"Mami ke mana saja, katanya pulangnya tidak lama-lama..."
Cassel memeluk tubuh Dalena dengan erat, anak itu berada dalam gendongan Dalena dengan tangis sesenggukan."Mami harus kerja Sayang, maafkan Mami ya nak," bisik Dalena mendekap tubuh kecil Cassel."Besok Mami jangan pergi lagi, temani Cassel pokoknya!" seru anak itu meremas punggung Dalena."Iya Sayangku."Dalena berada di kediaman barunya, ia membeli sebuah rumah di kawasan perumahan mewah. Bahkan Dalena juga mendatangkan pengasuh Cassel yang di London untuk menemani putra kecilnya ini.Dalena mengusap rambut tebal hitam milik Cassel dan mata indahnya sudah tidak mampu terbuka."Ngantuk ya Sayang, bobo sama Mami yuk," ajak Dalena mengusap pipi gembil putranya.Anak itu mengangguk, ia meletakkan kepalanya di pundak sang Mama dan memejamkan Kedua matanya.Langkah kaki Dalena terhenti saat ia mendengar deringan ponsel miliknya."Thom," lirih Dalena. "Halo, Tuan...""Tolong kirimkan alamat rumahmu. Raccel mengamuk mencarimu sekarang, ini perintah Tuan Damien!" tegas Thom pada Dalena.Wajah wanita itu menjadi bingung seketika, di satu sisi Cassel masih sesenggukan dalam pelukannya. Di balik panggilan itu terdengar suara jeritan-jeritan tangis Raccel yang begitu keras, Raccel sungguh mengamuk."Dalena..." Thom memanggilnya lagi."Tuan, bisakah kau memberiku waktu satu atau dua jam lagi, aku... Aku mengurus sesuatu yang penting!" seru Dalena."Baiklah. Kirimkan alamat rumahmu, aku akan menunggumu sampai satu jam!"Dalena tidak bisa membantah, panggilan itu langsung dimatikan oleh Thom.Gegas ia membawa putranya masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuh Cassel perlahan-lahan."Tidur Sayang...""Emmm, jangan pergi Mami," rengek anak itu memegangi ibu jari Dalena."Tidak nak, tidak," bisik Dalena mengelus-elus lembut punggung sang putra.Tak lama kemudian Cassel tertidur. Barulah Dalena beranjak perlahan-lahan dari atas ranjang.Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Rasa lelahnya hari ini tidak Dalena rasakan selama ia menjaga dua buah hatinya."Ya Tuhan, Raccel juga mengamuk!" seru Dalena menyahut jaketnya dan berjalan keluar kamar.Lizi, pengasuh Cassel berdiri di depan pintu. Gadis muda berusia dua puluh tiga tahun itu sudah seperti adik untuk Dalena."Nona mau pergi lagi?" tanya Lizi.Dalena mengangguk. "Aku titip Cassel, kalau dia bangun berikan susu vanila yang di box putih ya, Lizi...""Baik Nona."Tanpa menunggu apapun, Dalena berlari keluar dari dalam rumah dengan sangat terburu-buru.Pagar gerbang rumah terbuka, kaki Dalena melangkah lebar dan cepat menuju ke jalanan depan. Hingga ia menemukan sosok Thom yang kini terkejut menatapnya."Ada apa? Kenapa kau berlari?" tanya laki-laki itu."Sudah ayo cepat antarkan aku ke tempat Raccel!" pekik Dalena cemas.Thom dengan raut penasarannya, ia langsung masuk ke dalam mobil dan segera membawa Dalena.Di dalam mobil wajah cemas wanita ini tak sudah-sudah. Thom pun baru menyadari alasan kenapa Raccel memilih pengasuh ini, karena Dalena terlihat jelas sangat menyayangi Raccel.**"Nanny Dalena, hiks... Nanny.. "Dalam gendongan Damien, anak perempuan itu menangis sampai tubuhnya lemas dan pucat."Nanny," rengeknya menangis lagi."Ck! Ke mana Thom?! Lama sekali dia?!" amuk Damien kesal. Sudah satu jam ia memerintahkan Thom menjemput Dalena, tapi belum juga kembali."Daddy, mana Nanny-nya Raccel. Ihhh... Daddy dengarkan Raccel tidak, sih?!" teriak anak itu menarik-narik kemeja Damien sambil terus menangis."Ya ampun Sayang, jangan begini nak. Iya Nanny masih dijemput Paman Thom, tenang Sayang, nanti Raccel pusing lagi," bisik Damien mengusap pipi Raccel.Barulah pintu gerbang depan terbuka. Mobil hitam milik Damien masuk ke dalam pekarangan.Dalena keluar dari mobil lebih dulu, raut wajahnya sangat panik dan khawatir melihat Raccel menangis sekuat itu."Raccel!" pekik Dalena berlari ke arahnya."Nanny Dalena..." Anak itu menangis mengulurkan kdua tangannya cepat-cepat.Dalena langsung mendekap tubuh kecil Raccel dengan sangat