Rahang Victor dan Elena seketika jatuh ke lantai. Mereka mengerjapkan mata karena tidak percaya dengan apa yang dilihat.
Ini memang kali pertama bagi Elena datang ke SweetSky, tapi tidak dengan Victor. Dia sudah sering ke sana, tapi belum pernah sekalipun dia melihat gelandangan masuk. Jangankan para gembel, orang dengan ekonomi menengah saja tidak berani. Mereka akan menjadi miskin setelah makan di sana.
Lantas kegilaan macam apa yang baru dilihatnya? Dia dan Elena bahkan masih tertahan di luar, bagaimana bisa gelandangan dibiarkan masuk?
Dada Victor turun naik seperti mau meledak. Dia berteriak di depan wajah penjaga, “Kenapa kamu mengizinkan mereka masuk?! Kamu ini dungu atau apa?!”
“Ada apa ini, Tuan Victor?” Seorang wanita berusia 40 tahunan dengan pakaian rapi menegur, di belakangnya penjaga mengikuti.
Victor menjadi sumringah. Mendengar manajer restoran tahu dan memanggil namanya, jelas Victor merasa bahwa dia bukan tamu biasa. Penjaga harus tahu itu!
“Nyonya Sisca, syukurlah anda segera ke mari. Jika tidak, mungkin aku sudah menghajar penjaga ini. Lihatlah, dia membiarkan para gembel masuk dan mengotori SweetSky. Jika hal ini sampai dilihat orang lain, jelas ini akan membuat reputasi restoran merosot.”
“Tapi anda jangan khawatir. Sebagai pelanggan khusus, aku akan tutup mulut. Aku tidak akan memberitahukan ini kepada para kolega dan teman-temanku dari kalangan atas. Hal memalukan ini akan menjadi rahasia.” Victor menjelaskan panjang lebar dengan dada membusung, mengira cukup pantas untuk disebut pahlawan penyelamat.
“Apa anda sudah selesai bicara?” Nyonya Sisca tersenyum sinis.
Victor tidak yakin dengan apa yang didengar. “Maaf?”
“Jika anda sudah selesai, silakan tinggalkan restoran ini. Tamu kami sudah datang.” Nyonya Sisca menunjuk ke dalam, ke arah rombongan yang membuat Victor dan Elena jijik. “Kami sangat sibuk dan tidak memiliki waktu untuk berdebat. Tamu-tamu lainnya pasti akan segera tiba juga.”
Elena tertawa mengira Nyonya Sisca sedang bergurau. Dia mengulurkan tangan untuk berkenalan. “Perkenalkan, aku Elena Moore, tunangan Victor Exton. Kami baru bertunangan tadi, dan sekarang akan melakukan makan malam romantis di sini.”
Nyonya Sisca hanya melihat tangan Elena tanpa berniat untuk menjabatnya. “Wow, selamat. Tapi maaf, seperti yang sudah dijelaskan penjaga, SweetSky telah disewa. Acara ini memang mendadak, tetapi kami sudah mengumumkannya di website, serta mengirimkan email pemberitahuan. Bukan bermaksud tidak ramah, tetapi kami tidak ingin membuat pelanggan VVIP tersinggung. Jadi, silakan merayakan pertunangan kalian di tempat lain.”
Mata Victor terbuka lebar. Keningnya berkeringat saat bertanya, “Pelanggan VVIP? Siapa orang yang anda maksud?”
Victor menjadi cemas karena tidak mendengar kabar apa pun tentang orang kelas atas yang menyewa seluruh SweetSky. Dia tidak tahu itu terjadi karena memang acara ini tertutup atau dia dianggap sudah tidak pantas lagi mendapat informasi sepenting itu.
Tepat saat manajer hendak menjawab pertanyaan Victor, suara yang tidak asing menyapa, “Selamat malam, Nyonya Sisca.”
Mereka kompak menoleh. Melihat kenampakkan orang yang menyapa, Victor dan Elena terbelalak. Dengan cepat Elena berteriak, “Jack?! Kenapa kamu ada di sini? Ya ampun, jangan-jangan kamu menguntitku!”
“Anda mengenal Tuan Jack?”
Victor menyahut, “Nyonya Sisca, tolong jangan memanggilnya ‘tuan’. Itu sungguh tidak pantas. Asal anda tahu, pria ini adalah tukang kebun di rumah tunanganku. Dia baru saja dipecat karena terobsesi dengan Elena dan sering melakukan hal gila.”
