Share

13. Zakia

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2022-11-13 14:56:32

Annasta begitu terkejut dengan sosok wanita yang sedang berdiri memunggunginya. Secara postur Annasta sangat hapal punggung siapa yang ada di depannya itu.

Bibir Annasta bergetar mencoba memanggil nama sang pelanggan yang tidak lain adalah mantan mertuanya.

"Saya yang bertanggungjawab mengenai desai interior yang Ibu pesan beberapa bulan yang lalu, maaf ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" kataku sedikit bergetar, sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan akan bertemu langsung dengan mantan ibu mertua dalam keadaan seperti ini.

Wanita itu berbalik, netranya seketika membola saat melihat wajahku. Sedetik kemudian bibirnya mengulas senyum.Senyum yang masih sama saat awal aku mengenal beliau.

"Apa kabar kamu, Ann?' tanya Ibu Zakia.

"Ann dalam keadaan baik, Nyonya Zakia!" balasku lirih, lalu aku pun maju untuk mencium punggung tangannya sebagai baktiku padanya.

"Kemana saja kamu, Aan? Dimana rasa empatimu pada kedua anakmu yang kamu tinggalkan bersama wanita rubah itu?!" kata Zakia dengan nada datar dan sedikit kecewa.

Annasta hanya terdiam, selama ini dia bekerja tidak pernah bercerita mengenai hidupnya pada teman satu ruangan, Sekarang tiba-tiba mantan mertuanya berkata dengan gamblang masalh hidupnya. Hal itu mampu membuat semua anggota timnya terkejut. Berita yang sangat mengejutkan untuk semua bawahannya.

"Nyonya pasti haus, Amel tolong buatkan Nyonya Zakia teh daun mint hangat tanpa gula!" perintah Aanasta pada Amel untuk mengalihkan topik bahasan.

"Mari Nyonya kita duduk dulu di sana untuk membahas lebih lanjut mengenai desain yang Nyonya pesan sambil menikmati teh mint hangat!" ajak Annasta dengan nada rendah dan sopan.

Zakia mengikuti langkah Annasta dengan sedikit cemberut, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya itu hanya mampu bungkam. Kedua nya duduk saling berhadapan, netra Zakia menelaah penampilan Annasta dari atas kepala hingga ujung kaki. Gadis pilihannya dulu kini telah menjelma menjadi wanita dewasa yang sangat cantik.

"Bagaimana semua ini bisa terjadi padamu, Ann? Jujur mama sangat terkejut kala mendapati Yoga dan Amelia sendirian di rumah sebesar itu tanpa kawalan orang tua. Saat mama datang berkunjung ke rumah kalian, rumah itu dalam keadaan sepi. Hanya ada dua anak tersebut tanpa adanya makanan yang tersedia, bahkan sekarang bibi juga diberhentikan. Apa maksud semua ini, Ann? Tolong jelaskan pada mama!" pinta Zakia dengan penuh harap.

Aku tidak mampu berkata-kata lagi, sesuatu yang seharusnya tidak perlu diketahui oleh mama mertua harus terungkap secara nyata. Selama ini Mas Jasen memang dekat dengan mamanya daripada papah, dan aku pun paham akan hal itu.

"Maafkan Ann, Ma. Mungkin semua ini adalah salah Ann yang tidak bisa puaskan Mas Jasen di atas ranjang. Ann saja yang kurang peka akan hal itu," jawabku yang masih melindungi suamiku itu.

Mama Zakia tampak menghembuskan napas kasar berulang ulang, seakan dia tidak percaya dengan ceritaku. mama Zakia pun melanjutkan bicaranya untuk berganti topik.

"Baiklah itu urusan kalian mama tidak akan ikut campur. Tetapi bila sudah menyangkut kebahagiaan kedua cucuku jangan halangi mama untuk berbuat sesuka hati mama!" kata mama Zakia.

"Baik, Nyonya. Mari kita lanjutkan masalah desain yamh Anda inginkan!" kataku.

"Aku suka caramu melayani pelanggan, Ann. Desain ini mama pesen untuk dua cucu Vanderson, sengaja mama memesan desain buatan kamu agar kedua anak itu selalu mengingat tentang ibunya," jelas Zakia.

"Baik, Nyonya. Berarti desain ini dipasang di rumah Bapak Jasen?" tanyaku dengan suara bergetar menahan sesak didada.

"Tidak Ann, desain itu untuk kamar mereka yang ada di rumah mama. Jadi kamu harus berkunjung ke rumah mama untuk mendesainnya, lumayan buat kamu melepas kangen!" papar Zakia.

"Baik, Nyonya saya akan datang tepat waktu sesuai jadwal!" balasku.

"Kalau bisa besok sore kamu datang untuk cek tempat lebih dulu, nanti biar mama jemput kedua anak kalian sepulang sekolah. Bagaimana, Ann?" pinta Zakia sekalian tanya kesanggupanku.

Waktu terus berlalu akhirnya Nyonya Zakia pamit pulang, aku pun ikut mengantar beliau sampai depan lobbi kantor. Setelah Nyonya Zakia masuk dalam mobil dan duduk dengan nyaman, pintu mobil pun aku tutup perlahan dan mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang.

"Huft! Akhirnya selesai sudah waktu yang menegangkan bersama Nyonya itu," lirihku sambil melihat lalu lalang para karyawan yang hendak istirahat.

"Siang, Ibu Ann!" sapa para karyawan yang sudah mengenalku.

"Siang juga, kalian pada makan siang dimana?" tanyaku yang kebetulan juga merasakan lapar.

"Kami ingin makan di warung sederhana depan kantor itu saja BU Ann!" balas karyawan lainnya.

"Boleh aku ikut kalian makan di sana?" pintaku denagnhalus dan sopan.

"Tidak mengapa jika Ibu Ann merasa nyaman makan bersam dengan kami!" balas karyawan yang lain dengan nada sedikit ketus.

Aku hanya mengulas senyum tipis, lalu mengikuti langkah mereka menuju warung sederhana yang ada di seberang jalan depan kantorku. Tiba-tiba langkahku berhenti kala netra ini melihat sosok yang masih kurindukan berjalan menuju warung sederhana.

Dengan tatapan tajam dan penuh intimidasi, lelaki itu menatapku tanpa senyum. Langkah kaki panjangnya mengikis jarak aku dan dia. Tanpa suara, tanpa ijin dan tiada angin topan yang berhembus, tiba-t iba sebuah tapak tangan dengan kelima jari yang kokoh melayang menyentuh pipiku.

Suara beradunya tapak tangan yang bertemu dengan pipiku yang sedikit gempil terdengar pilu dan perih. Seketika tanganku menyentuh bekas tampar dari lelaki itu yang tidak kuketahui apa sebab dia melakukan hal itu padaku.

"Apa maksud semua ini, Mas?" tanyaku dengan suara bergetar dan tanpa sadar air mata mengalir perlahan.

Tiba-tiba sebuah tangan mungil merengkuh bahuku, membawaku ketempat yang agak sepi pengunjung.Namun, anehnya lelaki itu masih mengikutiku. Seakan dia blum puas setelah memberiku sebuah tamparan kerasnya.

"Bukankah sudah aku bilang jangan hadir diantara hidupku, malah kamu berani laporan sama mama. Apa maksud kamu, Jal*ng sial*n!" umpatnya dengan nada tinggi.

Aku terhenyak dalam dekapan seorang gadis kecil mungil, Gendis. Gadis yang mulai sedikit paham dengan masalah yang dihadapi oleh kepala devisinya.

### SA ###

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
perempuan tolol ...!! muakkkkk baca perempuan tolol yg gampang ditindas,
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   183. Akhir yang Pilu

    "Bunda?" Aku langsung terhenyak kala mendengar panggilan Amelia, segera kuanggukkan kepala tanda membenarkan pertanyaannya. Sungguh saat melihat anggukan kepalaku, putriku itu seketika menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan abangnya. Sementara Quinsa sedikit merapat pada palukan Yoga. Kepalanya menelusup pada dada abangnya.Pandangan matanya terlihat ketakutan pada Amelia, aku semakin heran dengan perilaku Quinsa. Beberapa kali kudengar Yoga bersenandung islami untuk menenangkan emosi adik tirinya tersebut. Dahiku langsung mengernyit kala mengenal senandung itu. "Yoga, tolong jelaskan pada bunda, apa yang terjadi dengan adik kamu itu!" desakku."Sini, Sayang. Quinsa ikut kak Amel dulu. Biarkan Abang ngobrol sama Bunda, ya. Ayo!" ajak Amelia lembut.Perlahan pelukan Quinsa mengurai dan mulai mengendur, tatapannya menatap sendu pada Yoga. Begitu ada anggukan dari putraku, barulah Quinsa mau turun dari pangkuan sang abang. Amelia segera melebarkan senyumnya agar adik tirinya mau

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   182. Quinsa

    Setelah menghabiskan satu roll roti gulung, Quinsa tertidur di sofa. Aku hanya memandang kasian pada anak tersebut. Sedangkan Yoga masih terlelap di pangkuanku. Sangat terlihat jika aura di wajahnya begitu lelah. Kusurai rambutnya yang sedikit panjang, jariku menelusuri setiap lekuk wajah putraku tersebut."Sungguh indah pahatan ini, satu kata untuk mengambarkan seluruhnya. Tampan!" lirihku."Tampan saja tidak akan cukup untuk menatap dunia, Bunda!" kata Yoga dengan mata masih terpejam.Seketika kutarik ujung jariku yang sudah menyusuri hidungnya yang tinggi. Sungguh hampir kesemua permukaan wajahnya menirukan Jasen. Mungkin hanya bentuk hidung dan bibir yang membedakan mereka. "Lalu dengan apa kamu tatap duniamu, Sayang?" tanyaku."Dengan agama dan ilmu, Bunda. Seperti yang selalu Bunda ajarkan pada kami," jawab Yoga sambil mencoba bangkit dan duduk.Mata cokelat terang yang indah itu kini menatapku sendu, aku hanya mampu membalas tatapannya penuh tanya. Kemudian kudengar napas pan

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   181. Tamu yang Sudah Aku Tunggu

    Siluet tubuhnya masih aku ingat, tetapi ini mengapa dia membawa seorang anak perempuan? Mungkinkah dia anaknya dengan Rowena, jika kuhitung usia anak itu saat ini berkisar di usia sepuluh tahun. Apakah itu sosok Quinsa, bayi imut yang dulu sempat aku timang.Oh, Tuhan. Kuatkan hatiku, cobaan apa lagi yang Engkau hadirkan dalam hidupku kali ini. Sekuat apapun hati ini, jika bersangkutan dengan Mas Jasen pasti akan membawa luka. Meskipun terkadang rasa sepi melandaku tetapi jika dia datang bersama dengan yang lain, sakit itu kian terasa. Apakah ini maksud mimpiku beberpa hari yang lalu. Untuk apa Mas Jasen datang lagi dalam hidupku setelah sepuluh tahun tidak berhubungan dan apa maksudnya membawa Quinsa. Kemana Rowena? Berbagai pertanyaan muncul di otak kasarku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup Tuhan."Bunda!" sapa lembut suara Quinsa.Naluriku sebagai ibu tidak dapat mengindahkan panggilan itu. Bagiku yang salah bukan anaknya melainkan kedua orang tuanya. Para karyawanku akhirnya pam

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   180. Kubebaskan Hatiku

    Sore semilir angin menerpa wajahku. Bayangan Jupri bersama Halimah masih nyata di pelupuk mata. Entah mengapa hati ini terasa sakit dan kecewa. Apakah aku sempat jatuh hati pada Jupri? Sejak mula semua rasa ini aku tolak. Namun, saat kulihat lelaki itu datang ke toko dengan membawa wanita hamil, hatiku sakit. Aku sendiri juga bingung dengan rasaku ini. Bagaimana bisa aku memupuk rasa yang belum tentu ada pada diri Jupri. Saat itu memang dia tidak ada cerita sedang dekat dengan seorang wanita manapun. Namun, pernah satu kali lelaki itu kelepasan bertanya mode baju syari terbaik dan berapa harganya. Hal ini sempat membuatku penasaran. Mungkin aku harus berusaha menepis segala rasa pada lelaki itu. Sejak kunjungan pertama Jupri dam istri menjadi sering datang dengan alasan Halimah susah makan nasi jadi dia lebih memilih kue basah ataupun roti bolu. "Aku harus segera pupus rasa ini dan lupakan semua. Kamu sudah mendapatkan bidadari yang terbaik, Jupri. Selamat!" batinku saat kulihat se

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   179. Gibran 2

    "Tadi Gibran sudah bilang lho, Nenek. Hanya itu Onty Dahlia," jawab Gibran."Iya, Sayang. Onty kan lama tidak jumpa Adik. Mungkin dia lebih senang menggoda, jadi maafkan Onty nya dong?" kataku pada Gibran sambil kuangkat dia ke pangkuanku.Namun, lelaki kecil menggeleng tanda dia tidak mau memaafkan Dahlia. Aku tersenyum melihat tingkah cucuku itu, dia sangat menggemaskan apalagi jika pipinya menggembung dengan bola mata yang berputar. Pasti bikin semua yang ada di sana ingin mencubit pipinya."Nenek, besok jika onty Dahlia pulang tidak usah dimasakin opor ayam, Ya. Biar tahu rasa!" dengusnya geram.Kulihat sejak tadi Dahlia hanya diam menatap Gibran, wanita muda itu menahan tawanya agar tidak terdengar oleh ponakannya yang lucu itu. Sementara Andin sejak tadi hanya berdiri, kini dia berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian Andin sudah kembali dengan membawa piring berisi nasi opor ayam. "Ayo turun dari pangkuan nenek, Adik makan dulu!" ajak Andin."Lho Adik belum makan, sini bi

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   178. Gibran

    Dahlia dan Amelia terlihat semakin kompak dan solid. Aku sangat bahagia melihat perkembangan mereka berdua. Setelah makan siang aku pun ngobrol dengan keduanya untuk sesaat sebelum aku kembali lagi ke toko. O ya, toko kue ku sekarang sudah maju pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan. Bahkan setiap Dahlia pulang, ada saja temannya yang nitip buat oleh-oleh.Sedangkan Amelia, dia terkadang ikut membantu di toko bila sedang senggang. Aku juga sangat bahagia karena sudah di panggil nenek oleh anaknya si Andin. Gadis itu sekarang sudah bukan gadis lagi melainkan sudah menjadi seorang ibu muda dengan anak satu."Bund, si ucrit bagaimana kabarnya?" tanya Dahlia."Jangan bilang ucrit, anak itu punya nama, Lho! Nanti jika Mbak kamu tiba-tiba dengar kamu yang akan kena omelannya," kataku."Hehe, iya ini Mbak Lia parah!" kelakar Amelia.Aku geleng kepala melihat keakraban mereka berdua. Aku dan kedua putriku selalu berbincang akrab seperti ini dalam menunggu waktu untuk memulai aktifitas kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status