/ Romansa / Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir / Bab 1. Menjadi Pengantin Pengganti 

공유

Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir
Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir
작가: Rastri Quinn

Bab 1. Menjadi Pengantin Pengganti 

작가: Rastri Quinn
last update 최신 업데이트: 2023-07-07 12:47:15

Alena Septira turun dari sebuah taksi daring yang mengantarkannya ke depan drop point lobby rumah sakit mewah di pusat kota. Angin berembus kencang karena ini menjelang tengah hari. Gadis itu sedikit mendongak, mengamati bangunan megah di hadapannya. Sungguh, semegah apapun bangunan rumah sakit, tidak ada seorang pun yang berharap untuk datang ke tempat ini. Tujuan Alena datang kemari adalah untuk mengantarkan titipan sahabatnya, Stevia.

Alena menatap paper bag di tangannya sejenak lalu bergegas menuju meja informasi untuk bertanya. Ia menanyakan letak ruang rawat Badai, yang tidak lain adalah calon suami Stevia, sahabatnya. Setelah mengantongi informasi yang diperlukan, gadis itu bergegas ke tempat tujuan.

Alena berdiri di depan pintu. Sepasang matanya menatap nama yang tertempel di samping pintu. Tn. Badai Aji Pamungkas. Artinya ia sudah berada di tempat yang benar. Baru saja ia akan mengetuk pintu, seseorang sudah lebih dulu membukanya dari arah dalam. Seorang wanita paruh baya yang Alena taksir berusia setengah abad, tetapi masih terlihat begitu cantik nan elegan, keluar dari sana.

“Kamu siapa?” tanya wanita itu.

Alena pun terkesiap. “Ah, s-saya Alena, temannya Stevia,” jawab gadis itu.

Wanita di hadapannya berubah semringah. “Oh, temannya Stevia,” ujar wanita itu pertanda paham. Lalu terlihat celingukan seperti tengah mencari seseorang.

Alena pun turut celingukan.

“Kamu datang sendiri?” tanya wanita itu akhirnya setelah tidak mendapati apa yang dicari.

Sepertinya Alena sedikit bisa menebak jika wanita itu barusan mencari keberadaan Stevia. Ia mengangguk pelan. “Iya. Stevia bilang masih ada urusan.”

Terlihat raut kekecewaan di wajah wanita itu. “Jadi dia menitipkan ini.” Alena mengangkat paper bag yang dibawanya. “Kebetulan saya ada di dekat sini.”

Kening wanita itu berkerut samar. “Apa ini?” tanyanya terlihat penasaran.

“Saya kurang tau juga. Tapi katanya ini milik Badai,” jawab Alena jujur. Tadi Stevia hanya bilang titip agar ia mengantarkan benda di dalam paper bag itu pada Badai.

“Oh iya, Badai!” seru wanita itu seakan baru teringat sesuatu. “Kamu mau jenguk Badai?” tanyanya kemudian.

Alena pun mengangguk mengiyakan. Wanita itu pun bergeser dari pintu, mempersilakan Alena masuk. Perlahan gadis itu masuk dan melihat seorang laki-laki yang tengah duduk setengah baring di ranjang rawat.

“Siapa, Ma?” tanya Badai terlihat acuh tak acuh.

“Alena, temannya Stevia,” ujar sang ibu memperkenalkan.

Alena mengangguk kecil bertata krama sembari tersenyum samar memberi salam. Badai hanya melirik dingin pada gadis itu. Ia memang tidak terlalu mengenal Alena.

“Bagaimana perasaannya?” tanya Alena tidak tahu harus berbicara apa. Hanya itulah yang terpikirkan olehnya.

Lagi. Badai meliriknya dingin. “Seperti yang kamu lihat. Aku masih terbaring di ranjang sialan ini. Memangnya apa yang kamu ingin dengar dari orang yang divonis cacat?” ucap Badai sinis.

Alena tersentak kaget. Apakah pertanyaannya barusan menyinggung laki-laki itu. Ia tidak bermaksud. Ia jadi salah tingkah, tidak tahu harus bersikap seperti apa.

“Badai!” tegur sang ibu. “Gadis ini cuma mau jenguk kamu karena ada titipan dari Stevia,” jelas sang ibu.

“Ah, iya. Ini!” seru Alena teringat tujuannya datang kemari. Ia pun menyodorkan paper bag yang sejak tadi digenggamnya pada laki-laki itu.

Badai menerimanya dengan malas. Astaga, Alena seolah berada di dekat bongkahan es saat berdekatan dengan laki-laki itu. Ah, benar juga, namanya juga Badai.

“Apa ini? Dan kenapa Stevia gak antar sendiri aja ke sini?” tanya Badai beruntun seperti menggerutu.