“Maaf?” Nyonya Sisca mengernyitkan kening.
Melihat raut kekesalan di wajah Nyonya Sisca, Jack menyela, “Aku datang untuk makan malam di sini. Dan kalian, kenapa ada di sini? Mau makan malam juga? Kenapa tidak langsung masuk dan malah berdiri di depan pintu?” Jack menatap tajam Victor dan Elena. Namun, di bibirnya masih tersungging senyum.
Jelas, ini di luar skenario!
Jack tidak tahu jika dua pengkhianat di hadapannya juga berencana untuk makan malam di SweetSky, seperti yang dulu selalu dia impikan. Dia tidak mengira jika akhirnya Elena datang ke restoran bintang lima ini dengan pria lain.
“I-itu bukan urusanmu! Kamu sendiri ke-kenapa berani makan malam di sini?! Apa kamu tahu, satu porsi makanan di sini lebih mahal dari seluruh ongkos yang dikeluarkan untuk berpenampilan sepertimu!” Elena balas mengejek sebab ucapan dan tatapan Jack mencederai harga dirinya.
“Oh, aku tahu, ini pasti karena silinder matamu semakin parah. Astaga, kacamatamu sudah sangat tebal, tetapi penglihatanmu sama buruknya dengan penampilanmu.” Elena melanjutkan.
“Stop! Jaga ucapanmu, Nona Elena! Bicaramu sudah melampaui batas. Tuan Jack adalah tamu kehormatan kami. Menghinanya sama dengan menghina kami.” Nyonya Sisca melerai dengan lantang.
Mulut Victor sempat terbuka lebar. Dia tidak menyangka manajer restoran akan menghardik Elena yang datang bersamanya hanya demi Jack yang tidak berguna. Dia protes, “Nyonya Sisca, tidak semestinya anda berbicara kasar kepada tunanganku!”
“Pertama, ajari tunangan anda berbicara. Kedua, cepat pergi dari sini atau aku akan meminta penjaga membawa paksa kalian.”
“Tenangkan diri anda, Nyonya Sisca.” Jack menengahi.
Dia melanjutkan, “Aku tidak ingin ada keributan yang tidak perlu di hari ulang tahunku. Dan, jika mereka ingin, biarkan mereka masuk untuk mengikuti acara amal ini, makan malam bersama orang tidak mampu.
Jack berbicara dengan sedikit berbisik, “Aku beritahu anda, biarpun mereka berpenampilan menawan, sesungguhnya hidup mereka sangat menyedihkan, hati mereka lebih miskin dari kata miskin itu sendiri.”
Nyonya Sisca menahan tawa, sedangkan Victor dan Elena yang juga mendengar itu menjadi merah wajahnya seperti kepiting rebus.
“Kurang ajar! Dasar pria miskin! Pecundang!” Victor memaki, tapi kemudian dia tersenyum mengejek, “Oh, aku mengerti, rupanya ini acara amal. Pantas saja kamu berani ke mari. Memang yang ada di kepalamu hanya makan gratis. Kamu mengharap bisa makan enak tanpa membayar.”
Elena menimpali, “Sungguh Jack, sebagai mantan istrimu, aku mulai khawatir. Kamu jadi pengangguran karena tunanganku memecatmu. Lalu, kamu terusir dan menjadi gelandangan. Dan sekarang, kamu ada di sini sebagai pengemis! Jack, kemunduran macam apa yang sedang menimpamu, hingga untuk makan saja kamu harus meminta-minta?!”
Sudah muak dengan celoteh Victor dan Elena, tanpa berkata lagi, Nyonya Sisca memberi isyarat pada dua penjaga untuk menyeret mereka pergi dari SweetSky.
“Nyonya Sisca, anda tidak bisa melakukan ini padaku. Anda akan menyesal!” Victor berteriak saat penjaga menarik tangannya untuk menjauh.
Demikian pula dengan Elena yang memekik, “Lepaskan! Lepaskan tanganku! Kalian pesuruh rendahan, tidak pantas menyentuhku!”
Dua penjaga tidak menggubris. Mereka menyeret Victor dan Elena hingga ke area parkir dan baru melepaskan cengkeraman di sana.
Elena kesal melihat penampilannya menjadi berantakan. Dia mengibaskan bekas cengkeraman tangan penjaga, menunjukkan gestur jijik seperti terkena tai.
