Kedua bola mata milik Aluna membola saat melihat siapa gerangan yang sudah masuk ke dalam kamar. Aluna terpaku beberapa saat. Tidak menyangka apakah ini sebuah kebetulan, atau memang sudah terencana.
"Ayah! Apa yang kau lakukan disini?" tanya Aluna. Tatapan tajam dilayangkan oleh Aluna. Ya, seseorang itu tidak lain dan tidak bukan adalah ayahnya. Bingung bercampur dengan rasa kaget. Itulah yang saat ini sedang dirasakan Aluna. "Tentu saja ingin melihat keadaanmu. Apakah kau baik-baik saja sayang?" ucap Tuan Abigael. Suaranya terdengar begitu lembut. Perlahan tapi pasti. Tuan Abigael mendekati Aluna. Tanpa peduli tatapan tak bersahabat tengah ditujukan kepadanya. "Kenapa ayah bisa tau aku ada disini? Tunggu dulu. Ini rumah siapa ayah?" tanya Aluna. Tiba-tiba saja rasa penasaran muncul dibenak Aluna. Saat kesadarannya telah pulih sepenuhnya. "Kau saat ini sedang berada di rumah Tuan Angga," jelas Tuan Abigael. Aluna tertegun mendengar pernyataan sang ayah. Apa yang sebenarnya terjadi? Sederet pertanyaan memenuhi isi kepala Aluna. Seingatnya sebelum tertidur, dirinya merasa sedang didalam sebuah mobil. Aluna baru teringat akan sesuatu yang mengganjal pikirannya sedari tadi. Ingatannya berputar tentang sederet kejadian bersama Angga yang memperkenalkan diri sebagai Wijaya. Pikirannya mulai menerka-nerka. Apa jangan-jangan Wijaya adalah suruhan dari keluarga Kusuma?Mengingat dia turut menghadiri acara pernikahan yang telah dihancurkan oleh Aluna di rumah ayahnya. 'Ternyata Tuan Wijaya adalah suruhan dari keluarga Kusuma. Pantas saja aku bisa berada disini. Ternyata mereka cukup licik. Dan sekarang aku benar-benar terjebak. Sial!' batin Aluna dalam hati. Aluna segera beranjak dari kasur busa yang empuk. Dengan langkah pasti Aluna berusaha abai saat berhadapan dengan sang ayah. Namun, saat Aluna ingin pergi, tangan besar Tuan Abigael menghalangi langkahnya. "Tunggu Aluna! Kau mau kemana?" sergah Tuan Abigael. Sembari mencengkeram kuat lengan Aluna. "Aku mau pulang!" "Aluna, dengarkan dulu ayah baik-baik. Bukankah kita sudah sepakat. Sebelum Alana kembali, bantu saudara kembarmu untuk selesaikan pernikahan ini terlebih dahulu," bujuk Tuan Abigael. Namun Aluna sudah tidak peduli. Sudah cukup karena sang ayah kehidupannya berubah menjadi sengsara. Hidup di desa terpencil. Hanya berdua dengan sang ibu. Bahkan ayahnya yang terkenal kaya selama ini, tidak sedikitpun mau memberikan uang kepadanya. Bahkan hanya sekedar bertukar kabar. Ayahnya tidak memberi kesempatan. "Maaf ayah. Kau tidak seharusnya mengorbankan diriku. Kita tidak tau sampai kapan Alana akan kembali kesini," keluh Aluna. "Putriku yang baik, ayahmu ini sudah mengirimkan beberapa orang untuk mencarinya. Kau hanya berpura-pura disini selama beberapa hari. Kau boleh pergi saat Alana kembali," rayu Tuan Abigael lagi. "Bagaimana bisa aku berpura-pura? Sedangkan Alana adalah wanita anggun yang jenius. Sedangkan aku, aku hanyalah seorang wanita biasa yang hidup di perkampungan dan hanya memiliki keahlian dalam bidang olahraga. Bagaimana jika mereka nanti curiga kepadaku ayah. Harusnya kau memikirkan hal itu!" Tangis Aluna pecah. Rasa sakit ditubuhnya akibat demam masih terkalahkan oleh rasa sakit dihatinya yang tercipta oleh ayahnya sendiri. Selama ini Aluna tidak pernah marah kala sang ayah tidak mau bertemu padanya. Aluna selalu menyayangi sang ayah dengan tulus. Dia akan menunggu waktu yang tepat. Waktu dimana sang ayah tidak terlalu sibuk. Agar dirinya bisa bertemu walau hanya sekejap. Akhirnya pertemuan yang ditunggu selama ini pun terwujud. Namun ekspektasinya terlalu tinggi. Dia berharap ayahnya tulus ingin bertemu. Ternyata ada niat terselubung yang tersimpan rapi didalamnya. Bodohnya Aluna tidak menyadari hal ganjil itu. Dan polosnya dia malah