Bab 5. Flashback “Neng Tika katanya butuh kerjaan sampingan?” tanya Teh Nining salah satu pelanggan gorenganku. Aku sengaja mengantar pesanan miliknya karena cukup banyak. Wanita penyuka daster tersebut memang beberapa kali memesan bermacam aneka gorengan untuk acara pengajian dan camilan ibu-ibu PKK.Seorang bidan yang rumahnya tak jauh dari kontrakan milikku ini, memang tahu kondisiku yang sedang membutuhkan lebih banyak penghasilan tambahan.“Iya, Teh. Saya memang sedang butuh kerjaan tambahan di hari libur. Kebetulan saya libur Kamis atau Jumat saja,” jawabku.Teh Nining langsung semringah. Dengan semangat menggebu empat lima dia bercerita kalau ada lowongan pekerjaan untukku.“Teteh ada kenalan, dia butuh orang yang bisa cuci gosok dan membersihkan rumahnya yang sering kosong seminggu sekali. Kebetulan tuh cocok banget sama yang kamu cari,” papar Teh Nining.Mataku berbinar mendengar kabar lowongan pekerjaan yang Bu bidan ini tawarkan. Betul katanya, ini memang cocok dengan yan
“Mas Robi, apa Mas Azzam ada di dalam?” tanyaku ketika baru saja sampai di kantor Mas Azzam. Karena orang-orang telah mengetahui siapa aku, para karyawan menyambut dengan membungkukkan badan setiap kali berpapasan denganku.Ah begini rasanya menjadi calon istri pemilik perusahaan besar. Belum sah saja mereka terlihat segan, apalagi sudah menjadi istri Mas Azzam. “Ada Nyonya. Tuan sudah dari tadi menunggu anda.”Robi memang seperti itu, dia selalu bersikap formal padaku seolah berbicara dengan atasan. Padahal, umurnya lebih tua dariku lima tahun.Aku mengangguk dan tersenyum lebar, kembali melangkah dengan anggun agar tak mempermalukan Mas Azzam. Ya, para karyawan di sini tak tahu latar belakangku sebenarnya. Entah bagaimana kalau mereka tahu jika aku berasal dari keluarga yang sederhana dan dari kampung, pun bekerja hanya sebagai penjual gorengan dan pelayan warung makan, pasti semuanya akan meremehkan dan menggunjingku.Aku mengikuti Robi menuju ruang kerja calon suami matangku. Kem
“Pi. Pokoknya aku mau Papi harus balikin kartu kredit milikku,” sembul Nindy tanpa aba-aba ke dalam ruangan disusul Puri. Sekretaris Mas Azzam itu menunduk dengan raut wajah yang tak enak.“Maaf Bos. Nona Nindy maksa menerobos masuk begitu saja,” pungkasnya seperti ketakutan.Apalagi, Nindy berbalik dengan mata mendelik.“Memangnya kenapa hah? Kau lupa aku ini siapa? Berani-beraninya mencegahku untuk masuk ke dalam ruangan Papi,” bentak Nindy terlihat kalap.“Bu-bukan begitu, Nona. Sa-saya hanya melakukan perintah Bos saja,” gumam Puri dengan wajah yang kembali menunduk.Apa Nindy belum sadar aku sedang ada di sini? Satu ruangan yang sama dengan Papinya? Sepertinya iya, wanita ini belum sadar aku tengah duduk di sofa. Memang tak heran, jika dia tak begitu melihatku, ruangan ini begitu luas, antara meja kerja Mas Azzam dan sofa yang kutempati memang agak berjauhan. Orang yang baru saja masuk, akan langsung fokus ke meja di mana calon suamiku menyelesaikan pekerjaannya.“Sudah-sudah. P
“Jangan salah paham dulu kepada Mas, Tika. Mas tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini,” ucap Mas Azzam membuatku mengangkat wajah.Kenapa dia tahu apa pertanyaan yang ada di otakku saat ini?“Tapi, Mas. Kenapa Mas Azzam diam saja Nindy menghancurkan rumah tangga orang lain? Hidupku hancur, Mas. Sakit. Atau jangan-jangan Mas menikahiku karena merasa bersalah?”Akhirnya, kutumpahkan sudah semua yang ada di pikiranku selama ini? Rasa penasaran di dalam hati benar-benar membuatku tersiksa oleh segala praduga.Terdengar helaan napas Mas Azzam. Kekasihku itu menatapku dengan dalam, dia kemudian meraih telapak tanganku serta menggenggamnya dengan erat.“Mas sudah duga pertanyaan ini suatu saat pasti akan meluncur dari bibirmu. Mas benar-benar minta maaf atas apa yang sudah Nindy lakukan. Mas juga menyesal, sebagai orang tua, Mas tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah semuanya. Hari ini, tak ada yang harus aku tutupi lagi dari kamu,” ungkap pria di depanku ini.Cerita yang selengkapnya pun
