Share

Bab 4

Penulis: Camelia
Di dalam mobil, Aura kembali mengoleskan lipstik agar wajahnya yang agak pucat terlihat lebih segar.

Setengah jam kemudian, taksi yang dia tumpangi berhenti di depan kelab bernama Allure. Dengan sepatu hak tingginya, dia masuk dan mendorong pintu ruang privat. Begitu pintu terbuka, tampak pria dan wanita yang berpelukan, juga terdengar nyanyian bercampur dentingan gelas.

Aroma kuat dari asap rokok bercampur alkohol dan parfum langsung menusuk hidungnya, membuatnya terbatuk kecil. Matanya segera mencari sosok Efendi di dalam ruangan.

Namun, bukan Efendi yang dia lihat, melainkan Daffa yang bersandar di sofa. Pria itu duduk dengan posisi miring, terus-menerus menuangkan alkohol ke mulutnya tanpa henti.

Aura menggigit bibir dan mengumpat dalam hati, 'Sial sekali.'

Dia tahu Efendi sengaja bekerja sama dengan Daffa untuk memancingnya ke sini. Hal ini benar-benar membuatnya marah.

Saat Aura berbalik untuk pergi, Daffa sudah lebih dulu melihatnya. Mata pria yang tadinya redup langsung berbinar. Dengan langkah cepat, dia mendekat dan menarik pergelangan tangan Aura.

"Aura, jangan pergi. Kita perlu bicara," ucap Daffa.

Aura menatapnya dengan dingin. "Nggak ada yang perlu dibicarakan."

Dia berusaha menarik tangannya, merasa jijik hanya dengan disentuh oleh pria itu.

Namun, Daffa tidak mau melepaskannya. "Aura, dengarkan aku. Aku dan Ghea nggak seperti yang kamu pikirkan. Dia yang menggodaku lebih dulu!"

"Cukup!" Aura mengerutkan kening, menoleh menatap Daffa. "Kalau kamu mengakui semuanya, aku masih bisa menganggapmu sebagai pria sejati. Tapi, menyalahkan wanita atas kesalahanmu sendiri? Itu namanya pengecut."

"Ghea memang nggak tahu malu, tapi kamu juga sama!" Aura ingin memutar bola matanya, tetapi mengingat betapa indahnya matanya, dia merasa tindakan itu hanya membuang-buang energinya. Jadi, dia menahan diri.

Daffa terdiam sejenak. Seumur hidupnya, dia belum pernah diperlakukan seperti ini. Apalagi, dulu Aura yang selalu mengejarnya.

Daffa punya gengsi tinggi. Kini, kesabarannya hampir habis dan wajahnya menjadi masam. "Aku sudah minta maaf, kamu mau apa lagi? Kamu benar-benar mau batalin pertunangan kita? Aura, kamu lupa gimana kamu dulu memohon supaya kita bisa bersama?"

Aura hampir tertawa saking marahnya. Masih mending jika tidak membahas hal itu. Begitu dibahas, dia langsung merasa mual.

Ekspresi Daffa melembut saat melihatnya ingin muntah. Dia mencoba menyentuhnya. "Aura, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja?"

Aura segera menarik tangannya dan menatap Daffa dengan ekspresi jijik. "Kalau kamu menjauh dariku, aku akan baik-baik saja. Jangan pernah bahas masa lalu kita lagi. Karena setiap kali aku mengingatnya, aku ingin muntah!"

Daffa benar-benar marah. "Aura, jangan sok jual mahal! Jangan bilang kamu sudah punya pria lain?"

Ucapan itu disertai genggaman yang semakin erat di pergelangan tangan Aura. Suara Daffa menjadi dingin. "Katakan! Siapa pria itu?"

Aura mendengus sambil menatapnya dengan sinis. "Bukan urusanmu! Kamu cuma perlu ingat, aku yang mencampakkanmu!"

Daffa pura-pura tidak mendengar. Dia memang mencintai Aura. Namun, di kalangan sosial mereka, siapa yang benar-benar setia?

Sebagai anak orang kaya yang tidak perlu khawatir soal hidup, mereka selalu mencari cara untuk menghibur diri dan wanita hanyalah salah satu hiburan itu.

Ghea sendiri yang menawarkan diri, bukan Daffa yang mengejarnya. Daffa berpikir, selama ini Aura sangat mencintainya. Asalkan dia meminta maaf, masalah ini pasti bisa selesai.

