Share

Bab 7

Author: Pixie
last update Huling Na-update: 2025-08-27 18:01:47

Briony menelan ludah. Tubuhnya kini terasa tegang. "L-lalu, siapa nama ayahmu?" tanyanya ragu. 

Belum sempat Andrew menjawab, radiografer tadi sudah kembali menghampiri mereka. "Selesai. Kita sudah mendapatkan hasil foto lenganmu."

Mata Andrew membulat. Ia sudah lupa dengan pertanyaan Briony. "Benarkah? Secepat itu? Mana hasilnya? Aku mau melihat tulangku." 

"Kamu bisa melihatnya di ruang dokter. Sekarang, biar aku pindahkan kamu ke kursi roda. Tolong jangan banyak bergerak supaya kamu tidak merasa sakit," ujar sang radiografer seraya melaksanakan tugasnya. 

Sementara itu, Briony masih memikirkan pertanyaannya tadi. Mungkinkah Andrew adalah putra Alex? Namun, dunia tidak selebar daun kelor. Mana mungkin takdirnya sekonyol itu? 

"Ya, ini pasti hanya kebetulan. Yang bernama Andrew bukan cuma anak Alex. Itu nama yang pasaran," pikirnya, meyakinkan diri sendiri. 

Namun, saat pintu ruang pemeriksaan dibuka, keyakinannya goyah. Sang nanny memanggil Andrew dengan nama yang familiar. "Tuan Muda White ...."

Mata Briony terbelalak sempurna. Ia tidak tahu apa yang sang nanny katakan selanjutnya. Telinganya terlalu berisik dengan suaranya sendiri. 

"Tuan Muda White? Nama belakangnya adalah White? Mungkinkah ... Andrew betul-betul anak Alex?"

Setibanya di ruangan dokter, Andrew tidak mengizinkan Nyonya Powell masuk. Ia hanya mau ditemani oleh Briony. 

Mau tidak mau, Briony menurut. Ia dampingi Andrew menemui dokter. Selama pemeriksaan dan penanganan, ia tidak bisa fokus. Ia sibuk memperhatikan wajah Andrew. Otaknya terus menilai kemiripan bocah itu dengan Alexander. 

"Apa yang harus kulakukan kalau Andrew benar-benar anak Alex? Dia pasti akan membunuhku kalau dia tahu aku mematahkan lengan anaknya. Haruskah aku kabur saja? Tapi bagaimana kalau bukan? Haruskah aku menyelidiki siapa orang tua Andrew lebih dulu sebelum mengambil keputusan?" pikir Briony, berulang kali. Hingga tangan Andrew selesai digips, ia masih bertanya-tanya. Ia sampai tidak sadar saat Andrew mengajaknya bicara. 

"Briony, lihatlah tanganku! Bukankah ini sangat keren? Aku jadi terlihat seperti robot. Dokter bilang, aku boleh menempel stiker-stiker favoritku di sini nanti," tutur Andrew sambil meraba gips dengan tangannya yang lain. Tak mendapat jawaban, ia mendongak lagi. "Briony?" 

Briony mengerjap. "Ya?" 

Andrew mengerucutkan bibir. "Kamu tidak mendengarku? Apa yang kamu pikirkan? Apakah kamu keberatan menemaniku berobat? Tapi itu tugasmu. Kamu harus bertanggung jawab karena telah membuat tanganku begini. Kau yang menabrakku dengan mobilmu."

Briony meringis. Ia melirik ke arah dokter dan perawat. Tatapan mereka terhadapnya seperti menghakimi. Apakah itu teguran dari semesta karena ia sempat berpikir untuk kabur? Sepertinya, ia memang harus bertanggung jawab penuh atas apa yang menimpa Andrew.

"Maaf. Aku tidak bermaksud mengabaikanmu. Aku hanya terlalu fokus memikirkan hadiah apa yang cocok untukmu," ujarnya kepada Andrew. 

"Hadiah?" Bocah laki-laki itu mengangkat alis, antusias. 

Briony mengangguk. "Kau sudah membiarkan dokter mengobati tanganmu. Kau layak mendapat hadiah. Tidak banyak anak pemberani sepertimu." 

"Kalau begitu, aku mau bola. Aku sudah lama menginginkannya, tapi tidak pernah dibelikan. Papa bilang rumah bisa hancur kalau sampai aku punya bola. Padahal, itu hanya sebuah bola, bukan roket atau TNT yang bisa meledak." 

"Sebagai dokter yang baik, perlu kuingatkan kalau kondisimu belum memungkinkan untuk bermain bola. Kamu tidak boleh banyak bergerak kalau mau tanganmu cepat sembuh," timpal sang dokter seraya mengacak rambut Andrew. 

"Aku juga tahu itu, Dokter. Aku berencana untuk memainkannya setelah tanganku sembuh. Tidak masalah kalau aku meminta bola lebih dulu, kan? Aku bisa menyimpannya untuk nanti," Andrew mengedikkan sebelah bahu sebelum beralih ke Briony. "Jadi, kapan kamu akan memberiku bola?" 

Briony menimbang-nimbang sejenak. "Bagaimana kalau aku membelinya setelah gipsmu dilepas?"

"Kau takut aku tidak bisa memegang omongan?" tuduh Andrew. 

Briony terkekeh. "Ya, kau kelihatannya suka membangkang. Buktinya, kau sempat menolak untuk diperiksa dengan mesin rontgen. Kau juga sempat melawan saat dokter mau memasangkan gips. Dan tadi pagi, kau tiba-tiba berlari menyeberangi jalan. Mobilku bisa menabrakmu karena kau tidak mau mendengar Nyonya Powell, kan?" 

Bibir Andrew mengerucut. "Itu justru terjadi karena Nyonya Powell tidak mau mendengarkan aku. Padahal, aku sudah bilang kalau aku melihat Mama. Tapi dia tidak percaya. Dia bilang Mama masih di luar negeri, tidak mungkin ada di sini. Saat aku mengajaknya pergi memeriksa, dia menolak. Aku terpaksa menyeberang jalan sendirian untuk membuktikan kalau aku benar. Sayangnya, kamu tidak melihatku lewat. Kamu seharusnya menginjak rem lebih cepat supaya aku bisa menyeberangi jalan dengan selamat." 

Tatapan dokter dan perawat terhadap Briony seketika berubah. Mereka akhirnya berhenti menganggapnya sebagai penjahat. Briony merasa lega melihatnya. Setidaknya, untuk sekarang.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 8

    "Baiklah, aku minta maaf karena kurang berhati-hati saat berkendara. Tapi, bukan cuma aku yang mendapat pelajaran hari ini. Kamu juga, kan?" tanya Briony kepada Andrew. Bocah itu enggan mengangguk. "Pelajaran apa? Untuk tidak menyeberangi jalan sendirian? Aku sudah tahu itu dari dulu. Aku tidak akan melakukannya kalau Nyonya Powell mau mendengarkan aku."Briony mendengus geli. Sifat tak mau kalah Andrew yang lucu itu terkesan familiar baginya. "Baiklah, aku paham. Aku akan membeli bola jika waktuku sudah senggang. Tapi berjanjilah untuk tidak menyeberang sembarangan lagi. Mengerti?" Raut Andrew berubah kecut. Meskipun demikian, kepalanya tetap mengangguk. "Baiklah. Aku tidak akan mengulanginya lagi.""Bagus. Sekarang ayo kuantar pulang. Berterimakasihlah kepada dokter dan perawat," Briony menepuk punggung Andrew dua kali. Andrew pun turun dari kursi. Ia mendongak menatap Briony. "Kau tidak perlu mengantarku pulang. Papa pasti sudah menungguku di luar. Aku yakin dia akan mengajakku

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 7

    Briony menelan ludah. Tubuhnya kini terasa tegang. "L-lalu, siapa nama ayahmu?" tanyanya ragu. Belum sempat Andrew menjawab, radiografer tadi sudah kembali menghampiri mereka. "Selesai. Kita sudah mendapatkan hasil foto lenganmu."Mata Andrew membulat. Ia sudah lupa dengan pertanyaan Briony. "Benarkah? Secepat itu? Mana hasilnya? Aku mau melihat tulangku." "Kamu bisa melihatnya di ruang dokter. Sekarang, biar aku pindahkan kamu ke kursi roda. Tolong jangan banyak bergerak supaya kamu tidak merasa sakit," ujar sang radiografer seraya melaksanakan tugasnya. Sementara itu, Briony masih memikirkan pertanyaannya tadi. Mungkinkah Andrew adalah putra Alex? Namun, dunia tidak selebar daun kelor. Mana mungkin takdirnya sekonyol itu? "Ya, ini pasti hanya kebetulan. Yang bernama Andrew bukan cuma anak Alex. Itu nama yang pasaran," pikirnya, meyakinkan diri sendiri. Namun, saat pintu ruang pemeriksaan dibuka, keyakinannya goyah. Sang nanny memanggil Andrew dengan nama yang familiar. "Tuan Mu

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 6

    Briony meringis. "Anda salah paham. Dia bukan putra saya."Sang radiografer mengerutkan alis. "Lalu? Anda ini siapa? Kenapa Anda menemaninya di sini?" Briony menggigit bibir. Ia malu mengakui bahwa dirinyalah penyebab lengan sang anak patah."Tidak masalah. Biar saya coba," ujar Briony, mengelak dari pertanyaan. Kemudian, ia mendekatkan wajahnya kepada si bocah. Sambil tersenyum manis, ia berkata, "Anak Manis, jangan takut. Alat ini tidak menggigit. Dia cuma digunakan untuk mengambil foto. Tidak akan terasa sakit."Sayangnya, si bocah tetap meronta-ronta. "Bohong! Kalian pasti mau memotong tanganku. Aku tidak mau kehilangan tanganku. Aku masih mau menggunakannya!" Briony tercengang. Ia tidak menduga kalau bocah itu akan memberinya jawaban di luar nalar. "Memotong tangan?" Briony mengulang asumsi si bocah dengan nada tak percaya. Selang satu kedipan, tawanya pecah. Bukan hanya radiografer, tetapi anak yang semula merengek itu juga bingung dibuatnya. "Kenapa kamu tertawa?" selidik s

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 5

    Satu jam kemudian, Briony meluncur menuju kantor Savior. Sesekali ia melirik jok sebelah. Setiap mendapati kondisi laptopnya yang memprihatinkan, ia mencengkeram kemudi lebih kencang. Tak ingin menghabiskan lebih banyak air mata, ia pun menelepon sepupunya lewat monitor dasbor yang terhubung dengan ponselnya, "Halo, Emily. Kamu masih di rumah atau sudah di kantor?" "Aku masih di rumah. Ada apa, Bri?""Kau tahu Louis di mana? Aku meneleponnya beberapa kali, tapi tidak diangkat. Sky dan Summer juga begitu. Apa yang sedang mereka sekeluarga lakukan?" Tawa kecil Emily terdengar renyah. "Kau lupa? Mereka sedang sibuk mengurus anggota keluarga mereka yang baru. Entah kenapa, Storm rewel pagi ini. Summer melarang Louis berangkat kerja. Dia mau ayahnya tetap bersama mereka sampai adik kecilnya tenang. Sepertinya itu akan lama." Briony menghela napas berat. "Itu artinya aku harus putar arah. Aku tidak mungkin sabar menunggunya di kantor," gumamnya samar. Emily mendeteksi keresahan Briony.

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 4

    Briony berdiri tegak. Ia bangga dirinya berhasil keluar dari kungkungan sang mantan. Ia juga puas melihat laki-laki itu kesakitan. "Dengarkan aku baik-baik, Alex. Aku tidak pernah iri kepada istrimu. Aku justru bersyukur dia merebutmu. Aku jadi terbebas dari orang toxic seperti dirimu dan ibumu. Sekarang, aku punya kehidupanku sendiri. Kalau kau baca bukuku, kau seharusnya tahu kalau aku sudah punya kekasih yang jauh lebih baik darimu. Jadi tolong pergi dari rumahku dan jangan pernah ganggu aku lagi!" tegas Briony, lantang. Sambil menahan sakit, Alex mencibir. "Kau pikir aku percaya? Kau sendiri yang bilang kalau cerita itu hanyalah karangan. Pacar impianmu itu fiktif, kan?" Napas Briony tersendat. Kepalan tangannya mengerat. "Tentu saja dia nyata. Tunggu sampai kau bertemu dengannya. Kau pasti akan terpukau. Dia jauh lebih hebat darimu," Briony berusaha terdengar meyakinkan. Sambil tertawa sinis, Alex menegakkan badan. "Kau masih suka membual, rupanya. Mana ada laki-laki hebat ya

  • Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik   Bab 3

    "Alexander?" desah Briony saat akal sehatnya kembali berfungsi. Tak ingin terlibat dengan laki-laki itu, ia cepat-cepat merapatkan pintu. Sayangnya, Alexander sudah lebih dulu menahan pintu dengan lengannya. "Alex, mau apa kamu ke sini? Bukankah kamu tidak mau bertemu denganku lagi? Karena itu, cepat pergi! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" seru Briony sembari mendorong pintu. Akan tetapi, Alexander malah mendesaknya mundur. "Kau bilang tidak mau berurusan denganku lagi?" Pria itu mendengus. Kemudian, dengan satu sentakan, Briony terhuyung-huyung ke belakang. Pintu terbuka lebar dan Alex pun masuk dengan tampang sangar. Suaranya meledak, "Lalu kenapa kau menulis tentang kita?" Briony terperanjat. Mulutnya ternganga lebar. Tak ingin menjelaskan perbuatannya, ia memasang raut tanpa dosa. "Menulis apa? Aku tidak mengerti maksudmu. Aku—"Briony terkesiap. Matanya terpelotot. Tangannya memukul-mukul tangan kekar yang kini mencengkeram lehernya. "Hei .... A-apa yang k-kau lakukan?"

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status