menerima begitu saja permintaan sang ayah. Hingga harus mengorbankan masa depan Aluna. "Kau harus tetap tinggal Aluna. Aku mohon padamu. Aku berjanji tidak akan lama," pinta Tuan Abigael. Suaranya terdengar memelas. "Akhirnya aku tau, mengapa ibu meminta cerai denganmu. Kenapa aku harus memiliki ayah sepertimu," ucap Aluna dengan suara tertahan. "Kau boleh membenciku. Tapi kau harus memikirkan kebahagiaan Alana. Mulai sekarang, kau adalah Alana Putri," ucap Tuan Abigael. Tangannya merogoh saku celana. Mengambil sebuah kartu indentitas. Milik Alana, kembaran dari Aluna. Setelah itu menyodorkan kepada Aluna. Aluna meraih kartu identitas tersebut dengan kasar. Sejenak melihatnya. Lalu membuangnya tepat didepan sang ayah. "Jangan selalu menggunakan Alana untuk mengancam ku," tolak Aluna. Dadanya naik turun dengan napas memburu. "Alana selalu menjagamu. Dan sekarang waktunya kau membalas budi baiknya. Kalau begitu aku pergi dulu," ucap Tuan Abigael. Dia segera berbalik dengan cepat. Bergegas menuju pintu. Sembari menutupnya dengan kencang hingga Aluna terlonjak. Rahang Aluna mengeras. Tangannya terkepal erat hingga buku-bukunya memutih. Giginya saling bergesekan menandakan emosinya mulai tidak terkontrol. Aluna mengambil langkah besar. Berniat untuk menyusul sang ayah. Dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Akan tetapi, baru saja Aluna membuka pintu, dirinya terhenyak kaget hingga terhuyung ke belakang. Mulutnya terbuka hingga membentuk huruf O. Terlihat dihadapannya seorang pria berdiri tegak. Pria yang memiliki postur badan tinggi dan gemuk. Memakai setelan kemeja lengkap dengan dasi kupu-kupu. Sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Dan melipat tangan ke belakang. 'Astaga! Siapa lagi ini?'Pria tersebut menyambut Aluna dengan senyuman terbaiknya. Aluna masih mematung. Pandangannya tak teralihkan dari pria tersebut. Hingga suara bariton pria misterius itu akhirnya memecahkan suasana."Halo Nona,""Siapa Anda?" tanya Aluna."Saya adalah pelayan terbaik di keluarga Kusuma. Saya sudah 20 tahun mengabdi. Perkenalkan nama saya adalah James," ucap James yang merupakan pelayan yang ditugaskan mengawasi Aluna."Oh baiklah. Salam kenal James. Kalau begitu saya pergi dulu," jawab Aluna. Namun saat ingin keluar, James menghentikan langkahnya."Eh, Nona kau tidak boleh kemana-mana. Aku sudah diperintahkan oleh Tuan Angga untuk menjagamu disini. Tolong kerjasamanya," pinta James.Aluna mengerutkan dahi. Wajahnya berubah menjadi kesal. Setiap ingin pergi ada saja halang dan rintangan yang harus dilalui."Dasar tidak tau diri majikan kalian itu! Sudah ingin memaksaku menikah dengannya. Dan sekarang dia mau memenjarakanku dirumahnya. Dasar keparat!" umpat Aluna."Maaf Nona. Saya hanya
Angga menyambar jas yang tergantung di kursi. Memakainya dengan cepat. Sembari berjalan menuju parkiran. Langkahnya tergesa. Dengan cepat diraihnya kunci mobil yang ada di saku celana. Setelah masuk, segera saja Angga menyalakan mobil. Dan melaju meninggalkan area perusahaannya. Menekan pedal gas dengan kuat. Tatapannya tajam dan serius. Seolah siap menerkam siapa saja yang menganggunya. Tak terasa matahari telah berganti dengan rembulan malam. Bintang bertebaran di angkasa. Suasana malam yang semakin sunyi. Tak menyurutkan ambisi Aluna. Untuk terbebas dari belenggu yang diciptakan oleh sang ayah. "Akhirnya aku bisa terbebas juga dari rumah terkutuk itu. Aku harus segera pergi sejauh mungkin dari sini," monolog Aluna pada dirinya sendiri. Akan tetapi, kesenangannya tak berlangsung lama. Semakin jauh mobil yang dikendarai. Semakin dalam juga Aluna terjebak di daerah yang sepi. Didominasi oleh pepohonan rindang yang ada di samping kanan dan kiri. Tanpa satupun rumah lagi yang didap