Namun, kali ini Aura benar-benar ingin berpisah. Daffa tidak bisa menerimanya. Dia memang berencana menikahi Aura. Bagaimanapun, sejak berusia 18 tahun, kecantikan Aura sudah tidak tertandingi di kalangan mereka.

Bening, menggoda, dan yang paling penting wanita ini sangat setia padanya. Semua pria di lingkarannya sampai iri padanya.

Memikirkan itu, Daffa menenangkan diri dan mencoba sekali lagi. "Kita sudah melalui banyak hal bersama. Aku sungguh menyesal. Aura, aku minta maaf."

Saat berbicara, dia menekan Aura ke dinding, berniat menciumnya. Daffa berpikir dia sudah merendahkan diri, jadi amarah Aura seharusnya sudah mereda.

Siapa sangka, Aura langsung mengangkat lututnya dan menendang tepat di selangkangannya. Rasa sakit yang luar biasa membuat wajah Daffa memucat, lalu berubah merah padam.

Aura mendengus. "Itu salahmu sendiri."

Setelah berkata begitu, dia berbalik untuk pergi. Namun, begitu berbalik, dia malah menabrak seseorang.

Sambil mengusap kepalanya yang terbentur, Aura mendongak. Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan wajah tampan luar biasa, Jose.

Jose tidak mengatakan apa pun. Namun, di balik tatapan dinginnya, ada kilatan senyuman yang samar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 686

    "Aku sebenarnya ingin kamu menemui kakekku kali ini. Dia sedang sakit dan sudah dirawat di rumah sakit. Kondisinya makin lemah dan sering linglung. Dalam hidup ini, yang paling dikhawatirkan kakekku hanyalah bibi kecilku."Aura menatapnya dengan bingung. "Pak Roy, apa hubungannya denganku?"Roy yang sedang menyetir menoleh sekilas padanya. "Karena kamu sangat mirip dengan bibi kecilku. Sejak pertama kali melihatmu, aku merasa wajahmu hampir sama dengannya.""Kalau begitu, bibi kecilmu itu ...." Aura berhenti sejenak, hatinya tiba-tiba muncul firasat buruk.Roy mendesah pelan. "Ceritanya panjang. Waktu aku 5 tahun, bibi kecilku pergi dari rumah karena suatu masalah, lalu memutus semua hubungan dengan keluarga.""Selama ini keluargaku juga bukannya nggak mencarinya, tapi nggak pernah berhasil. Saat aku ke Jakoro dan melihatmu, aku benar-benar terkejut. Kalau usiamu nggak semuda ini, mungkin saat itu aku langsung memanggilmu 'Bibi'."Aura teringat saat pertama kali dia bertemu Roy, sikapn

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 685

    Aura berkata dengan pelan, "Terima kasih."Setelah tinggal beberapa hari di vila itu, Aura merasa bosan. Sambil memulihkan diri, dia mulai mencari-cari informasi tentang Kota Morimas di internet. Dia memang tidak begitu mengenal kota itu, tetapi keuntungannya adalah kota ini cukup jauh dari Jakoro.Selain itu, sepertinya Alatas Heir tidak memiliki bisnis ataupun aset di Kota Morimas. Jika begitu, Aura merasa menetap di sini sepertinya merupakan ide yang bagus. Oleh karena itu, saat membaca budaya dan kehidupan di kota ini, dia juga mulai berpikir apa yang bisa dilakukannya selanjutnya untuk menafkahi kehidupannya di sini.Saat itu, tiba-tiba muncul sebuah notifikasi berita di bagian teratas ponsel Aura.[ Grup Tanjung bangkrut. Direktur Anrez dalam kondisi kritis, pewaris Keluarga Tanjung menghilang saat kecelakaan mobil. ]Aura tertegun sejenak, lalu secara refleks mengetuk layar dan membuka halaman berita itu. Di berita itu terpampang foto Anrez.Sejak mendengar kabar Anrez sakit par

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 684

    Roy tertegun sejenak, lalu berkata, "Aku hanya butuh kamu menemaniku bertemu seseorang.""Bertemu seseorang?" tanya Aura dengan tatapan yang makin waspada.Melihat reaksi Aura, Roy tertawa terbahak-bahak. "Tenang saja, hanya bertemu sebentar saja. Nggak akan terjadi apa-apa. Aku akan menjamin keselamatanmu, aku nggak akan membiarkanmu terluka sedikit pun.”Setelah mendengar perkataan Roy itu, entah mengapa Aura perlahan-lahan merasa tenang. "Boleh tahu aku berada di Kota Morimas sudah berapa lama?""Tiga hari. Tenang saja, ini vila pribadiku. Saat membawamu ke sini, aku juga pakai pesawat pribadiku. Jadi, nggak ada seorang pun yang tahu di mana keberadaanmu sekarang," jawab Roy dengan makna tersembunyi.Aura menggigit bibirnya, lalu berkata, "Terima kasih."Namun, ini adalah hasil sebenarnya yang diinginkan Aura karena sekarang dia sudah tidak memiliki keterikatan apa pun terhadap Jakoro. Soal hubungannya dengan Jose, biarlah semuanya dianggap sudah berakhir. Mulai sekarang, semuanya s

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 683

    Mendengar perintah itu, Tiano secara refleks menoleh ke arah Jose. Namun. pada akhirnya, dia hanya bisa menundukkan kepala dan menjawab dengan singkat, "Baik."Selesai merespons, Tiano pun keluar dari ruangan.Di dalam ruang kerja yang remang-remang, kembali hanya tersisa Jose seorang diri. Dia menyipitkan mata, lalu menatap foto-foto yang diberikan Tiano dengan tatapan yang makin muram.....Saat terbangun, Aura menyadari dia berada di tempat yang asing dan tata ruang kamar itu tidak seperti rumah sakit. Meskipun sederhana, terlihat jelas harga setiap perabotnya mahal. Dia perlahan-lahan membuka matanya dan meneliti sekeliling, lalu mencoba menopang tubuh untuk bangun.Tepat saat itu, ada seseorang yang membuka pintu kamar dan seorang wanita muda dengan seragam putih perawat masuk. Melihat Aura sudah membuka mata, kedua matanya langsung membelalak. "Wah, kamu sudah sadar ya?"Aura baru saja bangun, sehingga pikirannya masih agak kabur. Dia bertanya dengan bingung, "Aku ini ada di mana

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 682

    Begitu pintu kamar tertutup, ekspresi Tiano langsung berubah muram. Orang yang bekerja di bidang mereka ini, hal terpenting adalah pendengaran yang tajam. Sebelum membuka pintu dan masuk tadi, dia sangat yakin mendengar suara seorang pria di kamar Sherly. Dia sudah menjadi pengawal selama bertahun-tahun, sehingga dia sangat yakin dengan ketajaman telinganya.Selain itu, Tiano juga sepertinya mendengar keduanya menyebut nama Aura.Melihat Tiano yang berdiri di tempat sambil melamun, seorang pengawal yang berjaga bersamanya pun mendekat dan bertanya, "Bos, ada apa?"Tiano tersadar kembali, lalu menoleh pada anak buahnya. "Nggak apa-apa. Kamu harus lebih memperhatikan Nona Sherly. Aku akan kembali dulu, nanti aku akan kirim beberapa orang tambahan ke sini."Anak buah itu langsung menganggukkan kepala. "Siap!"Setelah mengatakan itu, Tiano melangkah pergi. Namun, saat baru saja sampai di lantai bawah, dia merasa ada sesuatu yang janggal. Saat hendak masuk ke mobil, dia malah menutup kembal

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 681

    "Seiji ya?" kata Jose.Ekspresi Riana langsung menjadi tegang. Seiji memang orang kepercayaannya dan selama ini Seiji yang membantunya menangani urusan kotor.Melihat Riana terdiam, Jose pun tersenyum menyeringai. "Sebelum menemukan Aura, dua orang ini akan ditahan di tempatku dulu."Riana segera menggelengkan kepalanya. "Jose, dengarkan aku. Soal kecelakaan mobil itu, aku benar-benar nggak tahu dan itu juga bukan aku yang atur. Itu murni kecelakaan."Jose yang tidak ingin mendengar omong kosong Riana lagi pun berbalik dan pergi. Tak lama kemudian, Esti yang sudah hampir kehabisan napas pun dibawa pergi oleh orang-orangnya.Meskipun Riana mencoba melawan, dia tetap tidak berdaya. Dia terduduk ke lantai dengan tatapan yang kosong. Bagaimana bisa semua ini berkembang menjadi seperti ini?Berbeda dengan Riana yang merasa putus asa.Di sisi lain, Sherly yang berada di dalam kamar pasien malah terlihat jauh lebih gembira. Saat melihat Black pulang tanpa terluka sedikit pun, dia awalnya sang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status