Alena ragu hendak menjawabnya atau tidak. Namun, akhirnya gadis itu memilih untuk menjawabnya. “Stevia sepertinya sedikit sibuk. Kebetulan aku ada urusan di dekat sini, jadi sekalian saja,” jelas Alena.

Badai tidak menjawab dan kini justru terlihat sibuk dengan isi paper bag di tangannya.

Alena pun merasa urusannya di sini sudah selesai dan ingin segera berpamitan. “Kalau begitu, Tante, karena keperluan saya di sini sudah selesai, saya izin pamit,” pamit Alena pada ibu Badai.

Wanita paruh baya itupun mengangguk sembari tersenyum. “Iya, hati-hati ya. Terima kasih ya sudah jenguk kemari,” ujar wanita itu tulus.

Alena pun turut mengangguk dan tersenyum. Lalu hendak meraih gagang pintu. Namun, gerakannya terhenti seketika oleh benda melayang yang nyaris mengenai wajahnya diiringi umpatan penuh kemarahan seorang laki-laki.

“Brengsek!” teriak Badai, entah karena sebab apa.

Jantung Alena mendadak berdetak dua kali lebih cepat. Pun dengan ibu Badai yang juga terlihat terkejut. Kedua perempuan berbeda generasi itu pun spontan menoleh ke arah ranjang hampir bersamaan.

“Badai, ada apa?” tanya sang ibu panik dan seketika menghampiri putranya.

Wajah Badai terlihat memerah, kentara sekali menahan amarah. Ibu laki-laki itu terlihat bingung sekaligus panik melihat ekspresi putranya. Wanita itu melirik benda yang dilemparkan oleh Badai barusan.

Sebuah kotak perhiasan teronggok tak jauh dari pintu kamar rawat dalam kondisi tidak berbentuk lagi.

Itu, kan… kotak perhiasan yang diberikan pada Stevia. Kenapa bisa ada di sini? Batin wanita itu. Ia menatap nanar ke arah bawah sana, di mana benda itu teronggok tak berdaya.

Apa maksud Stevia dengan mengembalikan semua ini sama Badai? Tatapan matanya terlihat setengah kosong. Bingung yang kini dirasakannya. Ia menoleh ke sisi putranya. Ada secarik kertas di pangkuan laki-laki itu. Sepertinya sebuah surat. Perlahan wanita itu meraih kertas itu dan membaca tulisannya.

Dear Badai.

Saat kamu membaca surat ini, artinya aku sudah pergi dari tempat ini. Aku baru sadar, kalau aku gak bisa menikah sama kamu. Ada orang lain yang aku cintai, dan itu bukan kamu.

Aku kembalikan perhiasan yang kamu kasih. Untuk persiapan pernikahan, aku cuma bisa bilang maaf. Tapi aku bener-bener gak bisa menikah sama kamu.

Aku ingin masa depan yang cerah. Aku gak mau menghabiskan sisa umurku dengan merawat orang cacat. Maaf, tapi aku hanya realistis. Aku bukan malaikat.

Aku harap kamu bisa mengerti dan menghargai keputusanku.

Stevia.

Ibu Badai melotot membaca kalimat yang Stevia tulis di dalam surat itu. Ada kemarahan tertahan tergambar di wajah wanita paruh baya itu. Itu terlihat dari tangannya yang mengepal mencengkeram sisi surat.

Badai. Wanita itu seketika menoleh ke arah putranya. Dapat ia lihat jika rahang Badai terlihat mengeras.

“Ini penghinaan, Badai. Stevia menghina keluarga kita. Menghina kamu!” ujar sang ibu penuh emosi tertahan.

Badai hanya diam tak berkomentar. Isi kepalanya seakan membara diliputi amarah. Bisa-bisanya wanita yang ia cintai berkata seperti itu. Bisa-bisanya, Stevia meninggalkannya dalam kondisi seperti ini.

Badai melirik kedua kakinya yang tertutup selimut. Ia berusaha menggerakkan keduanya, tetapi entah pandangannya yang salah atau kedua kakinya memang tidak bisa digerakkan. Bahkan ia tidak dapat merasakan jari-jarinya sendiri.

“Brengsek! Sialan, penghianat!” teriak Badai sembari memukul-mukul kedua kakinya. Laki-laki itu terlihat histeris.

“Badai, tenang Sayang. Hentikan, Nak!” pinta sang ibu terdengar nelangsa melihat apa yang dilakukan putranya. Wanita itu berusaha menghentikan dengan menangkap tangan sang anak.

“Hentikan…” lirih sang ibu lalu memeluk putranya itu.