“Jangan salah paham dulu kepada Mas, Tika. Mas tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini,” ucap Mas Azzam membuatku mengangkat wajah.Kenapa dia tahu apa pertanyaan yang ada di otakku saat ini?“Tapi, Mas. Kenapa Mas Azzam diam saja Nindy menghancurkan rumah tangga orang lain? Hidupku hancur, Mas. Sakit. Atau jangan-jangan Mas menikahiku karena merasa bersalah?”Akhirnya, kutumpahkan sudah semua yang ada di pikiranku selama ini? Rasa penasaran di dalam hati benar-benar membuatku tersiksa oleh segala praduga.Terdengar helaan napas Mas Azzam. Kekasihku itu menatapku dengan dalam, dia kemudian meraih telapak tanganku serta menggenggamnya dengan erat.“Mas sudah duga pertanyaan ini suatu saat pasti akan meluncur dari bibirmu. Mas benar-benar minta maaf atas apa yang sudah Nindy lakukan. Mas juga menyesal, sebagai orang tua, Mas tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah semuanya. Hari ini, tak ada yang harus aku tutupi lagi dari kamu,” ungkap pria di depanku ini.Cerita yang selengkapnya pun
“Aku antar dulu minuman ini ke depan, ya, Amah,” pamitku mencoba menghindari obrolan seputar Mas Danang dan istri barunya. Aku belum bisa memberitahukan semuanya kepada Amah dan Abah sekarang. Akan kujelaskan nanti kepada mereka kalau Mas Azzam sudah tak ada dan ketika waktu yang tepat. Bagaimana pun, aku tak mungkin menyembunyikan masalah ini lebih lama, suatu saat, lambat laun pasti orang tuaku pun akan tahu tanpa dijelaskan mengingat di acara pernikahanku dan Mas Azzam nanti, bisa saja Nindy dan mantan suamiku itu akan ikut hadir.“Iya. Sekalian camilannya. Amah sengaja bawa oleh-oleh buat kamu dari kampung. Pasti Azzam suka sama dodol bikinan Amah,” ujarnya sambil menyodorkan sebungkus plastik berisi dodol. Lalu, kupindah camilan tersebut ke dalam toples.Aku membawa minuman dan makanan tersebut ke ruang tamu, lalu menyajikannya di atas meja.“Tik. Barusan Abah sama Azzam ngobrol. Katanya dia mau bikin pabrik jahit di kampung, terus Abah yang dipercaya buat ngelolanya,” ucap Aba
POV Danang“Sial*n, bisa-bisanya Papi menamparku hanya gara-gara membela wanita kampungan itu!” Nindy menghempaskan tubuhnya di sofa dengan raut wajah yang terus saja ditekuk. Ada apa lagi sih dia? Setiap hari ada saja hal yang membuatnya uring-uringan. Alhasil, akulah yang akan menjadi tempat pelampiasan istriku ini dari rasa kesalnya.“Ada apa sih, Sayang? Datang-datang marah-marah. Terus kenapa cepat sekali kembali? Bukannya kamu disuruh Papi buat ketemu sama klien?” Kulihat Nindy merebahkan badan, lalu memijat kepalanya sambil memejamkan mata tak menghiraukan pertanyaan dariku. Tampak pula pipi putih istri baruku itu memerah, seperti bekas tamparan.Oh, jadi benar, Papi mertua ternyata sudah berani menampar Nindy? Putri kandungnya sendiri?Tunggu! Apa yang kudengar barusan? Nindy ditampar Papi mertua gara-gara membela Kartika? Boleh juga mantan istriku itu. Ternyata, dia sudah bisa mengendalikan Papi Azzam, tetapi ini sama sekali tak bagus bagiku. Kalau dia dan mertuaku berhas
“Jangan bergerak. Tetap diam di situ!” teriakku dengan suara bergetar. Aku takut, Mas Danang melakukan yang tidak-tidak terhadapku. Semakin dia maju, aku mundur beberapa langkah. “Bagaimana kabarmu ... mantan istriku?” Mas Danang tersenyum menyeringai dengan mata menatap tajam. Aku kembali menormalkan detak jantung dengan mengembuskan napas teratur beberapa kali, tak ingin terlihat gentar serta lemah di mata mantan suamiku ini. “Untuk apa kamu di sini?” Aku kembali bertanya dengan ketus. Namun, bukannya menjawab Mas Danang malah tergelak mendengar pertanyaan dariku?“Jangan galak-galak kepadaku, Tik. Aku tahu kamu masih menyimpan cinta untukku bukan? Bukankah ini waktu yang tepat untuk kembali bernostalgia bersama? Menghabiskan malam-malammu yang dingin dengan kehangatan. Mas yakin, kamu akan terbuai seperti dulu,” ucapnya mulai melantur.“Jangan kurang ajar kamu, Mas! Berani berbuat macam-macam akan kupanggilkan security untuk menyeretmu pergi. Dan ingat, aku bisa saja melaporka