erat. Menyembunyikan kepala Raccel dalam ceruk lehernya yang hangat dan menutup tubuh Raccel dalam balutan mantel tebal yang ia pakai.Damien terpaku, tindakan Dalena persis seorang Mama yang merebut putrinya dari gendongan orang lain. Tangisan Raccel pun lenyap seketika."Nanny jangan pulang hiks... Raccel sedih," lirih anak itu memeluk leher Dalena."Tidak Sayang, Nanny akan di sini temani Raccel ya Sayang ya," bisik Dalena mengusap punggung Raccel.Tanpa diminta masuk, Dalena langsung membawa Raccel berlalu ke dalam rumah.Damien menghela napasnya panjang dan merasa lega seketika begitu putrinya sudah tenang.Langkah Dalena membawa Raccel duduk di sofa, ditangkup kedua pipi Raccel dengan lembut dan mengecupnya dengan lancang, namun anak itu tidak protes sama sekali.Damien pun terheran-heran melihatnya, dari para pelayan, penjaga, hingga Thom yang sesekali melirik Damien. Pemandangan ini sama sekali sulit untuk diduga-duga."Dalena, ini gendongannya," ujar Pelayan Mery memberikan gendongan milik Raccel. "Mau aku bantu?""Tidak usah Bi, aku bisa sendiri."Dalena memasang gendongan berwarna kuning cerah dan menggendong Raccel dengan mudahnya dengan posisi seperti koala."Raccel mau minum susu vanila!" seru bocah cantik itu menunjuk botol minumnya."Bibi buatkan ya Non...""No! Mau Nanny Dalena yang buatkan!" teriak Raccel marah.Dalena mengangguk meraih botol di tangan Mery. Pelayan itu menunjukkan jalan menuju dapur.Damien terus mengawasi pengasuh baru putrinya tersebut. Bahkan kini Raccel sudah tersenyum, menangkup kedua pipi Dalena sesekali mengecupnya."Kenapa memberi beberapa sendok, apa itu tidak kebanyakan?" tanya Pelayan Mery pada Dalena.Dalena tersenyum. "Kan ini memang sudah takarannya. Kalau Raccel kenyang, dia akan cepat mengantuk dan beristirahat. Dia menangis cukup lama, kalau tidak segera istirahat nanti kepalanya sakit.""Oh, begitu ya..."Raccel memperhatikan Dalena yang membuatku susu vanila untuknya.Sungguh rasa bahagia menyeruak di hati Raccel, dia merasa dilayani oleh Mommy-nya sendiri."Nanny besok buatkan susu cokelat buat Raccel," pinta anak itu."Iya Sayang, besok Nanny buatkan lagi. Ini ayo diminum, terus Raccel bobo ya..."Anak itu menerima botol yang Dalena berikan, dia memberikan kecupan di pipi Dalena dengan manis, juga menyandarkan kepalanya di dada Dalena seraya meminum susu vanila yang hangat.Dengan mesra wanita itu terus menimang Raccel dalam gendongannya. Mengelus kening Raccel dan bersenandung kecil seperti sebuah mantra hingga botol yang berada di tangan Raccel terjatuh."Dia sudah tidur?" Damien mendekat."Sudah Tuan, Raccel mengantuk dan mencari saya, jadi dia terus rewel. Kalau malam, tolong tambahkan takaran susu formulanya sesuai anjuran, apalagi kalau Raccel susah makan. Kalau minum susu sampai kenyang, dia akan tertidur pulas."Damien menatap wajah cantik Dalena yang sangat perhatian. Sekelebatan Damien membayangkan andai wanita ini sosok Mama kandung Raccel.Perasaan tak menentu setelah dia melihat semua aksi Dalena menyelamatkan Raccel yang mengamuk hingga kembali tertidur lelap."Menginaplah di sini, tolong jaga putriku. Aku akan memberikanmu upah dua kali lipat!" pinta Damien.Senyuman tipis terukir di bibir Dalena."Terima kasih atas tawaran Tuan, tapi ada sesuatu yang harus saya urus di rumah, jadi saya tidak bisa full menjaga Raccel.""Aku akan menaikkan upahmu lima kali lipat, Dalena!" seru Damien dengan keras kepala.Tetap Dalena menggelengkan kepalanya. "Maaf Tuan, saya tidak bisa. Bukan perkara uang, tapi... Tapi saya punya tanggungan besar yang saya tinggalkan. Saya permisi menidurkan Raccel, selamat malam Tuan Damien..."Mata tajam Damien menatap punggung Dalena yang menjauh. Ia mengepalkan tangannya kesal, baru kali ini ada seorang wanita yang menolak perintah dan permintaannya."Sesuatu hal penting yang dia tinggalkan? Apa yang sebenarnya dia tinggalkan di rumahnya sampai berani menolak perintahku?! Wanita itu... Membuatku penasaran!"Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela