Aura benar-benar tidak mengerti mengapa Jose malah menanyakan hal itu di saat seperti ini, dia sama sekali tidak ada persiapan. Dia menjilat bibirnya yang kering dengan ujung lidah, berusaha untuk meredakan rasa canggung. "Aku sudah jelaskan alasannya sebelumnya."Jose menatap Aura dengan mata yang memerah dan tatapan yang perlahan-lahan menjadi muram. Tepat saat Aura mengira dia akan marah, dia malah tiba-tiba tertawa dan melepaskan genggaman tangannya. "Bagus sekali."Entah apa maksudnya, Jose hanya berkata bagus sekali dan kembali memejamkan mata. Saat dokter datang, dia tidak membuka matanya lagi dan tidak mengucapkan sepatah kata pun juga.Setelah mengukur suhu tubuh dan memeriksa luka Jose, dokter menoleh dan berkata pada Aura, "Nyonya Aura, Pak Jose sepertinya begini karena lukanya infeksi. Demamnya cukup tinggi, tapi coba minum obat dulu. Kalau nggak membaik, mungkin harus infus."Saat dipanggil dokter dengan sebutan nyonya, Aura sempat tertegun. Dia baru saja ingin menjelaskan
"Jangan berpikir yang aneh-aneh. Tunggu aku kembali, akan ada kejutan untukmu," kata Jose.Mendengar kejutan dari mulut Jose, Aura tidak berani membayangkannya. Yang bisa diberikan Jose padanya, sepertinya hanya rasa takut. Dia tertegun sejenak, tetapi pada akhirnya tetap patuh dan menyandarkan diri ke pelukan Jose. "Baik."Setelah itu, Aura memejamkan mata dan perlahan-lahan tertidur.Tengah malamnya, Aura terbangun karena mimpi buruk. Di dalam mimpinya, Jose menggenggam tongkat bisbol yang digunakan untuk mematahkan kaki Brian dan menatapnya dengan tatapan dingin. Dia sendiri tergeletak di lantai dengan ekspresi ketakutan.Sementara itu, ekspresi Jose terlihat sangat muram, lalu tiba-tiba membungkuk dan mendekati Aura sambil tersenyum. "Aura, kamu nakal ya. Aku paling benci pengkhianat."Setelah mengatakan itu, Jose mengangkat tongkat bisbolnya.Karena sangat ketakutan, Aura langsung membuka matanya. Perasaan ngeri itu terlalu nyata sampai hatinya masih berdebar saat dia terbangun. S
Aura mengangkat kepala dan menatap Jose dengan bingung. "Kenapa? Bukannya kamu suruh aku bantu kamu melepaskan pakaian?"Jose mengangkat kepalanya, lalu tiba-tiba berkata dengan nada dingin seperti biasanya, "Besok aku akan kembali ke Jakoro."Mendengar perkataan itu, Aura tertegun sejenak. "Benarkah?"Setelah mengatakan itu, Aura baru menyadari suaranya terdengar terlalu riang.Ternyata memang benar, Jose langsung mengernyitkan alisnya sejenak. Setelah itu, dia menatap Aura dengan santai dan bertanya, "Aku sudah mau kembali, kamu senang sekali ya?"Aura diam-diam menjawab tentu saja dalam hatinya, tetapi dia tidak berani mengatakannya. Dia hanya bisa tersenyum kaku dan berkata, "Nggak. Aku hanya merasa kamu baru saja terluka, sepertinya nggak baik untuk melakukan perjalanan jarak jauh."Jose tersenyum sinis. "Sepertinya kamu cukup peduli padaku. Kalau begitu, mau ikut aku pulang?""Ah?" seru Aura dengan terkejut."Nggak mau?" tanya Jose sambil mengernyitkan alisnya. Ekspresinya tidak
Saat Aura keluar dari vila, Jose sudah masuk ke dalam mobil. Dia bisa melihat asap rokok yang memenuhi bagian dalam mobil dari jendela yang terbuka setengah, sepertinya Jose sedang merokok.Jose mengembuskan asap rokok saat Aura berjalan mendekat, lalu mengangkat kepala dan melirik sekilas ke arah Aura yang berada di luar jendela. "Masuk."Aura menggigit bibirnya, lalu melangkah masuk ke dalam mobil dengan patuh. Begitu masuk, dia mencium bau asap rokok bercampur dengan aroma dingin khas tubuh Jose dan bau darah. Itu bukan bau yang enak dan bahkan terasa sangat menekan. Dia sempat merasa sesak napas sejenak, lalu akhirnya tidak tahan lagi dan menoleh ke arah Jose yang ekspresinya dingin.Dia ingin mengingatkan Jose sebaiknya jangan terlalu banyak merokok karena masih sedang terluka.Namun, sebelum Aura sempat berbicara, Marsel sudah membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Setelah itu, dia berkata pada Jose, "Pak Jose, aku sudah mengatur urusan yang di dalam."Jose hanya menganggukkan k
"Kamu sudah begitu tega membunuhku, kamu juga jangan berharp bisa mati dengan tenang," kata Brian.Saat menoleh ke arah suara itu, Aura melihat Brian tergantung di balok penopang atap. Dibandingkan dengan pertemuan terakhir mereka, kondisi Brian yang sekarang terlihat menyedihkan. Seluruh tubuh Brian penuh dengan darah dan terlihat terluka lebih parah dibandingkan Jose, bahkan jauh lebih parah. Namun dari nada bicara Brian yang masih kuat, sepertinya luka itu tidak sampai mematikan.Mendengar perkataan itu, ekspresi Jose yang tadinya terlihat tegas pun memperlihatkan senyuman sinis. Saat dia melambaikan tangan, seseorang yang langsung mengerti pun menurunkan Brian dari balok penyangga atap itu. Setelah itu, dia mengulurkan tangannya ke arah Marsel dan Marsel pun langsung menyerahkan sebuah tongkat bisbol padanya."Kalau begitu, kita lihat apa nyawamu ini cukup kuat," kata Jose. Suaranya memang enak didengar, tetapi membuat orang merinding di situasi seperti ini.Jose melangkah maju, la
Nada bicara Jose terdengar tenang. Suaranya memang tidak keras, tetapi membuat orang tidak bisa membantah.Aura pun hanya bisa menggigit bibirnya.Beberapa saat kemudian, Marsel masuk ke dalam ruangan itu dan menatap Jose. "Pak Jose, kita harus bagaimana menangani Brian?"Saat mendengar nama Brian, Aura secara refleks menoleh ke arah Marsel. Bukannya Brian adalah pria yang ditemui mereka saat itu di kapal pesiar? Dia tidak mati?Setelah itu, Aura menoleh ke arah Jose. Jika ingatannya tidak salah, Brian jelas-jelas sudah mati karena tertembak dan jatuh ke laut. Mengapa sekarang Brian masih hidup dan muncul di Kota Morimas juga?Menyadari Aura sedang menatapnya, Jose tersenyum."Harus bagaimana menanganinya? Menurutmu, orang yang melarikan diri harus diperlakukan seperti apa?" tanya Jose pada Marsel sambil mengancing kemejanya dengan tenang.Marsel mengernyitkan alis, lalu menjawab, "Menghadapi pengkhianat seperti ini biasanya selalu mematahkan tangan dan kakinya, lalu melemparnya ke su