Share

2. Tears

Seperti yang sudah Ares katakan pada Raisa, jika ia akan mengajak jalan-jalan kekasihnya itu sebelum dirinya pergi selama 2 pekan ke Singapura. “Bunganya sangat indah, terima kasih, sayang.” Raisa tersenyum lebar, memberikan kecupan manis di sudut bibir Ares. “Membelinya di toko Rere?” tanya Raisa menebak.

Ares mengangguk singkat, hanya tidak ingin merusak momen mereka. “Pergi sekarang?” tanyanya mengalihkan.

Raisa mengangguk, masih dengan memeluk bunga aster pemberian Ares. “Ayo!”

Ares membukakan pintu mobil untuk Raisa, tidak lupa memasangkan sabuk pengaman. Hal-hal kecil yang selalu Ares perhatikan, tentu mampu membuat Raisa semakin jatuh hati padanya dan sulit untuk melepaskan. Maka dari itu, saat Ares mempertahankan hubungan mereka dan meyakinkan Raisa jika Ares sangat mencintainya, di detik itu juga Raisa berjanji tidak akan lagi melepaskan dan merelakan Ares untuk wanita lain. Sekalipun dia adalah Rere, istri pria itu.

“Bagaimana sebelum ke pantai, kita mampir makan dulu? Aku lapar,” ujar Raisa tersenyum lebar hingga memperlihatkan giginya.

Ares mengacak-acak rambut Rere gemas, padahal sebelum mereka berangkat, kekasihnya itu sudah menyempatkan untuk makan terlebih dulu. “Lapar lagi?” tanyanya terkekeh.

Raisa mengangguk cepat. “Ke Saint Resto ya, aku ingin makan steak.”

Ares terdiam sejenak, Saint Resto adalah restoran sederhana bergaya klasik yang sudah terkenal dengan steaknya yang lezat. Namun, bukan soal rasa steaknya yang enak, melainkan lokasi restoran itu berada. Di mana lokasinya terletak tepat di seberang toko bunga milik Rere. Sebenarnya, Ares tidak masalah dengan itu. Lagipula, ia juga tidak peduli bagaimana pandangan Rere tentangnya sejak dulu. Hanya saja, sejak kejadian kemarin siang, di mana Rere memintanya untuk menyentuhnya membuat ada jarak di antara mereka dan sedikit canggung karena Ares sama sekali tidak menjawab pertanyaan Rere. Setelah mendengar permintaan Rere, ia langsung pergi meninggalkan gadis itu.

“Kamu keberatan?” tanya Raisa menaikkan sebelah alisnya. “Ah, apa karena lokasinya berseberangan dengan toko bunga milik Rere?”

“Tidak, sayang. Ayo kita ke sana,” ujar Ares tersenyum hangat. Lalu memberikan kecupan singkat pada pelipis Rere, sebelum akhirnya melajukan mobilnya.

Sesampainya di lokasi tujuan, Ares segera keluar dari mobil, berniat membukakan pintu untuk kekasihnya itu. Ia melirik ke arah toko bunga milik Rere yang sedang ramai. Dari kejauhan, Ares dapat melihat Rere yang kewalahan melayani pelanggan, tetapi gadis itu tetap tersenyum ramah. Sesekali terlihat tertawa dengan pelanggan. Dalam hati ia berucap syukur, karena dengan itu, Rere tidak menyadari kehadirannya meskipun terlihat dari jauh.

Mereka masuk ke dalam restoran dengan Rere yang memilih untuk duduk di dekat kaca. Sedangkan Ares hanya menurutinya saja. Setelah pesanan datang dan mereka menikmatinya, tidak terasa steak seharga 499.000 satu porsinya itu habis tidak tersisa. Tanpa membuang waktu, mereka langsung bergegas pergi karena tidak ingin melewatkan momen matahari terbenam di pantai yang akan mereka kunjungi.

“Sayang .....” Panggil Raisa membuat langkah Ares terhenti.

“Kenapa, sayang?” tanya Ares. “Ada yang kamu butuhkan lagi?”

Raisa mengangguk santai. “Tiba-tiba aku ingin membeli bunga lagi.”

“Tapi aku sudah memberimu aster, sayang. Apakah itu kurang?”

“Aku ingin bunga lavender. Lihatlah bunga lavender itu di toko Rere, terlihat sangat cantik.” Raisa berujar sembari menunjuk ke arah toko Rere yang ada di seberang.

“Baiklah, ayo kita ke sana.” Ares memilih untuk mengalah dan menuruti kekasihnya itu, daripada tidak sama sekali. Baginya, membahagiakan Raisa adalah prioritas utama.

Sebuah prioritas utama yang secara tidak langsung akan menyakiti Rere.