"Aku Wijaya. Begitu cepat kau melupakan aku." Ya, pria tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Angga Wijaya Kusuma. Dengan hanya bermodalkan GPS, gampang sekali baginya menemukan titik lokasi Aluna. Dan disinilah dia berada. Dihadapan calon istrinya yang sedang ketakutan. "Benarkah?" tanya Aluna memastikan. Aluna mendekati Angga. Meraba setiap inci wajah Angga. Rabun ayam membuat Aluna kesulitan melihat dalam suasana gelap. "Baiklah. Bagian mana lagi yang ingin kau sentuh Nona?" tawar Angga. Aluna segera menarik tangannya dengan cepat. Wajahnya merah padam menahan malu. Untung suasana sedang gelap. Sehingga Angga tidak menyadari perubahan wajah Aluna. "Maaf Tuan Wijaya. Saya hanya ingin memastikan saja. Soalnya saya punya riwayat rabun ayam. Sehingga tidak bisa melihat dengan jelas saat gelap," ucap Aluna. Sambil mengatupkan kedua tangan. Sebagai permohonan maaf. "Baiklah. Ayo segera masuk ke dalam mobil," perintah Angga. Sebelum pergi, Angga menelpon anggotanya untuk menj
Aluna berjalan gontai menapaki anak tangga. Menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Suasana rumah tersebut sudah sepi. Hanya ditemani oleh lampu ruang tengah yang temaram. Setelah tiba di kamar, Aluna segera membersihkan diri. Dibukanya lemari pakaian yang cukup besar. Membuat matanya yang mengantuk menjadi segar. Woah! Menakjubkan. Isi didalamnya sudah tertata rapi berbagai jenis pakaian wanita yang terlihat mahal. 'Ternyata Tuan Angga cukup baik' gumamnya dalam hati. Diraihnya satu gaun tidur satin berbahan tipis. Selesai mandi, Aluna merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur empuk tersebut. Beberapa potongan kejadian yang baru saja dialaminya seakan menari-nari dikepala. Hingga membuat matanya sulit terpejam. 'Jika aku mengatakan yang sebenarnya, bagaimana dengan ayah dan Alana? Jika aku tidak mengatakannya, bagaimana jika ketahuan,' gumam Aluna dalam hati. Kebingungan tengah melanda pikirannya. Aluna merasa sedang dalam posisi yang serba salah. Maju kena, mundur pun kena
Aluna menelan ludah dengan susah payah. Entah mengapa perasaan takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "A-aku masih memiliki impian. Aku tidak ingin menikah muda. Dan asal kau tahu, aku memacari pria liar. Aku lari dari pernikahan karenanya," ucap Aluna dengan terbata-bata. Aluna benar-benar gugup saat ini. Dia sengaja memberikan bumbu kebohongan agar Angga segera melepaskannya. Angga terhenyak kaget. Perkataan Aluna benar-benar diluar dugaan. "Apa? Pria liar?" "Iya Tuan. Ahh!" Pekik Aluna saat Angga mendorongnya tanpa aba-aba hingga tubuhnya jatuh terpental di kasur. Dengan posisi terlentang. "Apa yang kamu lakukan Tuan?" "Apakah dia liar sepertiku?" tanya Angga. Angga menindih tubuh Aluna. Hatinya mendadak panas saat Aluna mengatakan pria liar kepadanya. Mata Angga mulai diselimuti kabut. Angga tidak peduli kondisi tubuh Aluna yang sudah be
Disebuah bar yang paling terkenal di Kota London, terlihat seorang pria yang tampak kacau. Rambutnya berantakan. Kantung matanya menghitam, tanda kekurangan tidur. Serta sorot mata yang kosong menatap lurus ke depan. Diiringi musik kencang yang cukup mendebarkan dada. Pria itu adalah Angga. Ditemani segelas wine beralkohol yang aromanya menyengat. Angga meneguk secara kasar. Setiap kali minuman yang ada ditangannya habis, Angga meminta Leon untuk mengisi kembali dari botol wine yang tinggal sisa seperempat ke dalam gelasnya. Terlihat dua insan sepasang kekasih baru datang. Duduk di bangku sofa yang jaraknya tidak terlalu jauh dari hadapan Angga. Seketika pandangan Angga menatap nanar ke arah sepasang kekasih itu. Mereka tidak segan untuk saling bercumbu di depan umum. Membuat Angga yang sedang dalam pengaruh alkohol, membayangkan bahwa wanita itu adalah Aluna—calon istrinya, bersama dengan pria liar.
