Share

Bab 5

Author: Camelia
"Maaf, aku nggak sengaja mendengar percakapan kalian." Jose mengusap ujung hidungnya dan meneruskan, "Permisi."

Saat Jose hendak melewati mereka, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Aura. Aura menoleh ke arah Daffa dan berkata dengan santai, "Kamu ingin tahu aku bersama siapa semalam, 'kan? Nih, sama dia."

Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah Daffa yang pucat karena kesakitan pun berubah sedikit. Akan tetapi, dia segera mencibir karena teringat sesuatu. Kemudian, dia berkata kepada Jose, "Maaf, Jose. Aura cuma sedang emosi. Silakan masuk dulu dan minum."

Jose adalah sosok paling berpengaruh di kalangan mereka. Perusahaannya adalah yang terkuat di antara semua anak konglomerat di sini.

Selain itu, dia juga yang paling unggul di generasi muda. Di usia muda, dia sudah mengambil alih bisnis keluarganya. Makanya, semua orang bersikap hormat padanya, bahkan jarang bercanda dengannya.

Jose menaikkan alisnya sedikit dan berbalik untuk pergi. Aura sempat ragu sejenak. Saat menatap punggung Jose, dia seketika menyesal.

Mereka baru saja tidur bersama kemarin malam, tetapi Jose pergi begitu saja tanpa memberinya bantuan kecil?

Sebelum Aura sempat berpikir lebih jauh, Daffa sudah berkata, "Aura, aku tahu kamu ingin membuatku marah, tapi jangan tarik Jose ke dalam masalah kita. Kalau menyinggungnya, kita yang bakal repot."

Mendengar itu, langkah kaki Jose terhenti. Tatapannya dingin saat dia menoleh ke arah Daffa. "Maksudmu, aku sangat menakutkan?"

Daffa terdiam untuk sesaat. "Nggak ... bukan begitu."

Daffa ingin menjelaskan lebih lanjut, tetapi Jose tiba-tiba mendekati Aura. Dia menatap wanita itu dan berujar, "Kalau sudah beres, aku akan mengantarmu pulang."

Aura termangu sebelum menyahut, "Kalau begitu, kita bisa pergi sekarang."

Daffa terbelalak melihat mereka. Jose bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Akan tetapi, sekarang dia tiba-tiba ingin mengantar Aura pulang? Apakah mereka benar-benar punya hubungan?

Wajah Daffa semakin suram, terutama saat melihat mereka berjalan pergi bersama. Dia tidak berani melawan Jose sehingga hanya bisa mengepalkan tangannya dan meninju dinding di sebelahnya.

Aura mengikuti Jose keluar. Sebuah Maybach hitam berhenti perlahan di depan mereka. Sopir keluar dan membukakan pintu untuk Jose, tetapi pria itu justru menoleh ke arah Aura. "Kenapa bengong? Masuk."

"Hah?" Aura mengira Jose hanya berbasa-basi tadi.

Jose mengangkat alisnya sambil berucap, "Aku nggak pernah bohong atau ingkar janji."

Baiklah, agar tidak terlihat seperti dia takut pada pria ini, Aura pun naik ke mobil. Begitu mobil melaju, Aura menyebutkan alamat rumahnya. Kemudian, keheningan aneh memenuhi ruangan di mobil.

Setelah beberapa saat, Jose terkekeh-kekeh dan menyindir, "Ternyata seperti itu seleramu."

Aura menoleh padanya dengan heran. Kemudian, dia menyadari sesuatu. Dia ingin membantah, tetapi yang dikatakan Jose adalah fakta. Bagaimana bisa dia tertarik pada pria seperti Daffa?

Jose menarik sedikit kerah kemejanya dengan jari panjangnya, lalu tersenyum dingin. "Jadi, kemarin aku cuma jadi alat bagimu?"

Aura menggigit bibirnya, merasa pertanyaan itu cukup konyol. "Kamu merasa rugi?" Dia cukup percaya diri dengan penampilannya.

Begitu pertanyaan itu dilontarkan, ekspresi Jose langsung menjadi suram. Dia terdiam sesaat, lalu mendongak dan menginstruksi sopir, "Berhenti."

Sopir segera menghentikan mobil. Aura pun bingung. "Kenapa?"

Jose menoleh menatapnya. "Turun."

Aura melirik ke luar jendela dengan heran. Barusan mereka masih bicara baik-baik, kenapa tiba-tiba dia disuruh turun? Lagi pula, ini di jalan layang, sulit untuk mendapatkan taksi!

