Share

Menjelang Pernikahan
Menjelang Pernikahan
Penulis: Yuliana Lathif

Bab 01 Awal Permasalahan

"Mas, kamu lagi dimana?"

"Ini lagi makan siang sama temen-temen."

Arisa mengelus dada yang mendadak ngilu, setelah mengetahui kebohongan calon suaminya, Bahtiar.

Di ujung sana, di dalam sebuah resto tak jauh dari gedung kantor tempat Bahtiar bekerja, lelaki itu tengah menikmati santap siang dengan seorang gadis cantik yang sebelumnya Arisa sebut teman.

Tiga tahun bekerja di tempat yang sama. Melakukan berbagai aktifitas bersama, membuat Arisa berpikir telah mengenal Melia. Nyatanya, setelah Arisa memutuskan resign mengikuti peraturan perusahaan, ia justru mendapati sang calon suami tengah menjalin kedekatan dengan mantan rekan satu timnya.

"Ya sudah, lanjutkan saja. Aku gak mau ganggu." Arisa mengakhiri panggilan tanpa menunggu Bahtiar memberi jawaban.

Arisa membalik badan, pergi meninggalkan bangunan resto sembari menahan nyeri yang serta merta menggerogoti.

Andai saja Bahtiar mau berkata jujur bahwa dirinya tengah berdua dengan Melia, tentu Arisa pun tak lantas menaruh curiga. Bukankah selama ini ia sudah menganggap gadis itu sebagai orang terdekat?

Akan dianggap wajar jika mereka makan siang bersama. Mereka bekerja dalam satu gedung dan dalam naungan perusahaan yang tidak berbeda. Selain itu, pertemanan yang terjalin sekian lama, tak mungkin Arisa cederai dengan tuduhan yang tak berdasar.

Namun, dusta yang terlanjur dimuntahkan dari mulut Bahtiar, sungguh telah sukses mencacati sudut hati Arisa yang sebelumnya menaruh rasa percaya.

*****

Sesampainya di rumah, Arisa harus sesegera mungkin memasang wajah cerianya. Sebab, di dalam ruang tamu, calon ibu mertua tengah berbincang hangat dengan sang bunda.

Meski putranya baru saja mencipta segores luka, tetapi wanita paruh baya itu bisa dipastikan tak mengetahui apapun juga.

"Risa, gimana? Jadi ketemu Bahtiarnya?" tanya Fatma, ibunda Bahtiar yang kini telah Arisa sebut 'Mama'.

Sedikit tersentak, namun gadis itu segera berusaha menguasai diri untuk tidak menunjukan kegagalan menyakitkan yang baru saja terjadi.

"Enggak, Ma. Risa pikir Mas Tiar pasti sibuk kerja. Risa gak mau ganggu. Nanti dia kena marah atasan," ujar Risa, dengan dibumbui dusta untuk menutupi segala kegundahan hati yang saat ini masih butuh kejelasan pasti.

"Nak, ini Mama Bahtiar ke sini mau nunjukin katalog cincin untuk pernikahan kalian nanti." Linda, sang bunda lantas menimpali, seraya melempar seraut wajah bahagia.

Tak ingin merusak suasana, Arisa kemudian turut mendaratkan bokong di dekat Fatma. Maniknya mulai menyoroti satu demi satu lembaran yang ditunjuk Fatma, tanpa tahu harus memberi keputusan apa.

Sampai akhirnya Arisa memilih secara acak, agar urusan tersebut segera usai. Karena, sungguh ia merasa sangat lelah hari ini. Ia ingin bergegas menenggelamkan diri dalam kesendirian. Ingin segera mengadu pada Sang Illahi atas apa yang tengah dialami.

Tidakkah hanya Dia yang tahu jawaban dari berbagai tanya yang berkecamuk dalam jiwa? Tidakkah Tuhan lebih tahu apa yang terbaik bagi  hamba- Nya?

*****

Seiring waktu yang berputar, semua tetap berjalan sebagaimana mesti. Para orang tua sibuk mempersiapkan berbagai hal untuk perhelatan bahagia nan sakral putra-putri mereka.

Sementara Bahtiar, kian hari kian jarang menghubungi Arisa dengan alasan sibuk berbagai pekerjaan. Pun dengan Arisa yang tak mau terlalu peduli. Kabar kedekatan calon suaminya dengan Melia pun semakin santer berhembus, melalui unggahan-unggahan teman lewat media sosial yang kadangkala menyiratkan suatu sindiran.

