Share

BAB 8. PERTEMUAN DAMIEN DAN BABY CASSEL YANG MENANGIS

Kedua mata Dalena terbuka perlahan, udara hangat kamar Raccel membuat wanita itu langsung terbangun.

Menyadari dirinya meninggalkan Cassel. Tapi di sampingnya kini ada Raccel yang tertidur pulas.

"Ya Tuhan, sudah pagi!" seru Dalena tanpa suara.

Dia menepuk keningnya saat mengetahui jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Gegas Dalena menyahut mantel tebalnya dan kembali mendekati Raccel yang masih tertidur.

"Sayang, Mami pulang ya nak... Raccel jangan menangis lagi ya, Sayang," bisik Dalena begitu lirih gak bersuara.

Dalena mengecup pipi gembil anak perempuannya dan kembali menyelimuti tubuh mungil Raccel dengan hangat.

Perlahan tanpa suara Dalena keluar dari dalam kamar Raccel. Langkahnya menuju ke lantai satu, namun Dalena tersentak saat ia mendapati Damien duduk di sofa ruang tamu.

"Selamat pagi, Tuan," sapa Dalena menundukkan kepalanya.

"Heem. Mau ke mana kau?" tanya Damien tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Saya pamit pulang, nanti siang saya akan ke sini lagi," jelas Dalena.

Damien menutup laptopnya, ia mengangkat wajah dinginnya dan mata tajam laki-laki itu menghunus pandangan Dalena seketika.

"Aku ingin kau full mengasuh Raccel, saat anakku sudah kau rayu-rayu, kau jangan bermain-main dengan pekerjaan ini, Dalena!" seru Damien tajam.

Dalena menunduk dan meremas kedua telapak tangannya.

"Mulai besok saya akan full menjaga Raccel, Tuan. Tapi tolong berikan saya libur satu minggu dua atau sehari sekali, saya juga punya tanggungan yang besar."

"Tanggungan apa?! Harusnya kau tidak punya alasan dengan tanggunganmu itu!" sentak Damien marah.

Ingin sekali Dalena berteriak, kalau tanggungan yang dia maksud adalah Cassel, anak Damien juga!

Damien menyergah napasnya panjang melihat Dalena ketakutan. Laki-laki itu berlalu pergi meninggalkan Dalena sendirian di ruang tamu.

Dalena meremas tali tasnya. Air matanya menetes begitu saja mengingat sentakan Damien barusan, dia ingin Dalena selalu berada di samping Raccel, lalu bagaimana dengan Cassel?

"Dalena," panggil Thom padanya.

"Oh, Tu-Tuan..."

"Pulanglah, Tuan Damien sudah mengizinkanmu pulang. Kembalilah saat aku menghubungimu," ujar Thom.

Dalena mengangguk setuju. "Baiklah. Terima kasih, Tuan. Saya permisi," pamit Dalena.

Wanita itu berjalan melangkah keluar dari dalam rumah megah Damien.

Tanpa Dalena ketahui sosok Damien Escalante kini berdiri bersedekap di balkon lantai dua rumahnya menatap kepergian Dalena.

Tiap kali Damien berkontak mata dengan wanita itu, ia merasa familiar.

"Dalena Gabriella, aku seperti mengenalnya, tapi di mana? Kapan? Dan... Siapa sebenarnya wanita itu?"

**

Dalena berlari memasuki kawasan perumahan saat ia melihat di depan gerbang rumahnya ada Lizi bersama Cassel yang menunggunya.

Hal yang membuat Dalena tergopoh-gopoh adalah, Cassel yang sedang menangis. Anak itu langsung merentangkan kedua tangannya saat melihat sang Mami.

"Mami huwaa... Mamiku!" tangis Cassel keras-keras.

"Sayangku, Cassel-nya Mami tenang nak. Mami ada di sini," bisik Dalena menggendong Cassel dengan erat.

Segera Dalena mengajak Cassel masuk ke dalam rumah. Mendekapnya dengan hangat dan memenangkannya.

"Mami nakal hiks... Mami tinggalin Cassel. Mami tidak sayang Cassel lagi!"

"Mami kan sudah kembali nak, minum susu cokelat dulu ya Sayang, sambil gendong Mami ya?" Dalena menyahut gendongan milik Cassel dan menggendongnya.

Cassel menyandarkan kepalanya dan memeluk tubuh Dalena dengan erat. Rasa sedih menyeruak di hati Dalena, ia harus mengorbankan waktunya untuk Cassel demi mendapatkan Raccel.

Melihat wajah sedih dan tangisan Cassel seperti ini membuat Dalena tak tega.

"Minum susu cokelatnya, Sayang." Dalena memberikan botol minum berbentuk kepala rusa pada sang putra.

Tangisan Cassel terhenti, hal itu membuat Dalena menjadi tenang. Berkali-kali dia mengecupi wajah tampan Cassel.

"Nona Dalena," panggil Lizi, gadis itu mendekat. "Lebih baiknya sebelum Nona pergi lagi, ajak Cassel jalan-jalan sebentar. Sejak semalam Cassel menangis, sampai tetangga sebelah datang ke sini."

Mendengar hal itu membuat Dalena merasa tersayat-sayat, tak bisa ia bayangkan seperti apa tangisan Cassel.

