"Kenapa? Aku sudah berniat menoleransi Aura untuk sementara waktu, menunggu sampai tubuhku pulih baru mencari cara untuk membuatnya tersingkir dari sisi Jose.""Sekarang kamu malah bilang padaku dia hamil? Hah?" Saat mengucapkan kalimat terakhir, nada suaranya terdengar suram.Meskipun sebenarnya hal ini tak ada hubungannya dengan sosok itu, mendengar perkataan Sherly, dia tetap menunduk dan merasa bersalah. "Maaf, itu salahku."Sherly hanya tertawa dingin mendengarnya. Dia pun mengangkat tangan mengambil sebuah gelas kaca di sampingnya dan melemparkannya ke arah sosok hitam itu.Lemparannya akurat, tepat menghantam pelipis sosok itu. Sosok itu tidak menghindar. Seketika, darah segar mengalir dari pelipisnya. Dia seakan-akan tidak punya rasa sakit, hanya berdiri tegak di sana.Darah itu mengalir menuruni wajahnya dan jatuh di atas lantai marmer, membentuk bercak yang indah seperti bunga.Pemandangan semacam itu justru membuat Sherly merasa puas. Dia mengaitkan jari ke arah sosok itu. "
Jose melihat tubuh mungil Aura seketika berlari kembali ke kamar. Tatapannya sempat bergetar sejenak, lalu dia berbalik meninggalkan tempat itu.Beberapa saat kemudian, Aura mendengar suara mesin mobil dari luar. Dia pun mengembuskan napas lega dan berbaring dengan lemas di atas ranjang.Entah karena seharian ini terlalu tegang atau lelah, tidak lama kemudian dia pun terlelap. Ketika kembali terbangun, yang pertama tercium olehnya adalah aroma makanan.Aura membuka mata dengan linglung, lalu melihat Jose duduk di meja makan. Di depannya sudah ada semangkuk mie sop yang masih mengepul.Aura tertegun. "Kamu keluar cuma buat beliin aku ini?"Jose mengangkat alis menatapnya. "Kalau bukan buat kamu, masa buat anak anjing?"Ucapan pria ini memang selalu tak enak didengar, apalagi kalau sedang marah. Aura menatap semangkuk mie sop yang masih mengepulkan asap itu, hatinya seperti dilunakkan sesuatu."Mau aku suapin langsung ke mulutmu?" Jose melihatnya tidak bergerak, jadi menegurnya lagi deng
Aura pada akhirnya merasa takut. Di bawah tatapan Jose, dia tak mampu bertahan lebih dari lima detik.Aura terdiam sejenak, lalu bangkit menghadapi sorot mata dingin Jose. Mungkin karena sedang hamil, tidak makan sehari penuh membuat tubuhnya terasa lemas saat berdiri. Dia hampir saja terjatuh.Gerakan itu tak luput dari mata Jose. Jose pun hanya menanggapi dengan satu dengusan dingin.Aura diam sesaat sebelum akhirnya berkata, "Aku memang nggak punya selera makan."Jose mengejek, "Gimana? Mau mati kelaparan atau mau membiarkan anak dalam perutmu mati kelaparan?"Selesai berbicara, Jose melangkah menuju meja makan, lalu duduk. Jari-jarinya yang panjang mengetuk pelan meja dengan sikap tak acuh. "Sini."Nada bicaranya dingin, tanpa sedikit pun kehangatan. Aura tetap tak bergerak. Jose pun kembali menyipitkan mata, seolah-olah kesabarannya habis. "Kamu ke sini atau aku yang ke sana."Kalimat itu terdengar penuh ancaman. Aura tahu dirinya tak pernah bisa bersikap keras kepala di depan Jos
Aura akhirnya benar-benar sadar akan satu hal. Dirinya memang sedang dikurung.Jose sebenarnya mau apa? Jangan-jangan dia benar-benar ingin mempertahankan bayi dalam perutnya ini?Begitu pikiran itu muncul, Aura langsung menolaknya. Tidak mungkin. Meskipun Jose menginginkannya, seluruh Keluarga Alatas jelas tidak akan setuju."Dia di mana? Aku mau ketemu dia." Aura mendongak menatap para pengawal.Salah satunya menggeleng. "Kami juga nggak tahu Tuan Jose ke mana."Satu kalimat itu langsung membuat Aura terdiam tak bisa membalas. Dia hanya bisa diam-diam kembali ke dalam kamar.Pelayan yang melihatnya tidak memberontak pun langsung menghela napas lega. Dia memang takut Aura akan membuat keributan.Pelayan itu tersenyum padanya. "Jangan khawatir, Nona. Sebelum pergi, Tuan Jose suruh kami merawat Nona baik-baik. Kalau ada yang Nona perlukan, bisa langsung beri tahu kami."Kata-katanya terdengar begitu manis. Namun, Aura malah terkekeh dingin. Mau berbicara semanis apa pun, tidak akan meng
"Aku harus bilang apa lagi? Harusnya aku ikuti prosedur, bilang ke kamu kalau aku hamil, lalu kamu kasih aku uang miliaran supaya aku angkat kaki?""Terus, aku baru pergi menggugurkannya? Begitu?" Aura menengadah, ucapannya terdengar begitu wajar.Di kalangan mereka, hal seperti ini sudah terlalu sering terjadi. Akhirnya hanya berujung pada diberi uang, lalu disuruh pergi.Aura tidak ingin sampai ke tahap itu, hanya ingin meninggalkan sedikit harga diri untuk diri sendiri. Apa tidak boleh?Jose menatapnya sambil menggertakkan gigi. Kalau tatapan bisa membunuh, Aura mungkin sudah mati berkali-kali sekarang.Dia menggigit tipis bibirnya. "Aku hanya ingin menyisakan sedikit harga diri terakhir untuk diriku.""Di antara kita ...." Aura terhenti sejenak, teringat ucapan Jose di puncak gunung waktu itu. Dia tak berani meneruskan kalimatnya.Yang ingin dia katakan sebenarnya adalah biarlah mereka berpisah dengan baik-baik. Awalnya, dia bisa menunggu sampai Jose bosan dan mengusirnya. Namun, s
Keributan yang cukup besar itu menarik banyak tatapan. Namun, begitu melihat aura mengerikan yang menyelimuti Jose, semua orang langsung menutup mulut.Dengan agak kasar, Aura didorong masuk ke mobil yang berhenti di depan pintu rumah sakit. Baru saja dia ingin meringis kesakitan, Jose sudah masuk dengan wajah kelam. Aura yang cerdas pun menutup mulutnya. Saat ini, melawan Jose jelas hanya akan membuatnya rugi.Marsel sangat tahu membaca situasi. Dia segera menyalakan mesin dan melajukan mobil. Sepanjang jalan, Jose tidak mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya kelam seperti langit sebelum hujan deras.Aura berusaha menjauh darinya, tubuh mungilnya menempel erat ke pintu mobil. Di sepanjang jalan hanya terdengar suara angin dari luar jendela dan napas Aura yang sedikit panik. Seluruh kabin mobil terasa sunyi mencekam.Mobil melaju kencang, lalu akhirnya berhenti di garasi vila tempat mereka pernah tinggal. Begitu mobil terparkir, Jose langsung menarik Aura dengan kasar ke dalam vila."L