Alena hanya bisa melihat pemandangan memilukan itu. Meski ia tidak tahu isi surat yang katanya ditulis oleh Stevia. Namun, ia sepertinya tahu jika surat itu bertuliskan kalimat yang menyakiti hati laki-laki yang ada di hadapannya, yang saat ini tengah ditenangkan oleh sang ibu.

Ya, Alena memang masih berada di dalam kamar ini menyaksikan semuanya. Ia seolah terpaku di tempat sejak beberapa saat yang lalu.

“Kenapa kamu masih ada di sini?” suara dingin Badai mengagetkannya. Laki-laki itu tersadar seketika jika Alena masih berada di kamar rawatnya. Gadis itu tersentak.

“I-itu…” Alena tidak tahu harus menjawab apa. Sejak Badai mengagetkannya dengan melempar benda yang hampir mengenai wajahnya, mana mungkin ia tiba-tiba pergi kan?

“Keluar!” usirnya.

Alena kembali tersentak. Suara teriakan laki-laki itu berhasil memacu kerja jantungnya sehingga ia gemetaran.

“Aku bilang, keluar!” teriak Badai sekali lagi.

“I-iya,” jawab Alena tergagap. Dengan tangan gemetar gadis itu membuka pintu dan segera pergi dari kamar itu. Ia berjalan dengan pelan karena kakinya seakan lemas karena gemetar.

Namun, baru beberapa meter ia melangkah, seseorang menghentikannya.

“Tunggu!” suara seorang wanita memanggilnya.

Alena menghentikan langkah dan menoleh. Ibu Badai berjalan menghampirinya.

“Siapa nama kamu tadi?” tanya wanita itu.

“Alena, Tante,” jawab gadis itu.

“Tante langsung saja. Apa kamu mau menikah dengan Badai?” tanya wanita itu langsung tanpa basa-basi.

***

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 20. Siapa Kamu Sebenarnya?

    Bayu sedang menunggu asistennya mengambil mobil di parkiran. Tanpa sengaja, pandangannya menangkap sosok seorang wanita yang baru saja beberapa saat yang lalu dia temui. Ya, perempuan itu adalah Alena, istri dari Badai. Laki-laki itu tampak menatap lekat sosok Alena, dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana.Ada senyum samar di bibir Bayu saat menatap perempuan itu. Lalu, pandangannya teralih pada mobil yang tengah melaju. Namun, terlihat mencurigakan. Ia pun menatap bergantian ke arah Alena juga mobil tersebut. Seketika ia tersentak, matanya membelalak saat menyadari. Sepertinya pengendara mobil itu ingin mencelakai Alena. Tak ingin membuang waktu, Bayu segera berlari ke arah Alena. Ia berharap masih sempat menyelamatkan perempuan itu.Teriakan orang-orang terdengar ramai. Yang meminta Alena segera minggir untuk menghindari mobil yang tengah melaju kencang. Namun, sepertinya perempuan itu seperti kehilangan kontrol akan kesadarannya. Ia mengalami freezing response. Di ma

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 19. Kecelakaan

    Bayu sedang mengadakan pertemuan dengan salah satu klien di sebuah restoran. Ia tidak sendirian. Tentu saja selalu ditemani oleh Reka, asistennya. Pertemuan dengan klien yang satu ini terbilang cukup sulit karena kesibukan pria dari perusahaan yang akan jadi mitra kerjanya itu cukup padat.Pria paruh baya di hadapan Bayu itu terlihat manggut-manggut membaca dokumen yang mereka bawa. Pria itu sepertinya tengah mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan.“Baik, saya suka dengan rencana yang kalian tawarkan,” ujar pria itu akhirnya.Bayu dan Reka pun dapat bernapas lega. Akhirnya…"Semoga kerjasama kita ini bisa sukses," ujar pria tersebut."Kalau begitu, silakan dinikmati hidangannya, Pak!” ujar Bayu mempersilakan dengan soapn.Pria itu mengangguk dan mereka pun mulai menyantap makan siang sambil sesekali diselingi obrolan ringan yang sama sekali bukan membahas masalah pekerjaan. Hingga akhirnya pria itu bersama dengan sekretarisnya pun pamit lebih dulu.“Kalau begitu, saya pamit dulu

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 18. Dendam Daniel

    Pagi itu, suasana pantry sudah terlihat ramai. Beberapa karyawan yang ingin membuat kopi ataupun teh, tengah mengantri bergantian untuk menyeduh minuman mereka. Sembari menunggu, mereka tampak berbincang ringan. Hingga salah satu karyawan yang menyeletuk. "Kalian tau, gak? Si Indah, kena semprot si Bos cuma gara-gara masalah sepele?" beritahu Irma dengan ekspresi wajah serius. "Hah, gara-gara apa emang?" tanya Nina terpancing ingin tahu. Irma pun memajukan wajah dengan sedikit merunduk, khas para tukang gosip. Kedua temannya pun ikut-ikutan mendekat sembari merunduk mengikuti Irma. Irma berkedip dengan bola mata bergerak-gerak, siap untuk bergosip. "Dia kena marah habis-habisan cuma gara-gara beresin susu coklat yang ada di meja Pak Bayu." "Hah?" Nina dan Sari kompak memekik terkejut dengan mulut membulat dan mata melebar. Kedua wanita itu seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Irma barusan. "Serius?" tanya Sari tidak percaya. " Bukannya Pak Bayu paling benci ya

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 17. Gara-gara Sekotak Susu Cokelat

    Badai sudah cukup menahan kesabaran selama semalaman. Maka, begitu melihat Alena di pagi harinya, laki-laki itu sudah tidak bisa mengontrol emosinya.“Alena!” panggil Badai dengan suara setengah membentak.Alena yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan seketika terjengkit kaget.“A-ada apa, M-mas?” tanya Alena mendadak takut.Sepagi ini sudah mendapat bentakan dari laki-laki itu. Wajahnya mendadak berubah pucat.“Kan sudah kubilang, jangan sentuh barang-barang di dalam kamarku. Kamu itu bodoh atau gimana sih?” emosi Badai.Alena bingung, apa kiranya yang membuat Badai marah sepagi ini. Dengan takut-takut, ia pun bertanya.“Maaf, Mas. Memangnya apa yang sudah gak sengaja aku lakuin?” tanya Alena agar lebih jelas.Badai melebarkan mata. Gak sengaja, dia bilang?Laki-laki itu menghela napas kasar. Ia pikir, Alena ini adalah tipe orang yang tidak punya rasa bersalah meski telah melakukan kesalahan.“Ternyata kamu beneran bodoh, ya? Atau memang gak punya rasa bersalah? Di mana bingkai

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 16. Hidupku penuh dengan kerja keras

    “Tapi … ada satu masalah lagi.” Mahes terdengar ragu mengatakannya.“Apa?” Tatap mata Badai terlihat tajam penuh sorot waspada.“Salah satu klien kita, Pak Prana dari pihak PT Bumi Pertiwi, membatalkan kerjasama.”“Di mana mereka sekarang?” tanya Badai selanjutnya.“Mereka sedang makan siang di restaurant Tiga Saudara,” jawab Mahes memberitahu.Badai segera memutar kursi rodanya. Namun, kembali menghentikannya dan menoleh ke Mahes yang masih berdiri di tempat semula.“Tunggu apa lagi? Ayo kita susul mereka!” sentak Badai seakan menyadarkan Mahes yang masih berdiri terpaku.Laki-laki itu lekas mengambil alih untuk mendorong mursi roda sang bos meninggalkan kantor. Saat akan memasuki lift keduanya diperhatikan oleh sepasang mata milik seorang wanita yang tidak lain adalah sang ibu, Mama Sarah.“Badai?” gumam Mama Sarah seolah tidak percaya jika sang putra kini berada di kantor. Wanita itu mendecak pelan.“Anak itu, sudah dibilang tidak usah khawatir soal urusan kantor, tetap saja,” hera

  • Menjadi Pengantin Pengganti Sang Presdir   Part 15. Masalah di Kantor

    Bayu melangkah gontai memasuki kamar rawat Bu Winarsih. Laki-laki itu menatap wajah sang ibu asuh yang masih terbaring dengan mata terpejam. Ia menarik kursi ke sisi ranjang dan duduk di sana. Tangannya menggenggam tangan sang ibu. “Aku bertemu wanita itu, Bu. Dia … terlihat baik-baik saja dan bahagia bersama putranya.” Sebelah tangannya mengepal, sarat akan amarah tertahan dan … kecemburuan. Matanya memerah seolah menunjukkan semua derita yang dia tanggung selama ini. Kepalanya menunduk dalam. Tiba-tiba laki-laki itu merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya. “Ngger!” panggil lembut suara wanita. Bayu mengangkat wajah mendengar panggilan lirih itu. Ia melihat Bu Winarsih kini menatapnya lemah. “Ibu sudah bangun? Bayu, panggil dokter dulu.” Laki-laki itu hendak beranjak. Namun, Bu Winarsih menahan tangan putranya dan menggelengkan kepala pelan. Bayu kembali duduk. “Apa ibu ngerasa gak nyaman?” tanya Bayu lagi merasa khawatir. Bu Winarsih kembali menggeleng. Tak lama, terden

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status