Jose menoleh menatapnya, lalu melirik tangan Aura yang mencengkeram ujung bajunya. Dia mengatupkan bibirnya, lalu berkata, "Aku ada urusan sebentar, kamu di rumah. Begitu selesai, aku langsung pulang."Suara Jose jarang sekali terdengar lembut seperti ini.Aura tertegun sejenak. Tiba-tiba, dia ingin bersikap sedikit manja. "Tapi malam ini, aku ingin kamu temani aku."Kesabaran yang semula ada di wajah Jose seketika hilang. Dia menunduk, menatap Aura. "Aura, jangan bersikap kekanak-kanakan. Aku sudah bilang, Sherly berbeda dengan orang lain. Jangan cemburu buta begini."Cemburu buta? Aura melihat ekspresi Jose, mendadak merasa kata-kata itu lucu sekali. Dia tidak marah, hanya tersenyum sambil melepaskan tangannya dari baju Jose. "Aku cuma bercanda. Pergi sana."Tatapan Jose sedikit melunak, seolah-olah menyadari ucapannya tadi terlalu keras. Dia menunduk, mengusap lembut kepala Aura. "Begitu selesai, aku langsung balik."Aura hanya menggumam pelan. Matanya menatap punggung Jose yang men
Aura segera kembali sadar. "Nggak, aku cuma lagi pikirin gimana dekorasi pernikahan nanti.""Oh?" Jose sedikit mengangkat alisnya. Kemudian, dia memiringkan tubuh, menatap Aura lekat-lekat. "Kalau begitu, coba katakan, kamu ingin seperti apa."Pertanyaan itu membuat Aura terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Setelah berpikir sejenak, dia menyahut, "Pak Jose bicara apa sih? Seleraku mana bisa dibandingkan denganmu. Kamu saja yang atur, apa pun aku suka."Sambil berbicara, Aura bersandar di pelukan Jose dengan gaya manja, untuk mengalihkan topik.Jose menunduk menatap rambut lembutnya, lalu meraih tengkuknya dan menariknya keluar dari pelukan.Aura mendongak menatapnya, melihat bibir Jose yang tadinya terangkat kini kembali turun. Dia tertegun, tak tahu lagi ucapan mana yang membuat Jose tidak senang. Jantungnya pun berdebar kencang tanpa sebab.Beberapa saat kemudian, Jose akhirnya bertanya dengan dingin, "Pak Jose? Kamu nggak merasa panggilan itu terdengar terlalu asing, untuk kita yan
Tubuh mungil Aura seketika bergetar. Jose seolah-olah tak merasakan apa-apa, menunduk, lalu menjatuhkan sebuah kecupan di lehernya. Aura hanya merasa geli.Jelas-jelas ekspresi Jose saat ini tidak semenakutkan ketika dia sedang marah. Namun, Aura tetap saja tak bisa menahan rasa gentar yang menjalari hatinya. Seolah-olah ketakutan pada Jose sudah meresap ke dalam tulang."Gaun pengantin tadi gimana?" tanya Jose tiba-tiba. Tangannya masih tak mau melepaskan Aura.Aura berdeham pelan, lalu mengangguk patuh. "Bagus.""Kenapa nggak dicoba?" Jose kembali bertanya, "Kamu nggak suka? Kalau begitu, besok biar aku suruh orang kirim lebih banyak lagi untuk kamu pilih."Nada suaranya terdengar sangat lembut, seakan-akan pertengkaran kemarin sama sekali tak pernah terjadi.Aura sudah terbiasa dengan perubahan emosi Jose yang tak menentu. Dia hanya terdiam sesaat. "Sudah dipilih kok, nggak perlu repot-repot lagi."Dia menoleh ke arah Jose, cahaya lampu redup di kamar mandi jatuh dari langit-langit,
"A ... apa?" Aura baru saja terbangun, semalam dia sama sekali tidak tidur. Pikirannya masih dalam keadaan setengah sadar.Butuh beberapa detik setelah Lulu berbicara, barulah Aura bisa bereaksi. Wajahnya menampakkan sedikit kegembiraan. "Jadi, sebentar lagi kita bisa keluar?""Keluar buat apa?" Lulu mendengus pelan. "Dengan satu perintah dari Jose, mana ada desainer gaun pengantin kelas atas yang nggak buru-buru membawakan desainnya sendiri untukmu?"Artinya, tetap saja mereka tidak bisa keluar. Wajah mungil Aura jelas-jelas dipenuhi kekecewaan."Kok kamu kelihatan kurang senang?" Lulu sudah mengenal Aura bertahun-tahun. Hanya dari satu ekspresi saja, dia sudah bisa tahu isi hati temannya. Awalnya, Lulu mengira Aura seharusnya bahagia.Bagaimanapun, bisa menikah dengan Jose merupakan keuntungan besar yang tak akan pernah merugikan seorang perempuan. Namun, melihat ekspresi Aura sekarang, Lulu sama sekali tidak melihat sedikit pun kebahagiaan darinya.Aura menoleh, melirik Lulu sekilas
Aura merasa agak takut ditatapnya. Baru saja ingin mengatakan sesuatu untuk mencairkan suasana, tangan Jose sudah lebih dulu mencengkeram lehernya. Cengkeramannya tidak terlalu kuat, juga tidak ringan. Namun, tetap saja membuat orang merasa terancam.Tangannya perlahan meluncur ke bawah, seolah-olah ingin membuka ritsleting gaun Aura. Aura menelan ludah, pelan-pelan berkata, "Biar aku sendiri."Jose tidak banyak berkomentar. "Yang patuh sedikit. Kalau kamu masih kabur, aku nggak bisa jamin aku nggak akan melakukan sesuatu."Itu adalah peringatan darinya.Aura mengangguk cepat, seperti mainan kepala goyang. "Aku tahu."Baru saja dia selesai berbicara, ponsel Jose yang ada di saku berbunyi. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Aura. Dia mengeluarkan ponsel, menggeser layar, lalu menempelkannya ke telinga."Halo.""Baik, aku tahu."Jose menutup panggilan, sepanjang proses itu tatapannya tetap terkunci pada Aura. Setelahnya, dia menjulurkan tangan, membuka keran air di samping."Aku
Aura menundukkan kepalanya dengan makin rendah, tiba-tiba merasa dia adalah seorang siswi yang ketahuan membuat kesalahan di sekolah dan dimarahi guru. Tidak, Jose jauh lebih menakutkan daripada seorang guru. Apalagi kejadian hari ini memang salahnya, dia tidak memiliki keberanian untuk membantah.Jose mengangkat kepalanya dan menyipitkan matanya. Begitu dia menarik tangannya dengan pelan, tubuh mungil Aura langsung terduduk di pangkuannya. Hari ini, Aura mengenakan gaun panjang, sehingga dia langsung merasa sangat malu saat kedua kakinya terbuka dan duduk berhadapan dengan Jose. Namun, tangan Jose mencengkeram pinggangnya dengan erat, membuatnya tidak bisa bergerak."Aku benar-benar penasaran, bagaimana caramu bisa kabur hari ini?" kata Jose.Jose berkata dengan nada tenang, tetapi Aura tetap bisa merasakan amarah yang tersembunyi di balik kata-katanya. Dia berdeham pelan, lalu secara refleks menoleh sekilas ke arah balkon. Saat ini, sepertinya hanya ada satu jalan yaitu jujur apa ada