Angga termangu beberapa saat. Memandangi layar ponselnya yang terus menimbulkan getaran. Pertanda bahwa Aluna tidak menyerah begitu saja. Ketika panggilannya diabaikan oleh Angga. Terlihat wajah Angga tidak seperti biasanya. Matanya memancarkan setitik api kemarahan. Namun Leon tidak ingin ikut campur terlalu dalam, dengan apa yang saat ini tengah menimpa bosnya itu. Akan tetapi, segudang rasa penasaran terus datang menghampiri Leon. Saat dia tau bahwa yang menghubungi sang bos adalah calon istrinya. Mengambil sikap tegak dan penuh keberanian, Leon berusaha mencairkan situasi yang mulai memanas seperti berada dalam kobaran api. Dengan keringat bercucuran, padahal malam hari ini sangat dingin. Leon akhirnya berani memecahkan suasana. . "Kalian sebentar lagi akan segera menikah dan hidup bersama. Akan ada kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Jelaskan saja pada Nona Alana apa yang kau inginkan, semuanya pasti
Aluna berdiri dengan tangan bersedekap. Tepat di depan Angga. Tatapannya sangat mengintimidasi. Terlintas suatu ide cemerlang dikepala Aluna. Membuat satu tarikan senyuman pada bibirnya. "Sekarang kau akan berguna," ucap Aluna seraya tersenyum licik, ke arah ponsel yang berada dalam genggamannya. Aluna berniat menjebak Angga yang dikira Wijaya itu. Dengan berbekal ponsel pemberiannya, Aluna akan membuat suatu fitnah keji seolah Angga yang dikira Wijaya, adalah pria liarnya. Aluna membuka ponselnya, mencari fitur kamera. Setelah itu ditariknya tubuh Angga perlahan, agar dalam posisi duduk. Dengan bersusah payah, hingga berulang kali Angga terjatuh dan kepalanya terbentur pinggiran sofa. Akhirnya Aluna berhasil juga. Angga yang sedang dalam keadaan mabuk, tidak sadar tengah diperlakukan tidak baik oleh Aluna. Aluna menarik paksa Angga hingga jatuh kedalam pelukannya.
"Dia saat ini ada di Brick Lane, pergilah jemput dia!" suruh Arya."Baiklah kak, terima kasih. Karena kamu sudah kembali lagi ke London, pergi dan temuilah ayah. Dia pasti sangat merindukanmu," saran Angga.Sontak saja perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Angga, membuat Arya mendengus geli."Apakah kamu pikir pak tua itu masih ingin melihatku? Baiklah, jangan memikirkan tentang masalahku. Ayo kita minum nanti setelah kamu menjemput gadis itu. Aku yakin saat ini kamu sedang terburu-buru. Cepatlah pergi!" suruh Arya. Tanpa menjawab perkataan kakaknya, Angga menganggukan kepala dengan cepat, seraya bergegas menuju mobilnya untuk pergi menjemput Aluna di Brick Lane. Arya hanya menatap kepergian sang adik hingga mobilnya hilang saat di persimpangan jalan. Seraya tersenyum penuh arti.****Saat Angga tiba dikawasan Brick Lane, matanya memicing saat tak sengaja melihat Aluna sedang berjalan terseok-seok. An
Aluna mendengus kesal. Lantaran Arya menghentikan mobilnya secara mendadak. "Apakah kamu tau jika berhenti mendadak seperti ini sangat berbahaya!" ucap Aluna, wajahnya terlihat tertekuk. Arya menghela napas berat. Dia mulai sadar bahwa gadis yang ada dihadapannya bukanlah Alana. Namun Arya tetap berpura-pura menganggap bahwa Aluna itu adalah Alana."Alana, dengar baik-baik. Aku peringatkan kepadamu, aku tidak peduli siapa pria liarmu. Tapi caramu saat ini bertindak hanya akan mempermalukan keluarga Kusuma. Jika kamu terus bertingkah aneh dengan pria liarmu itu, aku akan memastikan, bahwa kalian berdua akan mati dengan sangat buruk, mengerti!" ucap Arya dengan sorot mata yang tajam. Suaranya terdengar berat dan penuh penekanan. Tenggorokan Aluna tercekat. Hingga membuatnya kesusahan untuk menelan salivanya. Lidahnya terasa kelu. Saat Arya yang dipikirnya adalah Angga, memberikan ancaman kepadanya. "A-aku...""Turunlah sekarang