"Turun." Jose mengulang perintahnya.

Aura terdiam sejenak, lalu akhirnya turun.

Begitu dia turun, suara Jose terdengar dari belakangnya. "Aku paling benci dimanfaatkan. Aura, kita impas."

Setelah itu, dia menyuruh sopirnya kembali berkemudi, meninggalkan Aura yang berdiri sendirian di pinggir jalan dengan tubuh menggigil.

"Gila!" Aura memutar bola matanya, lalu mengeluarkan ponsel untuk menelepon Lulu. Dia memberi tahu lokasinya dan meminta Lulu menjemputnya.

Lulu tiba setengah jam kemudian. Begitu masuk ke mobil, Aura langsung mengeluh, "Kenapa aku sial sekali?"

Lulu menoleh menatapnya. "Kenapa lagi?"

Aura menghela napas panjang, lalu melirik Lulu dengan ekspresi putus asa. "Aku mungkin telah menyinggung klien besar. Liburan ke luar negerimu mungkin akan batal."

Akhir-akhir ini, dia benar-benar sial. Segala sesuatu tidak berjalan dengan baik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 485

    "Kali ini Jose pergi cukup lama, jadi aku datang untuk merawatmu." Nada suaranya terdengar sangat tulus.Kalau saja Aura tadi tidak sempat menangkap tatapan tajam dan penuh penilaian dari Santika kepadanya, mungkin dia akan mengira gadis di depannya ini adalah orang baik.Aura hanya tersenyum tipis. "Terima kasih sudah repot-repot datang. Tapi aku bisa sendiri. Tolong sampaikan kepada Pak Jose, bilang saja aku nggak perlu dirawat."Melihat penolakan Aura yang cepat, Santika menggigit sedikit ujung bibirnya. Selama bertahun-tahun, dia sudah melihat berbagai macam wanita di sekitar Jose, tetapi tak ada satu pun yang bisa bertahan di sisi Jose selama ini seperti Aura. Bahkan, sampai disembunyikan di vila mewah.Dia menoleh sesaat ke arah vila di belakang. Matanya berkilat aneh, tetapi segera normal kembali."Sepertinya percuma. Kamu juga tahu, perintah Jose nggak bisa ditentang." Santika tersenyum tipis, nada bicaranya terdengar seolah-olah dia sangat akrab dengan Jose.Naluri seorang wan

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 484

    "Halo." Suara Jose terdengar dingin, terutama di tengah malam seperti ini, terasa semakin tajam."Dia nggak mau kembali?""Aku nggak bisa pergi sekarang."Aura merasa saat Jose mengatakan itu, pria itu melirik ke arahnya. Dia pun buru-buru memejamkan kembali mata yang sedikit terbuka tadi.Bukan dia sengaja ingin mendengar, tetapi kenapa jadi terasa seperti ketahuan menguping telepon orang lain?Dalam kegelapan, Jose menggertakkan giginya. Garis rahangnya yang tegas tampak semakin jelas.Setelah diam beberapa saat, Jose berkata, "Awasi dia baik-baik.""Hmm." Telepon ditutup, Jose kembali masuk ke selimut. Namun, Aura bisa merasakan kali ini Jose tidak ada niat untuk tidur.Entah berapa lama, pria itu bangun lagi, lalu keluar dari kamar. Ketika pintu kamar tertutup, Aura perlahan membuka mata. Sepertinya ini memang masalah penting.Bagaimanapun, Jose yang biasanya tak mudah menunjukkan emosi jarang terlihat begitu tertekan karena suatu masalah.Namun, ini jelas bukan urusan Aura. Tanpa

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 483

    "Caramu membantu orang memang cukup unik."Aura mengernyit. "Aku nggak membantunya. Aku cuma balas dendam."Apa yang dia lakukan bukan demi Tiano, melainkan demi Rohan. Aura adalah orang yang selalu membalas dendam bila disakiti, tetapi jika ada yang berjasa padanya, dia pasti akan membalas budi.Rohan yang rela mati daripada membocorkan posisinya pada Brian. Hal itu membuat Aura merasa harus berterima kasih padanya. Jika hari ini orang lain yang memohon, mungkin Aura tidak akan melunak karena dia bukan orang yang mudah berbelaskasihan.Melihat kekerasan hati Aura, Jose hanya diam tak berkomentar. Ketika dia hendak berbalik pergi, Aura menahan pergelangan tangannya."Itu ...." Aura ragu sebentar, lalu bertanya, "Aku boleh nggak tinggal di tempat lain?"Mungkin karena luka di tubuh Aura, kali ini Jose tampak lebih sabar. "Oh? Kamu mau tinggal di mana?"Aura berpikir sejenak. Sekarang kembali ke rumah jelas tidak mungkin. Kalau Anrez melihatnya terluka, pasti akan terjadi keributan. "Ke

