Share

Bab 5

Author: Khoirul N.
last update Last Updated: 2024-12-12 12:47:30

Lift terbuka saat sampai di lantai satu. Jack keluar dari sana setelah selesai mengamati kebahagiaan dari para tamu undangan yang berada di lantai atas. Dia berjalan perlahan, duduk di kursi yang dipesan, persis di ujung ruangan, tanpa meja.

Jack tersenyum puas mengetahui para pelayan memperlakukan tamu-tamunya dengan sangat baik, meski penampilan mereka jelas berbeda dari lumrahnya tamu di restoran itu.

“Apa anda ingin mencicipi hidangan kami, Tuan? Dengan senang hati kami akan menyiapkannya untuk anda.” Suara wanita mengejutkan Jack. Itu bukan pelayan, melainkan manajer restoran langsung.

Jack tersenyum, “Mungkin secangkir kopi.”

Nyonya Sisca memanggil pelayan, meminta dibuatkan kopi luwak asli. Dia bertanya lagi, “Mungkin ada yang lainnya, Tuan? Mohon maaf karena member VVIP tidak ada sebelumnya, untuk sementara yang tersedia adalah ruangan VIP. Tapi anda tidak perlu khawatir, hidangan dan pelayanan yang kami berikan tentu lebih istimewa dari yang biasa diterima member VIP.”

Sebenarnya Nyonya Sisca sedikit bingung harus memberikan pelayanan seperti apa kepada Jack. Sebagai satu-satunya anggota VVIP, pemuda itu malah memilih tempat yang bisa dikatakan paling buruk daripada kursi lainnya, tanpa meja pula. Padahal, Jack berhak mendapat segala sesuatu yang terbaik di SweetSky.

“Tidak, aku sudah kenyang.”

Kali ini mata Nyonya Sisca membesar, sesaat dia tidak bisa menahan keterkejutannya. Ini kali pertama dia melihat ada seseorang seperti Jack, datang ke SweetSky dengan banyak tamu undangan, tetapi tidak berniat untuk makan di sana. 

“Pastikan para tamuku mendapatkan yang terbaik.”

“Tentu, Tuan.” Nyonya Sisca membungkuk hormat. “Kalau begitu, saya akan memeriksa ulang bingkisan yang anda berikan untuk para tamu. Jika Tuan memerlukan sesuatu, tolong katakan saja pada para pelayan. Senang bisa melayani anda.” Wanita itu undur diri, tidak ingin menganggu.

Jack mengangguk. Sesaat kemudian, seorang pelayan memberikan secangkir kopi luwak premium padanya. Dia menghirup aroma kopi yang mencuat bersama asap tipis, sebelum menyesapnya.

[Tuan, dia sudah datang]

Suara Sistem mengejutkan Jack. “Dia siapa?” 

[Calon pacar anda, Emma.]

Jack tersedak, terbatuk-batuk sambil menunduk. 

Pelayan yang tadi mengantarkan kopi untuk Jack, mendesis menyayangkan. Setidaknya dia harus merelakan upahnya selama dua minggu jika ingin merasakan kenikmatan segelas kopi luwak, tapi kini separuh cangkir terbuang sia-sia di lantai. 

Seseorang meraih cangkir kopi Jack. Ketika Jack mendongak, tubuhnya seperti membeku. Di hadapannya, seorang wanita muda tersenyum lembut, mengulurkan sebotol air mineral. 

Cukup lama Jack bergeming, memandang paras wanita itu. Angin seperti berhembus di wajahnya, membawa damai yang sudah lama dirindukan.

[Anda terpesona, Tuan!]

Jack terkesiap. Kalimat ringkas dari Sistem berhasil membuat wajahnya memerah sesaat.

“Terima kasih,” katanya menerima pemberian air wanita itu.

Wanita muda meminta sebuah kursi untuk diletakkan di samping Jack. Lalu, dia duduk di sana sambil bertanya, "Apa kamu datang sendiri?” Dia menoleh ke kanan dan ke kiri.

“Ya.” Jack menjawabnya singkat. Wajahnya masih gugup saja.

“Aku datang bersama mereka.” Wanita itu menunjuk ke satu arah. Ada seorang nenek bercengkerama dengan beberapa anak-anak. 

