Share

3. Necklace

Selama perjalanan menuju bandara, baik Rere maupun Ares tidak ada yang membuka suara. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing. Rere, gadis itu sedikit merasa terbebani dengan perkataan Tania, ibu Ares. Mertuanya itu sangat berharap jika kembalinya mereka dari Singapura membawa kabar baik. Di mana kali ini harus berhasil yang artinya Rere harus hamil.

Rere menarik napas, lalu menghembusnya perlahan. Ares yang mendengar, sontak menoleh ke arah Rere. “Kenapa, Re?”

“Aku tidak apa-apa, kak.”

“Jika merasa tidak enak badan, kamu bisa kembali ke rumah, Re. Tidak perlu dipaksa, kan.”

“Aku sungguh tidak apa, serius.” Rere menoleh ke arah Ares, meyakinkan pada pria itu jika dirinya memang baik-baik saja. Ia hanya memikirkan perkataan Tania. Selebihnya tidak ada. Lagipula Ares tidak berada di sana, saat Tania mengatakan hal itu padanya. Hanya ada mereka berdua saja. “Tapi jika memang kak Ares merasa keberatan dengan keberadaanku, aku akan kembali. Itu tidak masalah.”

“Tidak, bukan begitu, Re,” ujar Ares menjelaskan. “Jika sesuatu terjadi padamu, maka Mama akan menjadi orang pertama yang akan mengomeliku.”

Rere tersenyum hingga matanya menyipit. “Tidak perlu memikirkanku. Pikirkan saja dirimu sendiri, kak.”

Setelah itu, mereka kembali terdiam. Keheningan mulai melanda. Hingga akhirnya mereka sampai di bandara untuk penerbangan ke Singapura. Mereka berjalan beriringan dengan Ares yang sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Rere fokus pada jalannya. “Awas, kak!” Rere dengan cepat meraih lengan Ares untuk menghentikan langkah pria itu yang akan menabrak seorang gadis kecil. Karena perawakan Ares yang besar, lalu gadis kecil itu yang mini membuat pria itu tidak menyadarinya. Apalagi pria itu juga sibuk dengan ponselnya, sehingga hilang fokus.

“Kamu baik-baik saja, sayang?” Rere langsung berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil yang hampir tertabrak Ares. Meskipun tidak kena, tetapi es krim gadis kecil itu terjatuh.

“Anne tidak apa, Tante. Tapi es krim Anne jatuh,” ujarnya menatap sedih ke arah lantai di mana es krimnya berada.

Ares yang menyadari itu langsung berjongkok, memperlihatkan raut penyesalannya. “Maafkan Om, sweety. Om akan membelikanmu lagi.”

“Tidak perlu, Om. Terima kasih,” ujar Anne dengan sopan.

Lalu tidak berselang lama, orang tua Anne menghampiri. Baik Ares maupun Rere meminta maaf kepada orang tua gadis kecil itu. “Tidak apa, Om akan membelikanmu lagi.” Ares langsung menggendong gadis kecil itu. Tidak lupa izin terlebih dulu kepada orang tua Anne. Sedangkan Rere tetap menunggu bersama dengan orang tua gadis kecil itu.

“Dia suamimu?” tanya Laura, ibu Anne.

Rere menganggukkan kepalanya, tersenyum hangat. “Iya, dia suamiku. Namanya Ares.”

“Aku seperti pernah melihatnya. Wajahnya tidak asing bagiku,” ujar Yuta dengan menggunakan bahasa Indonesia, tetapi dengan logatnya yang terdengar lucu. Melihat dari wajahnya, sepertinya ayah Anne itu berasal dari Jepang.

“Ah, benarkah?” tanya Rere. “Mungkin saja dia rekan bisnismu?” Lanjutnya menebak.

“Ah, kamu benar. Aku bertemu dengannya saat di Bali. Dia ditemani dengan sekretarisnya ... namanya jika tidak salah itu Raisa.” Yuta menjelaskan.

Rere terdiam, saat mendengar nama Raisa disebut. Ia tau betul siapa nama sekretaris Ares dan tentu saja bukan Raisa, melainkan Kavita.

“Hanya saja aku bertemu dengannya sekali, karena rapat selanjutnya dia diwakilkan seseorang yang diutusnya, Kavita?”

Rere hanya mengangguk, menanggapinya karena tidak tau harus bereaksi bagaimana karena mendengar penjelasan Yuta sudah membuatnya terdiam. Itu berarti bisa saja, pada saat Ares memiliki pekerjaan yang harus membuatnya pergi ke luar kota atau ke luar negeri dalam jangka yang sebentar, suaminya itu tidak mengajak dirinya tetapi mengajak Raisa. Karena Ares hanya akan mengajaknya jika memiliki jangka waktu yang sedikit lebih lama, seperti lebih dari lima hari. Jika hanya 2 atau 3 hari, Ares akan pergi dengan Kavita selaku sekretaris dan pak Gio, asisten pribadinya. Tapi ternyata, suaminya itu juga mengajak Raisa.

Rere semakin yakin, membuat Ares untuk melepaskan Raisa dan membuat suaminya itu menatap ke arahnya tidaklah mudah. “Lalu ini kalian akan ke mana?” tanya Laura yang seakan paham dengan posisi Rere.

“Kita akan ke Singapura, kak Ares memiliki urusan di sana.” Rere menjelaskan. “Lalu kalian?” Lanjutnya balik bertanya.

“Kita akan ke Hongkong, Anne meminta untuk liburan ke sana.”

Rere mengangguk, tersenyum menanggapinya. Lalu tidak berselang lama, Ares datang bersama Anne yang berada di gendongan pria itu dengan membawa es krim dan beberapa snack di pelukannya. “Om Ares membelikan Anne banyak snack, Ma, Pa!” serunya dengan senang saat turun dari gendongan Ares.