Aluna terpaku, saat seseorang yang bertabrakan dengannya barusan menyebut nama kembarannya—Alana. Rasa penasaran yang tinggi, membuat Aluna membalikkan tubuhnya ke arah belakang. Aluna termangu, saat melihat seorang pria tampan mengenakan jubah tengah menatapnya dengan intens. Kerutan samar tercipta dikening Aluna. 'Apakah dia Tuan Angga? Dia sedikit tua, tapi tampan,' batin Aluna menerka-nerka. Netranya sibuk meneliti sosok pria didepannya, dari atas ke bawah, begitu sebaliknya. "Alana, kenapa kamu keluar dengan pakaian seperti ini?" Sontak saja perkataan pria yang diduga sebagai Angga oleh Aluna, membuatnya tercengang. "Apa ada yang salah dengan pakaianku?" tanya Aluna balik. Sambil melihat pakaiannya yang terlihat biasa saja, menurutnya. Saat ini Aluna memakai kaos oblong, dipadukan dengan celana jeans. Serta membalut tubuhnya dengan jaket berbulu. "Ikutlah denganku," ajak pria asing itu, sambil meraih lengan Aluna. Tanpa sengaja netranya melihat Angga, tengah
"Dimana kau bertemu dengannya?" tanya Angga.Angga tidak sabar ingin mendengar jawaban yang keluar dari mulut Aluna. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat Aluna menghembuskan napas berat."Tadi malam dia menemuiku sewaktu dikamar. Tiba-tiba lampu padam begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk begitu saja ke kamar ku. Dan kami terlibat percakapan kecil. Aku tak bisa melihat wajahnya dalam keadaan gelap. Tapi yasudahlah. Sebentar lagi juga aku akan bertemu dengan dia lagi. Kali ini aku akan tau wajahnya seperti apa," terang Aluna. Menjelaskan secara rinci perihal pertemuannya dengan calon suaminya.'Seandainya kau tahu saja. Bahwa yang disampingmu ini adalah calon suamimu yang sedang kau tunggu-tunggu,' batin Angga. Sambil menyunggingkan senyuman samar."Saat kamu bertemu dengannya nanti, tolong katakan padanya, bahwa kamu adalah pacarku. Agar dia segera memutuskan rencana pernikahan ini. Aku yakin Tuan Angg
Satu pesan masuk ternyata dari Angga yang mengaku sebagai Wijaya. Setelah membalas pesan tersebut, Aluna segera bersiap-siap. Sebelum keluar, Aluna mematut dirinya dikaca rias yang ada dikamarnya tersebut. Seulas senyuman terbit dari bibirnya yang tipis dan berwarna pink. Aluna hanya memakai bedak padat, dipadukan dengan lipbalm. Semakin menambah kecantikan alami yang tercipta diwajahnya. Aluna berjalan keluar dari kamar. Bergerak perlahan menuruni anak tangga. Sesekali matanya menatap awas. Takut bila James—pelayan rumah Angga, memergokinya keluar dengan seorang pria. Karena Angga sudah memberikan perintah kepada James, agar jangan memberikan Aluna kebebasan untuk keluar dari rumah tanpa seijinnya. Saat Aluna sudah menuruni anak tangga yang terakhir, tiba-tiba suara seseorang disampingnya membuat Aluna terlonjak kaget. "Mau kemana Nona?" "Astaga! James! Kau benar-benar ingin membuatku mati ya!" pekik Aluna sembari mengelus dadanya yang berdebar cukup kencang, lantaran terkejut.