"Jika kamu mau, bergabunglah dengan kami. Aku bersyukur, seorang dermawan membuat orang-orang seperti kami bisa berada di tempat ini. Sebelumnya, jangankan makan, masuk ke restoran ini saja tidak pernah terbayangkan. Biarpun hanya semalam, ini akan menjadi hadiah tak terlupakan untuk mereka.”

[Berkediplah, Tuan. Mata anda bisa kering]

Jack segera membuang wajah, menyembunyikan senyum sipu, menyadari telah menatap lekat wanita di sampingnya tanpa berkedip.

“Kenapa? Apa ada yang salah dari ucapanku?”

“Tidak, tidak. Aku hanya ... em, aku pikir harus berterima kasih pada seorang dermawan itu. Berkatnya, aku bisa merasakan kehangatan dan kegembiraan malam ini,” ujarnya membicarakan diri sendiri.

Wanita itu tersenyum lebar, menunjukkan barisan giginya yang rapi dan bersih. “Kamu benar. Aku belum tahu siapa dia. Jika suatu saat aku bertemu dengannya, setidaknya aku harus memeluknya untuk berterima kasih.”

Jack berusaha menyembunyikan senyum senang.

“Hei, kita sudah ngobrol sejak tadi, tapi aku belum tahu namamu!”

Tidak dipungkiri, gurat keceriaan di wajah wanita itu membuat Jack semakin terpesona.

“Aku Jack.” 

“Hai Jack, namaku-”

“Emma,” sahut Jack spontan, tanpa sadar memotong ucapan wanita itu.

Dengan antusias Emma bertanya, “Bagaimana kamu tahu namaku?”

'Sial!' batin Jack sambil menggertakkan gigi.

Namun, pertanyaan Emma sekaligus memvalidasi bahwa informasi yang sebelumnya dibocorkan Sistem kepadanya adalah benar. Kini mata Jack bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari-cari jawaban yang tepat untuk dikatakan. 

“Em, kamu mengatakannya tadi.” Jack meringis.

“Benarkah?” Kening Emma berkerut. “Kenapa aku tidak mengingatnya? Hm, sepertinya aku mulai pikun.” Dia tertawa kecil.

“Baiklah Jack, datanglah ke meja kami jika ingin, jangan sungkan. Senang berbincang denganmu.” 

Emma terdiam sesaat sebelum tersenyum dan berkata, “Entah mengapa, meski ini pertemuan pertama kita, aku merasa tidak asing.”

Emma mengembalikan kopi Jack, lalu beranjak, berpindah ke meja tempat keluarga angkatnya berada. Dia sempat menoleh ke belakang untuk melempar senyum pada Jack.

[Cepat berdiri dan susul dia, Tuan.]

"Tidak."

[Kenapa begitu, Tuan?] Suara Sistem terdengar protes.

Jack menyeruput kopi hingga menyisakan ampasnya. Setelah menghela napas dia menjawab, "Aku tidak ingin mengganggu kehangatan keluarga itu. Kamu tahu, terkadang tetap menjaga jarak menjadi hal bijak yang perlu dilakukan, daripada membiarkan keegoisan kita mencederai keindahan."

Jack tersenyum mengetahui Sistem tidak membantahnya.

Hingga acara makan malam usai, dan para tamu pergi meninggalkan restoran dengan membawa bingkisan dari Jack, tidak ada yang tahu bahwa Jack adalah 'Tuan Dermawan' yang sepanjang acara terus mereka bicarakan.

Jack sendiri sengaja menyembunyikannya bahkan dari para pelayan sekalipun. Praktis orang yang tahu hanyalah petinggi restoran, termasuk sang manajer.

Sekarang Jack berjalan senang menyusul skuter tuanya. Dia menolak, bahkan melarang manajer restoran atau petinggi restoran untuk mengantarnya ke parkiran.

Namun, saat mata Jack menyisir tempat parkir untuk menemukan skuternya, sesuatu yang aneh tiba-tiba terjadi!

"Kenapa pandanganku buram?" 

Dia yakin sebelumnya semua masih terlihat jelas. Rasanya tidak mungkin kacamatanya mendadak kotor, padahal dia tidak melewati jalan berdebu. Meskipun demikian, Jack melepas kacamatanya untuk dibersihkan. 