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 482

    Jose menoleh menatapnya. "Kamu mau bela dia?"Aura menggeleng. "Aku hanya ingin melihat Tiano."Dia mengamati ekspresi Jose, lalu bertanya dengan hati-hati, "Boleh, 'kan?"Jose sedikit menyipitkan mata, sulit ditebak apa yang dipikirkannya. Setelah beberapa saat, dia baru bertanya, "Kamu yakin?"Aura mengangguk. "Yakin."Jose menggigit ujung bibirnya. "Oke, tapi jangan nangis nanti."Aura awalnya tidak mengerti maksud kata-kata itu. Sampai mereka masuk ke ruangan tempat Daffa pernah dibawa sebelumnya, barulah dia paham apa maksud Jose.Meskipun di kepalanya sudah membayangkan Tiano mungkin disiksa habis-habisan, saat melihat keadaan Tiano saat ini, Aura tetap saja terperanjat dan menarik napas dalam-dalam.Dibandingkan dengan Daffa waktu itu, Tiano pun tidak kalah parah.Aura menatap Jose dengan pandangan terkejut. Dalam gelap, matanya tanpa sadar dipenuhi rasa takut.Dia awalnya mengira kondisi Tiano tak separah yang digambarkan Rohan. Bagaimanapun, Tiano adalah bawahan Jose. Namun, s

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 481

    Aura menggigit bibir, terdiam sejenak. Namun, pada akhirnya dia tetap membuka mulut di bawah tekanan Jose.Jose mengangkat alis dan tersenyum tipis. "Nah, begitu baru pintar."Kalimat itu terdengar seperti pujian, tetapi nada bicaranya justru seperti sedang menggoda hewan peliharaan.Aura mendongak menatapnya dan mengulurkan tangan. "Biar aku sendiri yang makan."Jose tidak menjawab, hanya meliriknya sekali, lalu kembali menyodorkan sesendok bubur ke depan bibirnya.Aura langsung paham. Jose jelas menolak tawarannya. Di wilayah Jose, Aura tidak bisa berbuat apa-apa. Meskipun enggan, dia tetap harus membuka mulutnya dan memakan bubur itu sesendok demi sesendok.Setelah makan cukup banyak, Aura tanpa sadar menatap Jose dengan agak heran. Ketika Jose meletakkan mangkuk, dia menoleh, lalu bertemu pandang dengan mata Aura yang penuh rasa terkejut."Kenapa lihat aku begitu?""Nggak ada apa-apa." Aura segera menggeleng.Sebenarnya, dia hanya merasa aneh. Pria seperti Jose yang biasanya meliha

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 480

    Jose melihat kepanikan di mata Aura, lalu tersenyum sinis. "Cuma mau cek lukamu, dokter bilang harus ganti perban. Kamu pikir aku mau ngapain?"Aura tidak bisa berkata-kata. Kenapa jadi canggung begini?Dia terdiam sesaat, lalu berkata dengan nada keras kepala, "Aku ... tentu saja tahu kamu cuma mau cek lukaku.""Oh?" Jose mengangkat alis sedikit.Tatapan Jose membuat Aura merasa tak nyaman. Ekspresinya seolah-olah mengatakan bahwa sikap Aura tadi terkesan terlalu percaya diri.Aura berdeham pelan, mencoba mencari alasan. "Kalau soal ganti perban, mending dokter saja yang gantikan, 'kan?""Dokter?" Jose tersenyum tipis. "Kalau begitu, kamu tanya saja ke dia, dia berani ganti perbanmu?"Aura terdiam, baru sadar ini adalah wilayah Jose. Kalau untuk operasi ambil peluru mungkin dokter boleh, tetapi soal mengganti perban, jelas mereka tidak berani melakukannya.Bagaimanapun, sekarang semua orang menganggapnya adalah wanita Jose. Siapa pula yang berani membuat Jose kesal?Aura menggigit bib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status