"Banyak sekali .... Satu saja sudah buat aku kewalahan, sekarang ada begitu banyak." Aura mengangkat kepala, berusaha bangkit.Jose menunduk menatapnya, terkekeh-kekeh. "Kewalahan? Kenapa kewalahan?"Aura menarik pakaian Jose sambil bangkit. Di bawah pengaruh alkohol, dia merasa dunianya berputar. Pria di hadapannya ini sama sekali tidak terlihat nyata.Aura mengangkat tangan dan menotok dada Jose, lalu tertawa bodoh. "Oh, rupanya ini nyata."Semua orang mengatakan alkohol bisa membuat orang semakin berani. Kini, Aura pun tidak ketakutan seperti biasanya. Dia bahkan menjulurkan tangan dan menekan dagu serta wajah Jose."Tapi, kenapa jadi banyak sekali?" Ekspresi Aura tampak heran. Dia ingin melihat lebih saksama. Bibir merahnya yang mengeluarkan napas berbau alkohol mengenai leher Jose.Jakun Jose bergerak sedikit. Menatap Aura yang semakin dekat dengannya, dia mengangkat tangan dan merangkul pinggangnya.Detik berikutnya, sebuah ciuman mendarat di bibir Aura. Ciuman mendadak itu membu
"Memang kebetulan banget." Aura akhirnya kembali fokus. Setelah itu, dia tersenyum sambil menolak dengan halus, "Tapi aku masih ada urusan. Nggak enak kalau mengganggu waktumu."Renald terkekeh-kekeh. "Kok ganggu? Kamu lupa ya, kita ini rekan kerja. Kita bisa bahas soal kerjaan di mobil."Aura mengernyit sedikit. Dia teringat kejadian terakhir saat bertemu Renald yang akhirnya diketahui oleh Jose. Konsekuensi waktu itu pun masih dia ingat dengan jelas.Dia mundur selangkah. "Nggak perlu, ada orang yang menjemputku."Sebenarnya Aura hanya mengarang. Namun, saat berikutnya, sebuah mobil Mercedes-Benz hitam berhenti tepat di samping mobil Renald.Tiano menurunkan kaca jendela dan berkata kepada Aura, "Nona Aura, Tuan Jose menyuruhku menjemputmu."Usai berbicara, Tiano melirik Renald dengan pandangan sedikit menantang. Pada dasarnya, wajah Tiano memang garang.Aura pun tidak menyangka orang yang datang menjemputnya adalah Tiano. Dia sempat bengong. Namun, akhirnya dia tersenyum kepada Rena
Sudut bibir Aura terangkat dan membentuk senyuman dingin. "Waktu Ghea menyuruh orang menggilirku, aku juga nggak lihat kamu semarah ini. Jangan-jangan Ghea itu anak kandungmu ya?"Ucapannya bernada mengejek. Wajah Anrez langsung berubah. Tatapannya sempat menunjukkan kepanikan, tetapi dia segera membentak, "Kamu bicara omong kosong apa sih?""Omong kosong?" Aura balik bertanya sambil tersenyum, tetapi senyumannya makin lama makin dingin. "Kamu lihat dirimu sendiri sekarang. Kayak kucing yang ekornya diinjak, panik banget."Anrez kehabisan kata-kata setelah diserang balik seperti itu. Dia hanya bisa menggertakkan gigi sampai terdengar suara nyaring.Setelah cukup lama terdiam, seperti baru teringat sesuatu, nada bicaranya menjadi lebih lembut. "Aura, Ghea itu masih muda. Orang muda kalau berbuat salah, harus dikasih kesempatan untuk memperbaiki diri. Kalian sudah hidup bareng bertahun-tahun sebagai saudara, apa harus sampai seperti ini?"Ucapannya dipenuhi nada bijak. Dia tak menatap ma
Dia kurang lebih tahu apa yang ingin Jose bicarakan dengannya. Paling-paling soal membiarkan Ghea begitu saja.Setelah merapikan diri sedikit dan turun, dia melihat Jose sedang duduk di sofa. Di tangannya ada secangkir kopi. Begitu mendengar suara, dia menoleh ke arah Ghea."Kamu sudah bangun. Ayo sarapan."Langkah Aura sedikit terhenti, lalu dia berjalan mendekat dan berkata, "Aku harus pulang sebentar. Ayahku menelepon, katanya ada hal yang ingin dibicarakan."Jose menatapnya sekilas, melihat raut wajahnya yang muram. Dia hanya mengangkat alis. "Hmm."Aura terdiam sejenak, lalu berbalik dan keluar rumah. Begitu dia pergi, Jose mengangkat tangannya dan memberi isyarat. Detik berikutnya, Tiano muncul di belakangnya.Sambil tetap meminum kopi, tatapan Jose jatuh pada majalah ekonomi di tangannya. "Ikuti dia."Tiano mengangguk, lalu berbalik mengikuti.Setengah jam kemudian, di rumah Keluarga Tanjung.Begitu masuk melewati gerbang rumah, Aura langsung merasakan suasana yang sangat suram.
Tepat saat Aura mengira malam ini tidak akan bisa lolos lagi, Jose malah tiba-tiba tersenyum sinis. Setelah itu, dia bangkit dan pergi.Aura langsung tertegun, lalu membuka mata dan menatap Jose yang menjauh. Saat mengetahui Jose tersenyum sinis, dia langsung tahu tadi Jose hanya sedang mempermainkannya. Dia mendengus, lalu berkata, "Kamu mempermainkanku."Jose mengernyitkan alis. "Sepertinya kamu sangat kecewa. Mau lanjut?"Saat mengatakan itu, Jose kembali membungkuk.Aura segera membungkus dirinya dengan selimut dan menyerah, "Nggak nggak."Luka Aura masih belum sembuh dan Jose tidak akan menahan diri jika sudah mulai berhubungan. Dalam keadaan biasa saja pun dia sudah kewalahan, apalagi sekarang dia masih terluka. Oleh karena itu, dia langsung menyerah tanpa perlawanan.Jose mengernyitkan alisnya, lalu ekspresinya kembali serius. "Istirahatlah lebih awal."Setelah Aura menganggukkan kepala, Jose berbalik dan masuk ke kamar mandi. Namun, setelah keluar dari kamar mandi, dia tidak la
Aura segera berjanji, "Nggak, aku nggak akan kabur lagi."Setelah sosok Jose benar-benar menghilang dari pandangannya, Aura baru menghela napas. Saat Jose sedang memasang ekspresi muram, Jose terlihat cukup menakutkan. Kini, setelah kembali ke tempat yang aman, seluruh tubuhnya terasa tenang.Saat Aura baru saja hendak berbaring di tempat tidur untuk memperbaiki kekurangan tidurnya, Marsel meneleponnya.Begitu telepon itu diangkat, terdengar suara Marsel dari ujung telepon. "Nona Aura, bagaimana dengan Ghea ini?"Aura langsung tertegun karena dia hampir saja melupakan hal begitu penting ini. "Tolong langsung antar dia ke kantor polisi."Saat itu, kasus penggelapan keuangan di perusahaan sudah dilaporkan. Polisi juga sudah membuka penyelidikan, hanya saja mereka belum berhasil menemukan Ghea. Oleh karena itu, langsung menyerahkan Ghea ke pihak berwajib sekarang juga adalah pilihan yang tepat.Marsel mengiakan, lalu menutup teleponnya.Setelah pergi, Jose baru kembali saat hari sudah gel