Dalam batin dia menduga bahwa silinder matanya mungkin memburuk, hingga lensa yang digunakan sekarang tidak mampu lagi menolong penglihatannya.

Setelah mengelapnya dengan kemeja, Jack menyadari satu hal. Dia mengenakan kembali kacamatanya. 

Jack tersentak!

Dia melepas dan memakai kacamata lagi untuk memastikan.

"Tidak mungkin," desisnya tak percaya.

Jack memandangi kacamata yang sudah bertahun-tahun dia kenakan. Beberapa kali dia mengganti lensa agar bisa mengoreksi dengan tepat penglihatannya. Sebelum ini, dia menderita astigmatisme atau silinder berat, nyaris 3.00 diopters. Hal itu jelas sangat mengganggu aktivitasnya jika tidak menggunakan kacamata. Namun, kini yang terjadi justru sebaliknya.

"Kenapa aku bisa melihat dengan sangat jelas tanpa kacamata?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 53

    Jack diam. Walau dia tahu alasan orang-orang itu bersikap demikian, dia tidak bisa berterus terang. "Mungkin karena kamu sangat cantik," jawab Jack sambil menunjukkan barisan giginya yang putih.Emma mendengus. "Kamu mulai lagi." Ia lalu turut tersenyum, "Tapi ini bagus. Artinya, jika aku diterima bekerja di sini, aku berada di lingkungan orang-orang yang sangat menghargai dan menghormati orang lain.""Itu benar. Sekarang, fokus saja pada wawancaramu, dan berhenti memikirkan hal lain.""Kamu benar. Aku harus fokus agar kesempatan berharga ini tidak terlewat begitu saja.""Pergilah, aku akan menunggu di sini." Jack duduk di kursi.Emma merapatkan bibir. "Apa kamu yakin akan menungguku di lobi? Um, aku belum tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk interview. Aku khawatir membuatmu menunggu terlalu lama." Dia duduk di samping Jack.Dengan santai Jack menjawab, "Tidak masalah. Aku bisa berkeliling jika bosan.""Tapi...""Jangan cemas. Aku sudah dewasa. Aku tidak akan tersesat."Sebu

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 52

    Saat memasuki halaman gedung Redwave Group, Emma dibuat terpukau dengan kemegahan dan arsitektur bangunan itu. Sebelumnya ia hanya melihat dari luar, rupanya dari dalam area terlihat lebih bagus dari yang ia bayangkan. Ia turun dari skuter masih dengan tatapan terkesima, menyisir sekitar. Jack yang baru turun dengan sigap membantu melepas helm dari kepala Emma setelah melepas helmnya sendiri."Aku mendadak gugup." Emma memegang dadanya yang berdebar. Darahnya seperti mengalir lebih cepat, terpacu oleh detak jantung yang kian kencang."Bagus!"Kedua alis Emma turun, menoleh dengan lemas dan bertanya, "Apanya yang bagus?""Penampilanmu." Jack menjawab dengan semangat.Emma melipat bibirnya sambil menoleh ke arah lain, pipinya bersemu merah lantaran Jack tersenyum memujinya."Jangan menggodaku," ucapnya manja, "Aku serius, rasanya benar-benar gugup."Jack tertawa kecil, memandang Emma dalam-dalam. "Aku juga serius. Kamu benar-benar..." Ia menghentikan ucapannya.Emma menunggu dengan ti

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 51

    "Kalian keterlaluan," desis Emma tak habis pikir. Napasnya menjadi pendek-pendek lantaran dadanya terasa sesak. Apa yang terlontar dari mulut Victor dan Elena seperti polusi yang mencemari sekitar."Aku hanya bercanda. Tolong jangan diambil hati." Victor memegang pundak Jack. Jack melirik ke arah tangan Victor yang lancang. Victor sempat membiarkan tangan itu tetap di sana beberapa saat. Tapi kemudahan tatapan tajam dan intens dari Jack, tanpa disertai sepatah kata pun, membuat hatinya ciut juga.Ketika Victor menarik tangannya kembali, dengan cepat Jack mengusap-usap bekas tangan Victor di pundaknya.'Kurang ajar! Dia kira tanganku ini tai?' Pelipis Victor berkedut. Meski Jack masih tidak mengatakan apapun, gesture yang ditunjukkan seperti menjelaskan bahwa tangan Victor telah mengotori pundak Jack.Lantas Victor mengangkat dagunya. Dengan kesombongan penuh dia menarik jasnya. "Hari ini adalah hari yang baik untukku. Aku akan menemui Tuan Filantropi di gedung Redwave Group untuk me