“Kalian akan membayar ini semua. Kalian tidak tahu aku memiliki koneksi yang luas, kenal baik dengan orang-orang elite. Lihatlah, dalam semalam aku akan membuat mereka jijik dengan SweetSky. Mereka tidak akan sudi menginjak lantai yang sama dengan yang pernah diinjak oleh para gelandangan!” Victor sangat murka.
Tapi penjaga menanggapi dengan santai. Malah, salah seorang dari mereka balas mengancam, “Silakan anda sebarkan hal memalukan ini kepada seluruh kolega anda. Dengan senang hati kami akan membantu dengan mengunggah video rekaman CCTV pengusiran dua penyusup di laman SweetSky.”
“Kalian …” suara Victor melirih. Dia menatap kesal dua penjaga yang pergi, lalu bergumam, “Berani sekali mereka mengancamku.”
Victor tersenyum kecut karena ancaman itu sungguh membuat nyalinya ciut. Terusir dari restoran itu saja sudah sangat memalukan, terlebih dilabeli sebagai penyusup. Jelas, dia tidak memiliki pilihan selain diam, menelan semua perlakuan pahit dari pihak SweetSky.
Namun, terlepas dari semua penghinaan yang diterima, ada satu hal yang mengganjal bantin Victor.
Siapa sebenarnya anggota VVIP itu? Dia bahkan bisa mengubah SweetSky menjadi tempat makan para gembel.
Bola mata Victor membulat saat menyadari sesuatu. “Tunggu, sejak kapan di SweetSky ada kategori VVIP?”
Jack diam. Walau dia tahu alasan orang-orang itu bersikap demikian, dia tidak bisa berterus terang. "Mungkin karena kamu sangat cantik," jawab Jack sambil menunjukkan barisan giginya yang putih.Emma mendengus. "Kamu mulai lagi." Ia lalu turut tersenyum, "Tapi ini bagus. Artinya, jika aku diterima bekerja di sini, aku berada di lingkungan orang-orang yang sangat menghargai dan menghormati orang lain.""Itu benar. Sekarang, fokus saja pada wawancaramu, dan berhenti memikirkan hal lain.""Kamu benar. Aku harus fokus agar kesempatan berharga ini tidak terlewat begitu saja.""Pergilah, aku akan menunggu di sini." Jack duduk di kursi.Emma merapatkan bibir. "Apa kamu yakin akan menungguku di lobi? Um, aku belum tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk interview. Aku khawatir membuatmu menunggu terlalu lama." Dia duduk di samping Jack.Dengan santai Jack menjawab, "Tidak masalah. Aku bisa berkeliling jika bosan.""Tapi...""Jangan cemas. Aku sudah dewasa. Aku tidak akan tersesat."Sebu
Saat memasuki halaman gedung Redwave Group, Emma dibuat terpukau dengan kemegahan dan arsitektur bangunan itu. Sebelumnya ia hanya melihat dari luar, rupanya dari dalam area terlihat lebih bagus dari yang ia bayangkan. Ia turun dari skuter masih dengan tatapan terkesima, menyisir sekitar. Jack yang baru turun dengan sigap membantu melepas helm dari kepala Emma setelah melepas helmnya sendiri."Aku mendadak gugup." Emma memegang dadanya yang berdebar. Darahnya seperti mengalir lebih cepat, terpacu oleh detak jantung yang kian kencang."Bagus!"Kedua alis Emma turun, menoleh dengan lemas dan bertanya, "Apanya yang bagus?""Penampilanmu." Jack menjawab dengan semangat.Emma melipat bibirnya sambil menoleh ke arah lain, pipinya bersemu merah lantaran Jack tersenyum memujinya."Jangan menggodaku," ucapnya manja, "Aku serius, rasanya benar-benar gugup."Jack tertawa kecil, memandang Emma dalam-dalam. "Aku juga serius. Kamu benar-benar..." Ia menghentikan ucapannya.Emma menunggu dengan ti