“Sudah mengucapkan terima kasih pada Om Ares?” tanya Laura pada Anne. Gadis kecil itu mengangguk, masih dengan senyum lebarnya merasa senang.

“Sudah, Ma.”

“Anne sangat lucu, berapa umurnya?” tanya Rere pada Laura.

“Lima tahun,” balas Laura. “Semoga kamu dan Ares segera menyusul, ya. Memiliki anak yang hadir untuk dianugerahkan di antara kalian itu akan membuat rumah tangga kalian semakin berkah.”

ᥫ᭡

Daripada merasa bosan dan suntuk menunggu di hotel, Rere memutuskan untuk pergi ke pantai yang jaraknya lumayan dekat dengan hotel. Hanya berjalan kaki selama lima menit saja, sudah sampai. Rere menggelar kain yang dibawanya, lalu melepaskan dress tipis yang menutupi tubuhnya sehingga membuat tubuhnya terekspos dan hanya ditutupi bikini saja. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas kain yang tadi digelarnya, tidak lupa memakai kaca mata agar matanya terhindar dari teriknya sinar matahari yang menyilaukan.

Dua puluh menit berlalu, saat Rere melepas kaca matanya dan berniat untuk mengambil bajunya, ia merasa dikejutkan dengan kehadiran Ares yang ternyata sudah ikut bergabung di sampingnya. Dalam hati ia bertanya-tanya, sejak kapan Ares datang?

“Sejak kapan kak Ares datang?” tanya Rere.

“Lima menit yang lalu,” balas Ares tanpa berniat membuka matanya.

Rere lalu kembali ikut membaringkan tubuhnya di samping Ares. Lalu memakai kaca matanya. “Tumben rapatnya sebentar?”

“Pak Stuart ada urusan mendadak. Istrinya melahirkan,” ujar Ares. “Sepertinya juga kita akan lebih dari seminggu di sini.”

“Toko tidak masalah, kan, ditinggal lama?” Lanjut Ares bertanya.

“Tidak masalah,” balas Rere singkat.

“Atau jika tidak, kamu bisa kembali lebih awal.”

“Mengusirku?” tanya Rere dengan sarkas.

Ares langsung membuka mata dan mengubah posisinya, menatap Rere yang masih terlihat santai pada posisinya. Tubuh Rere yang terlihat kecil dan langsing, kulitnya yang seputih salju, lalu bibirnya yang merah dan lembab membuat Ares memalingkan mukanya. Entah kenapa seketika ia merasa panas dingin. Padahal biasanya Ares sudah terbiasa melihat tubuh Rere yang hanya terbalut bikini seperti ini saat mereka berpergian.

Ares mendekatkan wajahnya ke arah Rere, lalu menyatukan bibir mereka dan melumat bibir istrinya itu dengan lembut. Rere yang mendapat serangan tiba-tiba, merilekskan tubuhnya. Lalu membalas lumatan Ares. Meskipun bukan pertama kalinya, tapi rasanya tetap saja mendebarkan baik bagi Ares maupun Rere. Hal paling intim yang mereka lakukan adalah ciuman. Tidak ada yang lebih dari itu. Mungkin, hanya sentuhan-sentuhan kecil dengan Ares yang memberikan tanda kemerahan di tubuh Rere. Jadi, Ares akan meralatnya jika sebenarnya ia bisa menyentuh Rere dalam hal keintiman, meskipun hanya sebatas ciuman dan sentuhan-sentuhan ringan pada tubuh istrinya. Hanya seperti itu, tidak lebih. Lalu, setiap kali jika Raisa menyinggung apakah Ares pernah menyentuh Rere dalam hal keintiman, ia tidak mengatakan tidak pernah menyentuh Rere melainkan hanya mengatakan jika dirinya belum siap menyentuh Rere. Ares memang berbohong karena ia tidak ingin melukai hati kekasihnya itu.

Jika saja Ares mengatakan, sudah terlalu sering menyentuh Rere. Meskipun tidak sampai keluar batas, padahal sebenarnya sah saja mengingat status mereka adalah suami istri yang diakui secara agama dan negara. Mungkin Raisa akan mengakhiri hubungan mereka dan meninggalkannya. Maka, daripada itu terjadi lebih baik Ares berbohong. Karena ia tidak bisa membayangkan jika hidupnya tanpa Raisa. Ia terlalu mencintai wanitanya.

Setelah merasa puas dengan memberikan sentuhan dan kecupan kecil hingga memberikan tanda kemerahan di beberapa tubuh Rere, Ares menyudahinya. Sedangkan Rere langsung bangun dari posisi dan memakai dressnya. Mereka membereskan semua barang yang telah dibawa dan berniat kembali ke hotel, seakan tidak ada hal istimewa yang baru saja terjadi.

“Tadi aku membelinya saat perjalanan kemari,” ujar Ares saat mereka berjalan beriringan. “Untukmu.” Lanjutnya memberikan sebuah kalung. Talinya berwarna hitam polos dengan liontin berbentuk bunga aster. Lalu ada pengait di ujungnya.

Tanpa menjawab kalimat dan menerima kalung itu dari Ares, Rere berdiri di depan suaminya itu dengan posisi membelakangi. Lalu menaikkan seluruh rambutnya hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang dihiasi beberapa tanda kemerahan. Ares yang paham, memasangkan kalung yang dibelinya pada leher istrinya itu.

“Terima kasih,” ujar Rere membalikkan tubuhnya dengan menatap Ares tulus.

Ares balas tersenyum, mengangguk. “Sangat cocok untukmu, Re.”

Rere hanya menanggapi dengan senyuman, lalu segera membalikkan tubuhnya lagi sekaligus menutupi kegugupannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status