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 50

    Jawaban Jack membuat Emma tertawa senang. Orang yang tiba-tiba muncul dan bersikap arogan memang tampak seperti orang yang sudah kehilangan akalnya. Senyum Jack menjadi lebih lebar mendengar tawa Emma yang renyah."Jack, bilang saja kalau kamu malu 'kan pada calon suamiku? Kami duduk manis di dalam mobil mewah, tidak kepanasan, tidak bau debu dan keringat, sedangkan kamu pergi kemana-mana masih dengan skuter rongsokmu. Menyedihkan!"Mata Emma terbuka lebar. Dia tidak menyangka. "Dia tahu namamu?""Jangankan nama, isi dompet tua Jack, bahkan seberapa usang celana dalamnya pun aku tahu. Haha!"Jack melempar tatapan tajam pada wanita yang ada di samping pengemudi mobil arogan. Sedangkan Emma menutup mulutnya dengan tangan mendengar ucapan si wanita yang sangat tidak pantas."Elena sayang, kamu membuat mantan suamimu marah lagi. Bagaimana jika nanti dia merajuk dan tidak mau datang di pesta pernikahan kita? Siapa yang akan membantu para pelayan untuk mengelap piring dan sendok? Dan siapa

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 49

    Jack memejamkan mata. Ia menyiapkan diri seandainya Emma meluapkan kekecewaan dan kekesalan karena selama ini merasa dibohongi. Setidaknya di sana ada Laura yang bisa menjadi saksi bahwa sebenarnya semua bermula dari kesalahpahaman."Itu benar! Sekarang Jack sudah bekerja sebagai pelayan di The Groove Spot. Maksudku, sebelum menjadi pelayan, apa Jack memang suka berbagi apa saja pada orang lain?"Jack membuka dan mengerjapkan mata. Wajahnya tampak kaget, tapi juga lega mendengar ucapan Emma. Ia menahan senyumnya.Tapi tidak demikian dengan Laura. Ekspresi wajahnya semakin kesulitan. Kerutan di keningnya menjadi lebih banyak.Laura tidak mengerti mengapa seorang konglomerat seperti Tuan Hall harus menjadi pelayan di tempat karaoke. Dengan suara pelan dan ragu-ragu dia berkata, "Tapi..."Tidak ingin semuanya menjadi rumit, Jack segera menyela, "Nona Kills, um, aku rasa kami harus pergi sekarang. Ini pertama kalinya bagi Emma pergi ke gedung Redwave Group. Dia harus tiba di sana lebih aw

  • Menjadi Taipan Usai Dicampakkan    Bab 48

    Jack memasukkan jari-jarinya ke sela-sela jari Emma. Adegan itu persis seperti saat mereka hendak memasuki The Foot Locker."Sudah aku katakan, aku yang akan membayarnya. Kamu jangan cemas."Emma menurut, melangkah mengikuti Jack sambil sesekali menghela napas panjang. Dia masih bingung dan khawatir, tapi genggaman tangan Jack cukup menenangkan hatinya.Jack membuat Emma duduk di kursi tunggu. "Sebentar ya, aku akan segera kembali." "Tolong jangan menyia-nyiakan uangmu. Masih belum terlambat untuk pergi sekarang. Jika kamu menjelaskan pada mereka baik-baik, aku rasa mereka akan mengerti. Itu mungkin sedikit menyebalkan, tapi, sepatu-sepatu itu masih utuh tanpa sedikitpun kerusakan. Mereka bisa menjualnya lagi kepada pengunjung lain."Ucapan panjang dari Emma dibalas Jack dengan singkat, "Aku mengerti."Jack pergi ke meja kasir sendiri. Dia tidak mau membuat Emma terkejut lantaran dia akan melakukan pembayaran menggunakan kartu hitam. Beberapa minggu lalu, personal asistennya mengirim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status