Keterdiaman Arisa bukan karena pasrah dengan keadaan. Akan tetapi, ada banyak perasaan yang harus ia lindungi dari kekecewaan. Arisa sendiri belum tahu akan sampai di mana ia sanggup bertahan. Namun, selagi mampu ia akan terus mencoba dan berusaha.

"Mama perhatikan, kamu jarang bertemu Bahtiar. Apa kalian baik-baik saja?" Naluri seorang ibu memang tak mudah manipulasi. Tetapi, Arisa masih belum siap mengatakan yang sebenarnya.

"Pekerjaannya sedang banyak. Sebentar lagi dia mau ambil cuti. Jadi harus segera mengurus pekerjaan yang belum selesai." 

Lipatan halus di kening Linda, menandakan rasa heran atas penuturan sang putri yang terdengar lain dari biasanya. Nada bicaranya tak seantusias dulu. Bahkan cenderung malas membahas tentang calon suaminya tersebut.

Namun demikian, Linda tak berhak ikut campur terlalu jauh dalam permasalahan yang mungkin sedang mereka alami. Terkecuali, Arisa sendiri yang meminta saran.

"Syukurlah kalau memang seperti itu. Mama harap kalian baik-baik saja."

Arisa mengangguk tanpa berucap apapun lagi. Ia pun bangkit meninggalkan sang bunda yang tetap melanjutkan pekerjaan menyiangi sayuran untuk memasak makan malam.

Sementara itu, Linda menatap kepergian Arisa dengan perasaan penuh kekhawatiran. Dia yakin dengan sangat bahwasannya Arisa dan Bahtiar memang sedang tak baik-baik saja.

*****

Dari balik tirai bilik ganti, Arisa keluar dengan gaun menjuntai yang menyapu lantai. Sorak sorai orang yang memandangnya berhasil memantik lengkungan indah di bibirnya.

Namun, sekilas saja senyum itu luntur kala mendapati pemeran utama dalam kisah ini yang tampak tidak peduli. Bahtiar terlihat sibuk menatap layar gawai, hinggap tak menyadari di depannya seorang bidadari tengah berdiri.

Dengan berjuta rasa kecewa yang bercokol dalam dada, Arisa berbalik dan menanggalkan kembali gaun pengantin yang baru saja ia coba paskan di badan.

"Gak mau foto dulu, Mbak?" tanya pekerja butik yang tengah ia sambangi.

"Gak perlu, Mbak," jawab Arisa, cepat dan singkat.

Pelayan butik itu pun mengangguk saja. Ia lekas membantu Arisa melepas gaun lebar itu untuk kembali diganti dengan pakaian yang ia kenakan sebelumnya.

Merasa cukup dengan semuanya, Arisa keluar dari bilik ganti untuk bergegas pulang.

"Ayo, pulang!" kata Arisa, tanpa menunggu tanggapan Bahtiar, ia pun berjalan mendahului.

"Loh, udah selesai?" tanya Bahtiar, seraya menyimpan ponsel ke dalam saku celana.

Ia melangkah cepat menyusul Arisa yang sudah hampir tiba di depan mobil Bahtiar. Tangan kokoh lelaki itu segera menarik pintu untuk sang calon istri. 

Namun, Arisa urung memasuki kabin kendaraan miliknya tersebut. Wanita itu menutup kembali dan memilih menatap Bahtiar lebih lama.

"Ada apa? Kenapa?" tanya lelaki itu, kebingungan.

"Mumpung semua belum terlanjur, lebih baik bicara dari sekarang," tutur Arisa, tak berkedip barang sedetik pun.

"Bicara apa?" Lagi-lagi Bahtiar tak mengerti arah pembicaraan Arisa.

"Sebenarnya, kamu masih punya niat nikahin aku atau enggak?" 

"Kamu ini bicara apa sih? Kalau aku gak niat, gak mungkin persiapan kita sampai sejauh ini."

"Tapi, aku sama sekali gak lihat kesungguhan kamu. Sudah berapa minggu kita gak ketemu. Dan sekarang kamu malah sibuk dengan HP kamu."

"Aku sibuk sama kerjaan," kilah Bahtiar.

"Kamu yakin sibuk sama kerjaan?"

Tentu saja Bahtiar mengangguk.

"Bahkan di hari Minggu?"

"Iya."

"Kamu yakin bukan sibuk chatingan sama Melia?"

Seketika Bahtiar pun terkesiap mendengar pertanyaan Arisa yang bisa disebut juga sebagai tuduhan.

*****

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status