Terlihat beberapa potret dirinya bersama dengan Aluna yang membuat Angga terkejut. Akhirnya Angga tau, apa yang dilakukan oleh calon istrinya sehingga membuat tubuhnya terasa remuk redam."Akhirnya aku tau bagaimana kamu menjagaku tadi malam," ungkap Angga."Hehe maafkan aku. Aku tau, jika kamu berada di pihak yang sama dengan calon suamiku yang tua dan jelek itu. Bayangkan saja bagaimana ekspresinya saat melihat foto-foto itu," ucap Aluna. "Pastinya dia akan sangat marah," sela Angga.Angga tersenyum simpul. Dia akan mengikuti alur dari permainan Aluna. Sehingga Aluna akan terjebak dalam permainannya yang dibuat sendiri. Angga pastikan, bila Aluna akan menerima pernikahannya dengan senang hati."Tepat sekali. Aku tau kamu adalah orang yang sangat pengertian dan baik. Aku akan berterus terang kali ini. Aku berbohong kepada Tuan Angga dengan mengatakan bahwa aku sudah memiliki seorang pria liar. Aku ingin menjadikan itu sebagai sebuah ala
Ya, Angga saat ini berada di apartemen milik Leon. Sejak peristiwa tadi malam. Leon memutuskan membawa bosnya untuk pulang ke apartemennya. Leon hanya menghela napas berat. Saat Aluna pergi begitu saja, meninggalkan Angga tanpa beban, setelah puas mengambil potret dirinya dengan Angga. "Leon, bangunlah. Hei!" Angga berusaha membangunkan Leon yang tertidur pulas. Hingga suara dengkuran halus terdengar ditelinga Angga. Namun, sudah berkali-kali Angga memanggilnya untuk bangun, tetapi Leon seperti menulikan telinganya. Disebabkan kantuk yang mendera. Angga yang kesal segera melemparkan bantal tepat ke kepala Leon. Membuat Leon seketika terkejut dan langsung bangun dengan posisi terduduk. Leon memegangi kepalanya yang pusing. Rasanya baru sebentar dia tertidur. Tetapi, sudah mendapatkan gangguan dari bosnya. Kesadaran Leon perlahan mulai pulih. Seketika mendongakkan kepala melihat bosnya sudah terbangun. "Bos
Aluna berdiri dengan tangan bersedekap. Tepat di depan Angga. Tatapannya sangat mengintimidasi. Terlintas suatu ide cemerlang dikepala Aluna. Membuat satu tarikan senyuman pada bibirnya. "Sekarang kau akan berguna," ucap Aluna seraya tersenyum licik, ke arah ponsel yang berada dalam genggamannya. Aluna berniat menjebak Angga yang dikira Wijaya itu. Dengan berbekal ponsel pemberiannya, Aluna akan membuat suatu fitnah keji seolah Angga yang dikira Wijaya, adalah pria liarnya. Aluna membuka ponselnya, mencari fitur kamera. Setelah itu ditariknya tubuh Angga perlahan, agar dalam posisi duduk. Dengan bersusah payah, hingga berulang kali Angga terjatuh dan kepalanya terbentur pinggiran sofa. Akhirnya Aluna berhasil juga. Angga yang sedang dalam keadaan mabuk, tidak sadar tengah diperlakukan tidak baik oleh Aluna. Aluna menarik paksa Angga hingga jatuh kedalam pelukannya.
Angga termangu beberapa saat. Memandangi layar ponselnya yang terus menimbulkan getaran. Pertanda bahwa Aluna tidak menyerah begitu saja. Ketika panggilannya diabaikan oleh Angga. Terlihat wajah Angga tidak seperti biasanya. Matanya memancarkan setitik api kemarahan. Namun Leon tidak ingin ikut campur terlalu dalam, dengan apa yang saat ini tengah menimpa bosnya itu. Akan tetapi, segudang rasa penasaran terus datang menghampiri Leon. Saat dia tau bahwa yang menghubungi sang bos adalah calon istrinya. Mengambil sikap tegak dan penuh keberanian, Leon berusaha mencairkan situasi yang mulai memanas seperti berada dalam kobaran api. Dengan keringat bercucuran, padahal malam hari ini sangat dingin. Leon akhirnya berani memecahkan suasana. . "Kalian sebentar lagi akan segera menikah dan hidup bersama. Akan ada kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Jelaskan saja pada Nona Alana apa yang kau inginkan, semuanya pasti