"Kalian keterlaluan," desis Emma tak habis pikir. Napasnya menjadi pendek-pendek lantaran dadanya terasa sesak. Apa yang terlontar dari mulut Victor dan Elena seperti polusi yang mencemari sekitar."Aku hanya bercanda. Tolong jangan diambil hati." Victor memegang pundak Jack. Jack melirik ke arah tangan Victor yang lancang. Victor sempat membiarkan tangan itu tetap di sana beberapa saat. Tapi kemudahan tatapan tajam dan intens dari Jack, tanpa disertai sepatah kata pun, membuat hatinya ciut juga.Ketika Victor menarik tangannya kembali, dengan cepat Jack mengusap-usap bekas tangan Victor di pundaknya.'Kurang ajar! Dia kira tanganku ini tai?' Pelipis Victor berkedut. Meski Jack masih tidak mengatakan apapun, gesture yang ditunjukkan seperti menjelaskan bahwa tangan Victor telah mengotori pundak Jack.Lantas Victor mengangkat dagunya. Dengan kesombongan penuh dia menarik jasnya. "Hari ini adalah hari yang baik untukku. Aku akan menemui Tuan Filantropi di gedung Redwave Group untuk me
Jawaban Jack membuat Emma tertawa senang. Orang yang tiba-tiba muncul dan bersikap arogan memang tampak seperti orang yang sudah kehilangan akalnya. Senyum Jack menjadi lebih lebar mendengar tawa Emma yang renyah."Jack, bilang saja kalau kamu malu 'kan pada calon suamiku? Kami duduk manis di dalam mobil mewah, tidak kepanasan, tidak bau debu dan keringat, sedangkan kamu pergi kemana-mana masih dengan skuter rongsokmu. Menyedihkan!"Mata Emma terbuka lebar. Dia tidak menyangka. "Dia tahu namamu?""Jangankan nama, isi dompet tua Jack, bahkan seberapa usang celana dalamnya pun aku tahu. Haha!"Jack melempar tatapan tajam pada wanita yang ada di samping pengemudi mobil arogan. Sedangkan Emma menutup mulutnya dengan tangan mendengar ucapan si wanita yang sangat tidak pantas."Elena sayang, kamu membuat mantan suamimu marah lagi. Bagaimana jika nanti dia merajuk dan tidak mau datang di pesta pernikahan kita? Siapa yang akan membantu para pelayan untuk mengelap piring dan sendok? Dan siapa
Jack memejamkan mata. Ia menyiapkan diri seandainya Emma meluapkan kekecewaan dan kekesalan karena selama ini merasa dibohongi. Setidaknya di sana ada Laura yang bisa menjadi saksi bahwa sebenarnya semua bermula dari kesalahpahaman."Itu benar! Sekarang Jack sudah bekerja sebagai pelayan di The Groove Spot. Maksudku, sebelum menjadi pelayan, apa Jack memang suka berbagi apa saja pada orang lain?"Jack membuka dan mengerjapkan mata. Wajahnya tampak kaget, tapi juga lega mendengar ucapan Emma. Ia menahan senyumnya.Tapi tidak demikian dengan Laura. Ekspresi wajahnya semakin kesulitan. Kerutan di keningnya menjadi lebih banyak.Laura tidak mengerti mengapa seorang konglomerat seperti Tuan Hall harus menjadi pelayan di tempat karaoke. Dengan suara pelan dan ragu-ragu dia berkata, "Tapi..."Tidak ingin semuanya menjadi rumit, Jack segera menyela, "Nona Kills, um, aku rasa kami harus pergi sekarang. Ini pertama kalinya bagi Emma pergi ke gedung Redwave Group. Dia harus tiba di sana lebih aw
Jack memasukkan jari-jarinya ke sela-sela jari Emma. Adegan itu persis seperti saat mereka hendak memasuki The Foot Locker."Sudah aku katakan, aku yang akan membayarnya. Kamu jangan cemas."Emma menurut, melangkah mengikuti Jack sambil sesekali menghela napas panjang. Dia masih bingung dan khawatir, tapi genggaman tangan Jack cukup menenangkan hatinya.Jack membuat Emma duduk di kursi tunggu. "Sebentar ya, aku akan segera kembali." "Tolong jangan menyia-nyiakan uangmu. Masih belum terlambat untuk pergi sekarang. Jika kamu menjelaskan pada mereka baik-baik, aku rasa mereka akan mengerti. Itu mungkin sedikit menyebalkan, tapi, sepatu-sepatu itu masih utuh tanpa sedikitpun kerusakan. Mereka bisa menjualnya lagi kepada pengunjung lain."Ucapan panjang dari Emma dibalas Jack dengan singkat, "Aku mengerti."Jack pergi ke meja kasir sendiri. Dia tidak mau membuat Emma terkejut lantaran dia akan melakukan pembayaran menggunakan kartu hitam. Beberapa minggu lalu, personal asistennya mengirim