Pov Bayu.
Hanya berselang satu jam aku kembali dari rumah sakit bersama Mona istriku. Nana yang mendengar mobil ku memasuki halaman rumah bergegas ke teras menyambut kedatangan kami.
Begitu jelas terlihat perubahan wajah melihat Nana yang tengah berdiri di teras, ia bergegas turun dengan nafas memburu.
"MAS! KENAPA ANAK JANDA ITU ADA DI SINI!! " tunjuk Mona dengan emosi menggebu-gebu, bahkan ia berucap dengan teriakan, Nana yang mendapatkan kemarahan dengan cepat bersembunyi di belakangku setelah aku bergegas menyusul turun.
"HEY! APA YANG KAU LAKUKAN ANAK JANDA BODOH! MENYINGKIR DARI SUAMIKU SIAL!" Marah Mona sembari mengumpati Nana dengan kata-kata kasar.
Setiap mendengar cercaan Mona kesabaran ku seketika hilang, karena sikapnya benar-benar tidak dewasa bahkan cenderung seperti anak-anak.
"Hentikan, Mona. Kau bisa tidak sehari saja bersikap waras dan wajar. " Kesal ku menekan meski tanpa berteriak, ku utarakan uneg-uneg yang ada di hati ini, karena sikap Mona semakin aneh bahkan setelah melahirkan dia tidak pernah berucap dan bersikap lembut seperti dulu, semenjak semuanya terbongkar dia sangat overprotective dan posesif padaku.
"APA PEDULI KU, HAH!! AKU INGIN ANAK INI KELUAR DARI RUMAHKU!! " Teriak Mona dengan arogan, sembari ingin menggapai tangan Nana. Tapi dengan cepat kutepis hingga akhirnya gagal dan membuatnya sangat kesal.
"APA YANG KAU LAKUKAN, MAS! "
"Hentikan Mona. Jika Kau berani melukai ataupun menyentuh seujung Kuku saja anakku, aku tidak akan segan-segan memberikan pelajaran padamu!" Ancam ku dengan tegas, aku semakin tidak bisa menerima kegilaan yang Mona lakukan selama ini di belakang ku dengan membunuh janin-janin yang tidak berdosa dari rahimnya.
"ANAK! MAKSUDMU APA, MAS. "
"YA, Nana anakku. Dan jangan pernah berfikir untuk menyakitinya seperti waktu itu, jika kau berani melakukannya, kau akan berurusan dengan ku Mona,karena kesalahan yang kau lakukan sangat lah besar dan fatal." Kecam ku sembari mengingatkannya.
Mona semakin tidak terima dengan penjelasan dan ancaman ku, nafas nya yang telah memburu semakin tidak teratur hingga dadanya naik turun dengan gusar.
"APA YANG MAS KATAKAN, HAH!! ANAK APA! BAGAIMANA BISA ANAK JANDA BODOH INI KAU ANGGAP SEBAGAI ANAKMU!"
"Karena Nana memang anak kandung ku, Mona."
Mona terlihat mulai menebak-nebak, sembari menatap Nana yang bersembunyi di belakangku karena ketakutan.
"JADI KAU DAN JANDA ITU! JANGAN KATAKAN JIKA KAU! "
Emosi kian memuncak, setiap Mona melontarkan kata-kata tidak pantas untuk mendiang Nia di hadapan Nana. Meski dulu akulah yang memberikan julukan tidak benar itu hanya untuk keperluan pribadi dan keegoisan ku.
"CUKUP, MONA! BERHENTI MENGATAI ISTRIKU SEPERTI ITU, NIA ADALAH ISTRI SAHKU, KAU TIDAK BERHAK MENGATAINYA SEPERTI INI!" Murka ku, Mona sesaat bergeming setelah mendengar semua kejujuran yang aku kontrakan dengan emosi, jika Nia adalah istriku, orang yang aku cintai sebelum dia.
"Maafkan aku, semua ini tidak akan terjadi jika aku jujur sejak awal, jika sejak awal aku tidak berbohong, tidak akan ada kedustaan seperti ini. " Sesal ku dengan semua ini, aku sendiri tidak menyangka jika akhir semuanya akan seperti ini di mana aku mendustai Nia dan Mona bersamaan.
"BRENGSEK! JADI SELAMA INI KAU BERBOHONG PADAKU! TERNYATA KAU TELAH BERISTRI! BAGAIMANA BISA KAU MEMBOHONGI KU, HAH!" Umpat Mona geram, bahkan panggilan Mas untuk ku tidur ia ucapkan, hingga tangannya mengepal kuat sampai memutih.
"Maafkan aku, Mona. Aku terlalu terbuai dengan keindahan sesaat. Maafkan aku. " Aku benar-benar menyesal atas semua ini.
"Oke, aku maafkan, tapi aku ingin anak itu keluar dari rumah ku. " Tegas Mona, sembari menatap Nana dengan nyalang.
"Mona, dia anakku, otomatis Nana juga anakmu. " Bujukku menjelaskan.
"AKU TIDAK PEDULI DAN AKU TIDAK MAU MENGAKUINYA MAS, BAWA KELUAR ANAK ITU! AKU TIDAK MAU DIA ADA DI SINI! " Tunjuk Mona, Nana yang ada di belakang ku semakin bersembunyi ketakutan.
"Papa! " Adu Nana sembari mempererat genggaman tangannya pada bajuku.
"SIAL! KEMARI KAU ANAK BODOH.! KAU HARUS KELUAR DARI RUMAH KU!"
Aku semakin emosi dengan sikap Mona, padahal aku sudah meminta maaf dan menjelaskan semua padanya. Tapi sikap Mona sama sekali tidak berubah, bahkan ia kini semakin menggila. Terlebih ia selalu berusaha menggapai tangan Nana yang tengah bersembunyi di belakang ku.
"CUKUP! " Bentakku sembari mencengkam tangan Mona saat ingin menggapai Nana.
Mata Mona membulat,karena ini untuk pertama aku bersikap kasar padanya selama kami menikah. Aku benar-benar menyesal karena selama ini telah tertipu dengan wajah cantik yang ia miliki, ternyata inilah sifat aslinya. Sangat gila dan tidak memiliki hati nurani. Jangankan pada Nana yang bukan dari darah dagingnya, janinnya sendiri saja ia gugurkan hanya demi sebuah ambisi.
"JIKA KAU MENYENTUH ANAK KU! SEMUA ANCAMAN KU AKAN BERLAKU HARI INI JUGA MONA. KU PASTIKAN ITU!" Mona mencibirkan bibirnya kesal setelah mendengar ancaman ku, karena kali ini aku tidak memihak dan mendukungnya seperti dulu.
"KAU MENGANCAMKU HANYA DEMI ANAK INI, HAH! KAU LUPA AKU ISTRIMU!" Tuding Mona tidak terima dengan ucapan ku.
"Aku tahu, tidak perlu kau ingatkan siapa kau dan apa status mu. Meski seperti itu Nana tetap anak kandungku darah daging ku. Jadi jangan pernah kau sok berkuasa di rumah ku ini karena rumah ini adalah rumah ku, sertifikat atas nama diriku." Aku sengaja mengungkit semuanya agar dia sadar dan tahu diri, aku tidak ingin dia terlalu sombong dan angkuh seperti selama ini dia lakukan pada semua orang, dia selalu mengingatkan hal yang mustahil meski ia mendatangkan dengan cara yang licik.
Mona hanya bisa menganga karena tidak bisa membalas, aku dan Nana memilih masuk ke dalam rumah dan membiarkan Mona sendiri di teras, aku bosan dan malas jika harus berdebat dengan nya.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa