuma, mukanya rada-rada bule gitu, Ummi," terang Mbak Sri membuat Ummi Fahira seketika tersenyum merekah."Masya Allah, beneran
Kedatangan Anjani disambut senyuman oleh Ummi Fahira, juga oleh wanita yang ia ketahui bernama Ayumi tersebut, sepertinya wanita itu cukup supel.Anjani tersenyum ke arah Ummi Fahira dan Ayuma yang menoleh ke arahnya, kemudian fokus menghidangkan jamuan yang sudah disiapkan."Silakan, Mbak," ucap Anjani, ramah."Makasih, ya," balas Ayuma tak kalah ramah."Terima kasih, Anjani," ucap Ummi Fahira sembari tersenyum."Sama-sama, Mbak, Ummi," balas Anjani yang masih berdiri di sana.Tiba-tiba terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, dan tak lama kemudian Zahira beserta Daddynya memasuki rumah dengan mengucap salam."Assalamualaikum ...." Zahira dan Daddy-nya mengucap salam dengan kompak, kemudian dijawab serempak oleh semua yang ada di ruang tamu."Waalaikumsalam."Melihat Anjani yang berdiri di ruang tamu, Zahira segera berlari seraya berteriak, "Mommy ...."Zahira segera menghambur memeluk kaki Anjani dengan pandangan mendongak ke arahnya, "Mommy udah sembuh?" tanyanya riang."Suda
Bab 37 MJDMP"Mommy-nya Zahira, right?" sahut Ayuma. Kemudian ia menoleh ke arah dr. Ahmad dan Ummi Fahira bergantian, seolah menuntut penjelasan dari keduanya.Sedangkan dr. Ahmad dan Ummi Fahira justru saling melempar pandang."Right, this is my Mom," celetuk Zahira dengan polosnya, mengubah wajah bingung orang-orang di sekitarnya berganti senyuman gemas.Ya, sejak kejadian di kamar itu, Zahira memutuskan untuk tetap memanggil Anjani dengan panggilan itu, tanpa perduli bagaimana jawabannya terhadap tawaran Papanya. Dan Anjani pun tak merasa keberatan dengan hal itu, memang pada kenyataannya ia menganggap Zahira sebagai anak asuhnya."Zahira, kita ganti baju dulu yuk! Zahira juga belum cuci tangan, kan? Belum bersih-bersih," ajak Anjani tanpa berniat meluruskan kesalahpahaman di antara mereka tentang statusnya. Ia bahkan merasa bangga dengan pengakuan Zahira di depan Ayuma. Lagipula ia pun berpikir, jika ia meralat pernyataan Zahira di hadapannya, ia khawatir Zahira akan bersedih den
Ia lalu turut masuk ke kamar Zahira. "Kamu kenapa, An? Nggak baik lho bohong sama anak kecil, " ucap dr. Ahmad mengejutkan Anjani."Tidak ada yang berbohong, Bib," sahut Anjani tanpa memandang ke arah sumber suara, merasa enggan memandang lelaki yang baru saja membuat hatinya nggak karuan rasanya. "Kalau memang lagi kesel, bad mood, katakan saja apa adanya, tidak perlu ditutup-tutupi, Zahira juga akan mengerti kok," goda dr. Ahmad yang terus menyudutkan Anjani.Anjani yang baru selesai menguncir rambut kriwil Zahira, kini bangkit dan menatap lelaki yang sejak tadi sengaja menggodanya."Mohon maaf ya, Habib, tapi saya lebih mengetahui apa yang sebenarnya saya rasa, bukan Habib," jawabnya terdengar menohok, tapi dengan pilihan kata dan intonasi bicara yang tetap sopan.dr. Ahmad hanya tersenyum, "Saya sama Zahira mau jalan sama Ayuma, biasa sih Ayuma paling pengen ngajak Zahira main. Kamu ikutan juga yuk," ajak dr. Ahmad tak ingin membuat Anjani merasa diabaikan."Idih, si Habib sok-so