"Aku juga kepikiran dengan Cassel. Tapi bagaimana, Lizi... Aku juga dibutuhkan oleh Raccel. Aku ingin mereka berdua bersatu, bertemu, dan bersama. Meskipun ini melelahkan untukku," ujar Dalena mengusap air matanya.

"Mami kok nangis?" tanya Cassel mendongak menatap wajah Dalena.

Seketika Dalena menunduk, dia mengecup ujung hidung Cassel.

"Tidak kok, Mami tidak nangis. Cassel-nya Mami jangan marah-marah lagi ya, Sayang. Setelah sarapan kita jalan-jalan ke game zone, bagaimana?"

"Setuju! Cassel mau!" pekik anak itu kesenangan.

Senyuman manis Dalena mengembang, ia mengecupi pipi Cassel dengan gemas dan segera mengajak putranya bersiap.

Seperti janjinya pada Cassel, kini Dalena mengajak putra kecilnya pergi ke sebuah pusat perbelanjaan.

Dalena menemani putranya bermain di arena game zone yang kebetulan tak terlalu ramai.

"Jangan nakal ya, Sayang. Mami duduk di situ, kalau haus Cassel tinggal ke Mami saja, okay?" Dalena merapikan rambut Cassel.

"Iya Mami. Cassel mau mandi bola di sana!" serunya tak sabaran.

"Iya Sayang. Hati-hati, Cassel!"

Bocah laki-laki pemberani, dia berlari masuk ke kawasan game zone yang tak terlalu ramai.

Dalena sungguh tidak mengetahui tentang satu hal saat ini. Dia duduk di sisi sebelah selatan, dan dibalik ruangan luas game zone sebelah utara ternyata ada seorang Damien Escalante mengajak Raccel pergi berjalan-jalan bersama di tempat yang sama.

Raccel bermain di dalam kawasan itu, sementara Daddy-nya duduk menunggu di bangku panjang sebelah utara.

"Daddy... Bye-bye!" teriak Raccel melambaikan tangannya.

Damien tersenyum dan membalas lambaian tangan Raccel.

"Jangan jauh-jauh, Princess!" pekik Damien.

"Siap Daddy!"

Awalanya Damien memperhatikan putrinya yang bermain perosotan dengan asik hingga tiba-tiba saja sebuah bola terlempar ke arah Raccel hingga membuat tubuhnya oleng dan terjatuh.

"Raccel!" pekik Damien dan Thom bersamaan.

"Aaaaa... Daddy!" teriak Raccel menjerit saat dia jatuh dari perosotan.

"Princess, kau tidak papa Sayang?" Damien langsung mengangkat tubuh Raccel.

Seorang anak laki-laki tampan seusia Raccel, manik mata cokelatnya tang teduh, tubuh mungilnya dibalut sweeter merah, dia mendekat mengambil bola besar di hadapannya.

Tatapan mata anak itu begitu teduh dan takut saat Damien menyorotinya tajam. Namun entah kenapa, raut wajah anak itu sangat mirip dengan Raccel, namun dia versi laki-laki.

"Anak nakal!" desis Damien lirih.

Bocah laki-laki itu berjinjit dan mengulurkan tangan mungilnya.

"Cassel minta maaf ya," ucapnya dengan tulus, seperti yang Maminya ajarkan.

"Kau membuat putriku menangis, dasar anak nakal! Mana Mama dan Papamu, hah?!" Damien menatapnya marah, karena Raccel kini menangis.

"Papi-nya Cassel..." Cassel tertunduk menggantung ucapannya seraya memeluk bola.

Kedua mata anak itu berkaca-kaca dan ingin menangis antara takut pada orang di depannya, dan pertanyaan di mana Papinya.

Detak jantung Damien seperti terhenti saat Cassel terisak dan menangis.

Cassel mengangkat wajahnya dan mata berairnya yang kini begitu sedih.

"Cassel tidak punya Papi," ucapnya terisak sedih.

Wajah menangisnya sangat persis dengan Raccel.

Thom pun terpana dengan ekspresi sosok anak kecil laki-laki di depan mereka. Sungguh, perpaduan wajah Damien ada pada raut wajah bocah tampan ini.

"Ayo pulang Dad... Raccel mau pulang! Tidak mau main lagi!" Raccel memberontak dalam gendongan Damien.

Damien pun melangkah pergi, namun dua langkah kakinya meninggalkan anak laki-laki mungil itu, sampai akhirnya langkah Damien kembali terhenti saat isak tangis Cassel kian menyesakkan hatinya.

"Cassel tidak punya Papi... Cassel juga mau punya Papi," lirih Cassel menangis sedih.

Cassel menjatuhkan bolanya dan terduduk menangis di sana hingga seorang penjaga mendatanginya dan mengantarkan Cassel keluar.

Perasaan Damien dipenuhi rasa bersalah, lagi dan lagi. Kenapa dia membentak anak itu? Kenapa ekspresinya sesedih itu? Bagaimana bisa wajah mereka sangat mirip? Bagaimana bisa?!

Damien masih menatapnya. 'Anak itu, kenapa begitu mirip sekali denganku dan Raccel?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status