ᥫ᭡

Rere duduk di kursi, sembari menyandarkan punggungnya. Ia merasa lelah, karena pelanggan hari ini berdatangan tidak ada hentinya sejak pagi. Tidak seperti biasanya, hari ini lebih ramai. Sepertinya juga karena bersamaan dengan hari kelulusan sekolah. Maka dari itu, banyak yang datang ke tokonya untuk membeli bunga sebagai hadiah.

Membicarakan soal hadiah, Rere jadi teringat dengan Ares. Kemarin, saat ia meminta pada Ares untuk menghamilinya, pria itu langsung pergi sepatah kata. Tentu membuat Rere kecewa. Ia merasa dicampakkan. Rere hanya berpikir, jika Ares tidak menyetujui, setidaknya pria itu bisa menolak dengan halus, bukannya malah pergi tanpa sepatah kata pun.

Rasanya begitu menyakitkan. Rere juga merasa seperti mengemis pada Ares. Itu juga untuk pertama kalinya dalam 7 tahun, Rere memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya. Ia juga menginginkan sosok bayi yang hadir di antara mereka. Padahal sebenarnya, Rere juga memiliki hak sepenuhnya atas Ares, begitupun sebaliknya. Rere begitu tersiksa berada di hubungan menyakitkan ini. Meskipun mencintai Ares, tapi semua terasa percuma karena pria itu tidak menjadi miliknya. Rere ingin merebut Ares dari Raisa. Namun, ia selalu ragu dan takut. Apakah bisa, ia membuat Ares menatap ke arahnya, menganggapnya sebagai seorang wanita, mencintainya dengan segenap hati dan jiwa pria itu?

Rere dengan segala rasa pesimisnya terhadap perasaannya sendiri. Merasakan pipinya yang basah, Rere tidak menyadari jika ternyata air mata memaksa untuk keluar dari sudut matanya. Ia segera membuka mata dan mengusap pipinya. Rere juga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat ternyata 2 sosok yang dikenalnya sudah berdiri di hadapannya. “Kak Ares, Raisa?”

Rere langsung bangun dari duduknya dan tersenyum hangat. “Ada yang perlu dibantu?”

“Aku ingin membeli bunga lavender,” ujar Raisa yang juga memperlihatkan senyumannya. “Sembilan tangkai, karena hari ini adalah anniversary kita yang ke sembilan. Iya, kan, sayang?”

Ares diam di tempatnya, memperhatikan Rere sejak gadis itu duduk di kursi sembari memejamkan mata, lalu sudut matanya yang mengeluarkan air mata hingga bangun dan menyambut mereka dengan profesional seakan-akan tidak ada yang terjadi sebelumnya. Bahkan senyum gadis itu ... membuat Ares entah kenapa merasakan nyeri di dadanya.

“Sayang?” Suara Raisa menyadarkan Ares, membuat pria itu mengerjap.

“E-eh, iya, sayang,” balas Ares seadanya. Meskipun ia tidak tau apa yang sudah Raisa katakan sebelumnya yang tidak ia dengar.

Rere yang mendengar kalimat Raisa hanya mengangguk, masih dengan senyumannya yang hangat. “Ditunggu sebentar. Silakan duduk terlebih dulu.”

Anniversary ya? Bahkan kemarin juga anniversary pernikahannya dengan Ares yang ke-7.

“Sayang, berikan kunci mobilnya padaku,” ujar Raisa tiba-tiba.

“Untuk apa, sayang?”

“Ternyata ponselku berada di mobil, aku ingin mengambilnya.”

Tanpa menanggapi lebih lanjut, Ares langsung saja memberikan kunci mobilnya pada Raisa. Setelah itu, Raisa beranjak dari posisinya. Sedangkan Ares, kembali menatap Rere yang sibuk menata buket bunga yang diinginkan Raisa. “Re .....” Panggil Ares memecahkan keheningan.

Rere yang sibuk dengan buketnya, kini mendongak. Ia beralih menatap ke arah Ares ya g kini juga sedang menatap ke arahnya. “Iya, kak Ares?”

“Soal kemarin ... aku tidak bermak—” Tanpa mendengarkan lebih lanjut kalimat Ares, Rere langsung memotongnya. Rere hanya tidak ingin membahas kejadian kemarin dan ia sudah menganggap tidak ada yang terjadi.

“Kak, tidak perlu dijelaskan. Aku memahami maksudmu. Jadi, kita lupakan saja, ya?” tanya Rere dengan menatap sendu ke arah Ares. “Aku berjanji tidak akan meminta hal konyol lagi padamu.”

“Sungguh .....” Lanjut Rere dengan suara yang terdengar bergetar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status